Betapa lamban pemerintah pusat dan daerah mencegah banjir di Ibu Kota. Setiap kali banjir datang, proyek seperti sodetan Sungai Ciliwung selalu dibicarakan, tapi hingga kini belum juga terealisasi. Padahal proyek itu amat penting untuk mengurangi beban Ciliwung pada masa puncak musim hujan.
Sudah lama dikaji, sodetan di hilir Sungai Ciliwung baru dikerjakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum pada Desember lalu. Saluran di bawah tanah ini membentang di antara Kebon Nanas dan Cipinang, Jakarta Timur. Sodetan sepanjang 1,9 kilometer itu diperkirakan menelan biaya Rp 1,1 triliun. Tapi penduduk Jakarta juga tidak bisa segera mengandalkan sodetan yang akan membagi beban Ciliwung dengan Kanal Banjir Timur ini. Pembangunannya diperkirakan baru selesai pada Februari 2015, dan berpotensi mulur.
Bukan hanya tanggung jawab pemerintah pusat, proyek itu juga memerlukan peran pemerintah daerah. Gubernur DKI Jokowi mesti membantu mempercepat proses pembebasan lahan dan relokasi penduduk. Seperti normalisasi bantaran Sungai Ciliwung yang belum kelar, proyek sodetan juga terhambat oleh sebagian penduduk yang masih belum mau dipindahkan. Nah, di sinilah peran Jokowi diperlukan untuk membujuk warganya.
Proyek sodetan di hulu Ciliwung bahkan sama sekali belum dimulai. Padahal sodetan yang menghubungkan Sungai Ciliwung dengan Cisadane ini telah dibahas sejak 1997. Rupanya Pemerintah Kabupaten Tangerang masih berkeberatan terhadap proyek ini. Alasannya, sodetan itu hanya akan menambah beban Sungai Cisadane, yang mengalir ke wilayah Tangerang.
Pemerintah pusat semestinya membantu DKI meyakinkan Pemerintah Kabupaten Tangerang. Memang, dibuatnya sodetan akan menambah debit air di Kali Cisadane. Tapi hal ini bisa diatasi dengan sistem buka-tutup. Sodetan itu hanya dibuka bila debit Cisadane tidak terlalu tinggi, sehingga tidak membahayakan wilayah Tangerang.
Satu lagi proyek yang masih mengambang: pembuatan waduk Ciawi, Bogor. Proyek ini sudah digagas sejak zaman Gubernur Sutiyoso pada 2001. Sayang, rencana ini telantar lantaran tak mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Bogor. Padahal waduk dengan luas 100 hektare dan kedalaman 85 meter ini bisa mengurangi beban Ciliwung.
Tertundanya proyek sodetan dan waduk di hulu itu membuat upaya pencegahan banjir di Jakarta tak maksimal. Proyek normalisasi sungai serta perbaikan tanggul kanal dan saluran air di Ibu Kota yang kini dilakukan hanya menghilangkan sebagian dari potensi banjir. Bila air kiriman dari Bogor terlalu besar dan berlangsung beberapa hari, kanal dan saluran air di Jakarta tetap kewalahan.
Betapa penting peran pemerintah pusat dalam mengatasi banjir di Jakarta. Penuntasan proyek sodetan dan waduk di hulu itu jauh lebih mendesak ketimbang impian muluk-muluk seperti rencana memindahkan Ibu Kota. Toh, banjir tetap harus diatasi kalaupun Ibu Kota hendak dipindahkan. l