Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Satu Mei

Oleh

image-gnews
Iklan
Ketika saya berumur sembilan tahun, saya belajar bernyanyi: Tanggal satu Mei 'ni Perayaan kita, Kaum proletariat Di seluruh dunia Seperti anak-anak umumnya, saya bisa hafal kata dan melodi nyanyian Satu Mei itu, tapi saya tak paham betul apa maksudnya. Ketika itu kata "kaum proletariat" terkadang diganti jadi "kaum yang bekerja", atau terkadang "kaum pekerja"?tapi apa makna "pekerja" tetap saja tak saya pahami. "Buruh" memang bukan sebuah kata asing, tapi saya jarang bisa mengerti apa yang khas dari orang-orang yang dihisap tenaganya ini. Sebab, buruh yang saya ketahui di waktu saya kecil bukan mereka yang tergambar dalam Ibunda Maxim Gorki yang saya baca semasa remaja. Di sekitar saya tak ada pabrik dengan cerobong berasap yang tinggi dan peluit tanda kerja yang membentak-bentak hari. Yang saya kenal adalah nelayan-nelayan yang bekerja buat perahu para juragan?sejumlah lelaki berpakaian gelap yang tiap malam menyanyikan lagu erotik sambil mendayung perahu menuju laut. Atau pencangkul sawah ladang yang mengukir kayu sengon di saat mereka tidak bekerja. Atau, yang paling dekat dengan mesin-mesin, pekerja bengkel yang berlumur minyak pelumas dan tukang las yang melindungi matanya dari pijar. Ada juga para pengolah tembakau dan pelinting rokok di sebuah perusahaan sigaret yang terselip di sebuah gang: tapi saya mengenal mereka hanya ketika mereka, setelah jam enam sore, bergilir membacakan cerita Sam Pek Eng Tay dalam bahasa Jawa yang mengharukan. "Proletariat" sebagai "kelas" adalah konsep yang datang kemudian. Marxisme memang bisa menyadarkan kita: ia mengajarkan tentang penghisapan yang terjadi, karena "nilai-lebih" yang tak dihargai, karena dusta yang disebarluaskan tentang bagusnya masyarakat yang akur dan selaras. Tapi guru yang terbaik adalah pengalaman. Semakin dewasa seseorang akan semakin tahu ia tentang itu semua?terutama ketika kemudian ia sendiri menjadi orang upahan di dunia usaha yang tak adil. Saya kira dalam hidup manusia di abad ke-20 selalu ada, tercetus atau tidak, amarah yang benar. Itu sebabnya selalu datang saat-saat gagasan radikal, dengan atau tanpa doktrin. Lagu Internationale berseru dengan bergelora, "Perjuangan penghabisan, marilah, melawan!" tapi gelora itu bisa datang tanpa sebuah nyanyian partai. Charles Frankel pernah mengatakan bahwa bukan Marxisme yang meciptakan orang-orang radikal, melainkan setiap generasi orang radikal yang menciptakan Marx-nya sendiri. Itu sebabnya amarah dan gagasan yang menghendaki sebuah dunia yang berubah sampai ke akar yang terdalam, punya sesuatu yang bisa mirip dengan semangat keagamaan. Itu sebabnya orang seperti Haji Misbach di latar Indonesia tahun 1920-an bisa menggabungkan Islam dengan komunisme dalam dirinya. Bagi agama, seperti halnya bagi Marxisme-Leninisme, dunia yang ada kini dan di sini adalah sebuah cacat. Kaki yang berpijak di dunia yang seperti itu juga kaki yang hendak terbang dari sana?setelah menyepaknya. Dalam agama dan dalam komunisme ada pandangan etis yang terang berapi-api dalam persoalan ketakadilan dunia. Ada sesuatu yang?apalagi jika disebut sebagai kehendak Allah, atau sesuatu yang ilmiah?menjadi mutlak. Tapi tak seluruhnya gampang. Antara sikap etis dan proses politik terdapat bukan saja sebuah ngarai, tapi juga ketegangan yang tak kelihatan. Di sebelah sini adalah tuntutan, atau sebuah gambaran ideal, tentang apa yang adil. Di sebelah sana adalah politik yang, seperti kata sebuah klise, merupakan "the art of the possible". Di sebelah sini satu imperatif moral. Di sebelah sana politik sebagai kiat menemukan modus dan efektivitas kerja dalam kondisi yang apa-adanya. Di suatu masa ketika amarah jadi sesuatu yang benar, karena ketidakadilan begitu menyesakkan napas, imperatif moral itu cenderung diharap jadi dasar. Tapi sejarah berangsur-angsur membuka perspektif lain. Mungkin sebab itu Max Weber bisa mengatakan bahwa dalam percaturan politik, ada dua kemungkinan: politik sebagai sebuah pelaksanaan "etika tanggung jawab" atau politik sebagai sebuah realisasi "etika hati nurani". Yang pertama menunjukkan kesediaan menerima batas. Yang kedua menunjukkan kesediaan mengabdikan diri pada tujuan yang absolut. Yang pertama lebih pragmatis; ia juga bersedia berkawan kembali dengan sang lawan di medan pergulatan. Yang kedua melahirkan orang-orang yang digerakkan oleh api kemurnian?dan karena itu tak menghendaki rekonsiliasi. Bagi Weber, hanya "etika tanggung jawab" yang mungkin jika orang menghendaki perdamaian dalam kehidupan politik. Tapi tentu saja Weber membayangkan sebuah masyarakat yang didasari kemufakatan untuk saling menghormati hak sesama?sebuah masyarakat yang plural. Dalam masyarakat seperti itu manusia diperlakukan sebagai sesuatu yang lebih majemuk ketimbang sekadar hasil sebuah rumusan. Dalam masyarakat seperti itu manusia diakui justru sebagai sesuatu yang tak-terumuskan, sesuatu yang tak bisa diterangkan oleh ideologi?yang menurut Marx sama artinya dengan ide palsu dan topeng bagi kepentingan tertentu. Sebab itu, dengan "etika tanggung jawab", buruh bukan hanya tampil sebagai "proletariat" yang diseru tiap awal Mei: sebuah makhluk yang telah disulap jadi konsep. Buruh bukan hantu yang membayang-bayangi zaman, bukan pula dewa yang akan melintasi waktu. Ia punya impian, kemarahan yang benar, tapi ia ternyata juga punya batas?seperti halnya para manajer dan majikan. Dan ia tak sendirian, kini dan di kemudian hari. Goenawan Mohamad
Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

