Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Aktor

Oleh

image-gnews
Iklan
Indonesia masih dalam keadaan cemas sepekan lebih setelah bom teroris membunuh 200 orang di Bali. Presiden Megawati berjalan-jalan di Acropolis. Mari kita bayangkan sebuah pentas, dengan dekor yang tenang dan jauh: bukit batu kapur di atas Kota Athena; langit biru yang masih tegas meskipun di musim gugur; 17 pilar kuno yang tersisa kukuh sepanjang tubuh Parthenon. Hari itu, seakan-akan tak berada di abad ke-21 yang rusuh oleh terorisme, Presiden Indonesia berdiri dengan latar kebesaran Yunani abad ke-5 Sebelum Masehi. Tahukah dia bahwa sebenarnya dirinya adalah sebuah peran? Bahwa seorang presiden adalah seorang aktor? Seorang pemimpin politik adalah seorang yang didefinisikan oleh sebuah panggung. Ketika ia berjalan-jalan, ketika ia mengunjungi satu tempat, ketika ia berbicara, tertawa, atau menitikkan air mata, ketika ia bersembahyang atau memilih pakaian, ketika ia merayakan hari ulang tahun anak atau cucu, ketika ia bersikap kepada suami atau istrinyasetiap langkah itu adalah segumpal saat teater. Ia sedang menghadap ke publik. Di sinilah berlaku "politik penampilan", the politics of persona, hubungan antara wajah yang ditampilkan ke muka umum dan wajah yang privat. Orang sering memakai kata "munafik" untuk menghakimi penampilan yang "palsu". Tapi kata "munafik" mengandung penilaian moral, sementara kita berbicara tentang aktor dan teater. Sebagai aktor, sebagai seseorang yang memainkan sebuah rol di atas pentas, orang itu sebenarnya menciptakan sebuah sosok baru, yang tak bisa diukur cocok atau tidaknya dengan sosok "asli". Seorang pemimpin politik, suka atau tak suka, juga harus menciptakan dari dirinya seorang sosok baru. Ini tak hanya berlaku di dalam demokrasi di mana apa yang disebut "pasar" jadi sang penentu. Ini juga berlaku dalam kediktatoran dan sosialisme. Malah dalam keadaan informasi yang tak bebas, ketika khalayak ramai tak bisa tahu betul tentang diri seorang pemimpin, sebuah aura dengan gampang dikembang-biakkan. Hitler, Mussolini, Stalin, Mao, Kim Jong-Il, dan Saddam Hussein masing-masing jadi tokoh yang sempurna karena seluruh kehadirannya adalah peristiwa teater. Orang yang dekat dengan kekuasaan akan tahu bahwa sang pemimpin harus menjalani metamorfosis. "Tak ada sebenarnya pemimpin yang sempurna, baik di masa lalu maupun sekarang, baik di Cina maupun di tempat lain," kata Liu Shao-ch'i, bekas Presiden RRC, di bulan Juli 1947. "Jika pun ada, ia hanya berpura-pura, seperti seekor babi yang memasang siung bawang ke mulutnya agar tampak sebagai gajah." Dengan sesiung bawang atau tidak, para pemimpin politik seakan-akan hadir, berjalan dan bicara di atas panggung. Dulu itu berlangsung di gedung opera. Dulu, mungkin sebelum abad ke-17, rakyat belum jadi "massa". Mereka penonton yang sudah "terlatih" dalam mengenal mana pemegang rol yang pintar dan mana yang kaku, mana yang ilusi dan mana yang bukan. Mereka sadar bahwa di atas pentas Wayang-Orang Bharata, Arjuna, ksatria jantan sang penakluk wanita, diperankan oleh seorang perempuan. Mereka duduk dengan jarak tertentu dari prosenium. Mereka memahami bahwa apa yang terjadi di kamar rias di belakang panggung bukanlah persoalan yang sentral dan wigati. Tapi struktur itu kini berubah. Zaman sedang berakhir bagi aktor sebagai aktor. Jarak antara panggung politik dan orang ramai kian tipis. Surat kabar dan radio, dan terutama televisi, menghilangkan jarak itu dan menyulap gedung opera politik jadi teater jalanan. "Publik" digantikan oleh "partisipan". Para "partisipan" politik itu kian lama kian luas, kian riuh, kian bercampur-baur, tapi juga kian mendesakkan kedekatan. Seorang pemimpin berangsur-angsur memasuki sebuah dunia yang bukan lagi dibangun oleh "politik penampilan", melainkan oleh "politik pengakuan"tempat ia harus menampakkan dirinya secara terbuka penuh, termasuk kehidupan privatnya. Semboyan yang diserukan adalah "transparansi". Ada yang menganggap transparansi itu bagian dari demokrasi. Saya tak sepenuhnya yakin. Justru dengan transparansi seorang pemimpin politik dituntut untuk menjadi sosok yang lahir-batin "tanpa cela" dalam ukuran nilai orang ramaiyang belum tentu merupakan ukuran yang sehat. Paradoks dari "politik pengakuan" adalah, ketika seorang pemimpin diminta agar berhenti menjadi seorang aktor, ia sebenarnya telah dinaikkan ke mahligai kebajikan di atas manusia biasa. Untunglah kini di Indonesia mahligai itu tak ada. Sang pemimpin tak lebih luhur kualitas pekertinya ketimbang orang kebanyakan. Sebab, seperti terbukti dalam sejarahnya yang muda, Indonesia telah memberhentikan sejumlah presiden yang dianggap gagal. Tapi justru karena itu sang pemimpin dituntut untuk jadi si Fulan yang, sebagai aktor, berjalan dengan bagus di panggung sebagai Baginda Sulaiman. Dengan kata lain: sang pemimpin perlu jadi seorang pemegang peran yang bermutu. Ia harus pandai bergerak tepat di waktu yang tepat, pintar memilih sudut pentas untuk berdiri, peka untuk mengungkapkan emosi, dan mampu berbicara yang menggugah. Berbakatkah Megawati untuk itu? Mungkin tidak. Di Acropolis itu, dalam perjalanan panjang ke Meksiko, ia abai akan kenyataan bahwa ia sedang di atas panggung, yang dibentuk oleh publik. Ia salah memilih sudut berdiri, ketika lakon Indonesia di titik yang muram, ketika orang ramai menantikan inspirasi dari kata-katanya, empati di wajahnya, dan kehangatan di lambaian tangannyadari posisi yang dekat, tentu saja, bukan dari sebuah bukit Yunani. Goenawan Mohamad
Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Catatan Jamaah Islamiyah Dinyatakan Sebagai Dalang di Balik Bom Natal 2000 dan Bom Bali

