Penembakan halte Tansjakarta beberapa waktu lalu tak bisa dianggap sepele. Korban jiwa memang tak jatuh, penumpang juga tak ada yang terluka. Tapi pengusutan kasus ini tidak boleh dihentikan hanya lantaran polisi belum menemukan proyektil. Penembakan ini jelas telah menciptakan teror bagi para pengguna bus di Jakarta.
Tembakan pada malam Natal itu memecahkan kaca halte bus Transjakarta di Raden Inten, Jakarta Timur. Sudah beberapa kali serangan seperti ini terjadi. Agustus lalu, dua halte busway di Cawang Ciliwung dan Cawang Cikoko porak-poranda. Peristiwa ini bahkan terjadi dalam semalam. Sebelumnya juga ada penembakan di halte bus Transjakarta di Otto Iskandar di Nata, Jakarta Timur.
Rentetan peristiwa itu merupakan ancaman bagi para penumpang angkutan umum. Citra bus Transjakarta yang selama ini dikenal cepat, nyaman, dan aman akan hancur jika kepolisian tak cepat mengidentifikasi pelaku teror. Empat penembakan itu terjadi pada malam hari, pada saat halte sepi penumpang. Tapi bukan tidak mungkin pelaku akan beraksi pula pada tengah hari.
Pengusutan yang lamban bisa membuat pelaku kian berani melakukan aksinya pada siang bolong. Jika hal ini yang terjadi, kecemasan akan berubah menjadi ketakutan masif para penumpang bus Transjakarta. Bayangkan, saat ini ada sekitar 350 ribu orang yang pergi-pulang menggunakan bus Transjakarta setiap hari. Mereka tersebar di 228 halte dalam 12 koridor di sekujur Jakarta. Sekali saja senjata api meletup di tengah kerumunan penumpang, kepanikan akan menjalar tak terkendali.
Cara terbaik mencegah kemungkinan buruk itu tentu saja mengungkap segera siapa di balik penembakan selama ini. Tak pantas jika kepolisian buru-buru menyatakan "sulit mencari sang pelaku" sebelum melakukan penyelidikan secara maksimal. Demi menjamin keamanan penumpang, kepolisian juga harus meningkatkan patroli di sekitar halte.
Minimnya closed-circuit television (CCTV) di halte-halte busway yang sudah lama dipersoalkan mesti segera diatasi. Badan Layanan Umum Transjakarta pernah menyatakan bahwa seluruh halte bus Transjakarta dilengkapi dengan kamera pengintai. Tapi nyatanya, setiap ada peristiwa penembakan, polisi mengeluhkan tak adanya kamera tersebut. Jika pun ada, CCTV itu ternyata tak berfungsi. Pemerintah DKI perlu memeriksa kembali klaim Badan tersebut dan menghitung ulang berapa sebenarnya CCTV yang berfungsi.
Badan Layanan Umum seharusnya juga memastikan kamera pengintai yang terpasang bisa memantau kondisi di luar halte. Sulit diterima akal bila mereka tak mampu membeli kamera pengintai 360 derajat. Pengelola Transjakarta justru harus berani berinvestasi demi memberi layanan terbaik bagi para penumpang bus yang kini menjadi tulang punggung transportasi Jakarta ini.
Tak semestinya pemerintah DKI dan kepolisian menganggap biasa saja penembakan halte yang telah berulang kali terjadi.