39 hari lalu

Film Djakarta 1966. imdb.com
Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

Peristiwa Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar disertai gelombang demo mahasiswa terekam dalam film Djakarta 66 karya Arifin C. Noer


53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

44 hari lalu

Wartawan Senior TEMPO Fikri Jufri (Kiri) bersama Kepala Pemberitaan Korporat TEMPO Toriq Hadad dan Redaktur Senior TEMPO Goenawan Mohamad dalam acara perayaan Ulang Tahun Komunitas Salihara Ke-4, Jakarta, Minggu (08/07). Komunitas Salihara adalah sebuah kantong budaya yang berkiprah sejak 8 Agustus 2008 dan pusat kesenian multidisiplin swasta pertama di Indonesia yang berlokasi di Jl. Salihara 16, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. TEMPO/Dhemas Reviyanto
53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

Majalah Tempo telah berusia 53 tahuh, pada 6 Maret 2024. Panjang sudah perjalanannya. Berikut profil para pendiri, Goenawan Mohamad (GM) dan lainnya.


53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

45 hari lalu

Goenawan Mohamad dikerumuni wartawan di depan gedung Mahkamah Agung setelah sidang gugatan TEMPO pada Juni 1996. Setelah lengsernya Soeharto pada 1998, majalah Tempo kembali terbit hingga hari ini, bahkan, saat ini Tempo sudah menginjak usianya ke-50. Dok. TEMPO/Rully Kesuma
53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

Hari ini, Majalah Tempo rayakan hari jadinya ke-53. Setidaknya tercatat mengalami dua kali pembredelan pada masa Orde Baru.