24 Desember 2023

Terdakwa kasus Bom Bali I tahun 2002 serta Bom Natal tahun 2000, Umar Patek, ketika menjalani sidang jatuhnya vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, (21/06). Umar Patek dihadapkan pada enam dakwaan dan Jaksa Penuntut Umum menjatuhkan pidana penjara seumur hidup pada sidang tanggal 21 Mei 2012. Tempo/Dhemas Reviyanto
Catatan Jamaah Islamiyah Dinyatakan Sebagai Dalang di Balik Bom Natal 2000 dan Bom Bali

Kelompok ini diduga membentuk organisasi resmi pada akhir 1980-an hingga awal 1990-an dan lalu disebut dalang peristiwa Bom Natal 2000 dan Bom Bali.


Marthinus Hukom Kepala BNN, Ini Rekam Jejaknya di Densus 88 Antiteror Polri

6 Desember 2023

Marthinus Hukom. antaranews.com
Marthinus Hukom Kepala BNN, Ini Rekam Jejaknya di Densus 88 Antiteror Polri

Kepala Densus 88 Antiteror Polri Irjen Marthinus Hukom ditunjuk sebagai Kepala BNN menggantikan Petrus Golose. Ini rekam jejaknya saat di Densus 88.


Kelompok Teroris JI di Lampung Pernah Sembunyikan Pelaku Bom Bali I dan Bom Poso

13 April 2023

Kabag Bantuan Operasi Detasmen Khusus 88 Antiteror Komisaris Besar Aswin Siregar saat ditemui di Mabes Polri, Selasa, 11 April 2023 [Tempo/Eka Yudha Saputra]
Kelompok Teroris JI di Lampung Pernah Sembunyikan Pelaku Bom Bali I dan Bom Poso

Kelompok teroris Jamaah Islamiyah yang digerebek oleh Densus 88 di Lampung, pernah menyembunyikan pelaku Bom Bali I dan Teror Bom Poso


Eks Napi Terorisme Ali Fauzi Manzi: Merakit Bom Jauh Lebih Mudah Dibanding Membuat Karya Ilmiah

21 Februari 2023

Ali Fauzi, mantan narapidana teroris (Napiter) berhasil menyelesaikan sidang disertasi di Kampus Putih UMM.Doc: UMM.
Eks Napi Terorisme Ali Fauzi Manzi: Merakit Bom Jauh Lebih Mudah Dibanding Membuat Karya Ilmiah

Bekas napi terorisme Ali Fauzi Manzi bercerita tentang sulitnya meraih gelar doktor. Dia ingin eks napi terorisme lain mengikuti jejaknya.


