Hancurnya perekonomian di kawasan sekitar Gunung Sinabung, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, seharusnya menjadi perhatian pemerintah. Kejelasan program penanganan bencana pemerintah akan membuat warga Sinabung yang sudah empat bulan mengungsi menjadi lebih tenang. Selama ini pemerintah baru berkutat soal evakuasi korban belaka.
Lambatnya penjelasan pemerintah soal penanganan pascabencana itu membuat warga di sana cemas. Banyak warga yang sudah berada di tempat pengungsian kembali memasuki zona larangan. Akibatnya, kala Sinabung kembali menyemburkan awan panas, belasan orang tewas. Situasi itu dimanfaatkan sejumlah anggota DPR untuk memanaskan suasana. Mereka mendesak Presiden agar menjadikan Sinabung sebagai bencana nasional. Usulan itu ditampik mentah-mentah. Alasannya, pemerintahan di Kabupaten Karo maupun Provinsi Sumatera Utara masih berfungsi normal.
Tak perlulah berpolemik ihwal apa status bencana Sinabung. Yang lebih dibutuhkan warga adalah kejelasan program penanganan pascabencana. Contohnya, untuk warga yang rumahnya masuk zona larangan dan harus dipindahkan, berapa ganti rugi yang mereka dapatkan, adakah bantuan seperti ternak atau bibit tanaman untuk menghidupkan kembali detak ekonomi Sinabung.
Penjelasan itu sangat ditunggu-tunggu oleh ribuan orang yang sudah mengungsi sejak November tahun lalu. Pemerintah Kabupaten Karo memperkirakan kerugian materiil akibat bencana ini mencapai Rp 1 triliun, dengan kerugian terbesar di sektor pertanian. Badan Nasional Penanganan Bencana menyatakan, pemerintah pusat dan daerah sudah menggelontorkan dana Rp 50 miliar untuk menangani bencana itu, namun sebatas untuk pengamanan, bantuan kesehatan, dan fasilitas bagi pengungsi.
Dana itu baru mengatasi sebagian kecil masalah yang dihadapi korban Sinabung. Para korban, khususnya petani, menghadapi masalah lain, seperti kredit yang macet. Mereka memohon agar kredit itu dihapuskan, tapi ditolak.
Otoritas Jasa Keuangan hanya memberi opsi penundaan pembayaran kredit. Itu sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/15/PBI/2006 tentang Perlakuan Khusus terhadap Kredit Bank bagi Daerah-daerah Tertentu di Indonesia yang Terkena Bencana Alam. OJK memperkirakan ada 1.119 pengutang dengan jumlah kredit Rp 98,6 miliar yang diperkirakan bakal macet.
Dengan kondisi rumah yang hancur, sawah dan ladang luluh-lantak, bagaimana korban bencana Sinabung bisa melunasi kreditnya? Ada baiknya OJK dan bank-bank di sana mempertimbangkan kemungkinan penghapusan kredit pada korban, terutama petani serta kelompok usaha mikro dan kecil.
Preseden itu sudah pernah dilakukan saat bencana gempa di Yogyakarta pada 2006. Saat itu ada kredit mikro, kecil, dan menengah yang macet senilai Rp 88 miliar. Pemerintah dan DPR saat itu sepakat menghapuskan sebagian kredit di sana.
Seyogianya pemerintah mulai menjelaskan langkah-langkah penanganan pascabencana. Mereka juga harus merancang program bantuan terpadu untuk memulihkan kehidupan di sekitar Sinabung.