Goenawan Mohamad Sebut Jokowi Tak Paham Reformasi, Merusak MA hingga Konstitusi

9 Februari 2024

Sastrawan Goenawan Mohamad dalam acara peluncuran buku
Goenawan Mohamad Sebut Jokowi Tak Paham Reformasi, Merusak MA hingga Konstitusi

Pendiri Majalah Tempo Goenawan Mohamad atau GM menilai pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat ini seolah pemerintahan Orde Baru.


Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya

9 Februari 2024

Sastrawan Goenawan Mohamad dalam acara peluncuran buku
Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya

Budayawan Goenawan Mohamad bilang ia tak jadi golput, apa alasannya? "Tanah Air sedang menghadapi kezaliman yang sistematis dan terstruktur," katanya.


ArtSociates Gelar Pameran Goenawan Mohamad di Galeri Lawangwangi Bandung

2 Februari 2024

Pengunjung melihat karya-karya Goenawan Mohamad dalam pameran tunggalnya di Lawangwangi Creative Space bertajuk Sejauh Ini... di Bandung, Jawa Barat, 2 Februari 2024. Sastrawan, budayawan, sekaligus pendiri Majalah Tempo ini memamerkan lebih dari 100 karya seni rupa yang dibuat sejak tahun 2016 sampai 2024. TEMPo/Prima mulia
ArtSociates Gelar Pameran Goenawan Mohamad di Galeri Lawangwangi Bandung

Karya Goenawan Mohamad yang ditampilkan berupa sketsa drawing atau gambar, seni grafis, lukisan, artist book, dan obyek wayang produksi 2016-2024.


Demo Buruh Blokade Jalan, Bekasi Macet Parah

30 November 2023

Buruh memblokade jalan akses keluar tol Bekasi Barat di Jalan Ahmad Yani, Kota Bekasi, Kamis, 30 November 2023. TEMPO/Adi Warsono
Demo Buruh Blokade Jalan, Bekasi Macet Parah

kemacetan akibat demo buruh meluas hingga kawasan Summarecon Bekasi dan Kranji hingga ke ruas Jalan Tol Jakarta-Cikampek.


Jelang Masa Kampanye Pemilu 2024, Forum Lintas Generasi Buat Seruan Jembatan Serong

27 November 2023

Ilustrasi Pemilu. ANTARA
Jelang Masa Kampanye Pemilu 2024, Forum Lintas Generasi Buat Seruan Jembatan Serong

Forum Lintas Generasi meminta masyarakat bersuara jujur dan jernih dalam Pemilu 2024.


Ratusan Tokoh Deklarasikan Gerakan Masyarakat untuk Kawal Pemilu 2024: Dari Goenawan Mohamad hingga Ketua BEM UI

21 November 2023

Sejumlah orang dari berbagai latar belakang mendeklarasikan gerakan masyarakat untuk mengawasi Pemilu 2024. Gerakan yang dinamai JagaPemilu itu diumumkan di Hotel JS Luwansa, Jakarta Pusat pada Selasa, 21 November 2023. TEMPO/Sultan Abdurrahman
Ratusan Tokoh Deklarasikan Gerakan Masyarakat untuk Kawal Pemilu 2024: Dari Goenawan Mohamad hingga Ketua BEM UI

Gerakan tersebut diawali dari kepedulian sekelompok orang yang tidak berpartai dan independen terhadap perhelatan Pemilu 2024.


Fakta-fakta Para Tokoh Bangsa Temui Gus Mus Soal Mahkamah Konstitusi

14 November 2023

Gedung Mahkamah Konstitusi. TEMPO/MAGANG/MUHAMMAD FAHRUR ROZI.
Fakta-fakta Para Tokoh Bangsa Temui Gus Mus Soal Mahkamah Konstitusi

Aliansi yang tergabung dalam Majelis Permusyawaratan Rembang itu menyampaikan keprihatinan mereka ihwal merosotnya Mahkamah Konstitusi atau MK.