4 Aksi Bom yang Melibatkan Noordin M. Top Selain Mendalangi Bom Natal 2000

25 Desember 2022

Konferensi pers pengungkapan isi laptop milik Noordin yang berhasil disita pihak Polisi di Jakarta, Selasa (29/9). Dalam isi laptop tersebut terdapat struktur organisasi, cara perekrutan serta tayangan video pelaku bom bunuh diri. Tempo/Dinul Mubarok
4 Aksi Bom yang Melibatkan Noordin M. Top Selain Mendalangi Bom Natal 2000

Setelah aksi Bom Natal 2000, dalam setiap aksinya, Noordin M Top diduga lebih menargetkan korban asing untuk menarik perhatian dunia internasional.


Pembuat Bom Bali Umar Patek Minta Maaf, Australia Tetap Marah

14 Desember 2022

Terpidana bom Bali Umar Patek meminta maaf kepada keluarga korban bom Bali, saat berbicara kepada awak media di Lamongan, Jawa Timur, Indonesia, 13 Desember 2022. Antara Foto/Alimun Hakim
Pembuat Bom Bali Umar Patek Minta Maaf, Australia Tetap Marah

Umar Patek minta maaf pada keluarga korban bom Bali di Australia, yang tetap merasa kecewa atas pembebasan bersyaratnya.


6 Fakta soal Umar Patek, Terpidana Kasus Bom Bali I yang Baru Saja Dinyatakan Bebas Bersyarat

9 Desember 2022

Umar Patek diarak usai menyelesaikan tugasnya sebagai petugas petugas pengibar bendera merah putih, dalam upacara memperingati Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) di Lapas Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, 20 Mei 2015. TEMPO/Edwin Fajerial Suko Purnomo Adi
6 Fakta soal Umar Patek, Terpidana Kasus Bom Bali I yang Baru Saja Dinyatakan Bebas Bersyarat

Walaupun terkait dengan organisasi Jamaah Islamiyah, tetapi Umar Patek tetap bersikukuh bahwa ia bukan termasuk anggotanya.


Dinyatakan Bebas Bersyarat, Begini Kisah Pelarian Terpidana Terorisme Bom Bali I Umar Patek

9 Desember 2022

Pemimpin kelompok radikal Jamaah Islamiyah, Umar Patek (kedua kanan) membawa bendera ketika menjadi pengibar bendera merah putih pada upacara memperingati Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) di Lapas Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, 20 Mei 2015. TEMPO/Edwin Fajerial Suko Purnomo Adi
Dinyatakan Bebas Bersyarat, Begini Kisah Pelarian Terpidana Terorisme Bom Bali I Umar Patek

Awal perjalanan Umar Patek dimulai pada 1995 saat ia terlibat dalam perjuangan Moro Islamic Liberation Front di Minanao, Filipina.


Terpidana Terorisme Umar Patek Bebas Bersyarat, Ini Perannya dalam Serangan Bom Bali I

9 Desember 2022

Terpidana kasus terorisme Umar Patek (kiri) memberi hormat ketika menjadi pengibar bendera merah putih pada upacara memperingati Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) di Lapas Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, 20 Mei 2015. ANTARA FOTO
Terpidana Terorisme Umar Patek Bebas Bersyarat, Ini Perannya dalam Serangan Bom Bali I

Meskipun bukan sebagai pelaku utama Bom Bali I, tetapi Umar Patek memiliki peran yang cukup vital, yakni sebagai perancang eksekusi.


Terpidana Kasus Bom Bali Umar Patek Bebas Bersyarat

7 Desember 2022

Terpidana kasus bom Bali, Umar Patek (tengah) memberikan keterangan kepada wartawan usai menjadi pembicara dalam seminar Resimen Mahasiswa Mahasurya Jawa Timur, di Hotel Savana, Malang, Jawa Timur 25 April 2016. TEMPO/Aris Novia Hidayat
Terpidana Kasus Bom Bali Umar Patek Bebas Bersyarat

Umar Patek dianggap telah memenuhi syarat administratif dan substantif untuk mendapatkan hak pembebasan bersyarat.