Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama sebaiknya mengevaluasi pengelolaan sampah di DKI Jakarta. Kisruh pengadaan 200 truk sampah yang sedang terjadi sekarang merupakan bukti nyata bahwa koordinasi di jajaran pemerintah daerah lemah. Ini juga menunjukkan lemahnya kerja sama antara eksekutif dan legislatif.
Mulanya Basuki memprotes Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang menolak pengajuan anggaran untuk 200 truk sampah baru dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2014. Pihak Dewan menjawab, alokasi dana untuk sampah sudah masuk pos pengelolaan sampah dengan pihak swasta yang anggarannya digelontorkan dalam beberapa tahun (multiyear).
Toh, ada penjelasan lain, seorang anggota Dewan menyatakan anggaran pengadaan 200 truk sampah tak masuk daftar Rancangan APBD 2014. Basuki pun curiga ada ketidakberesan di Dinas Kebersihan dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah DKI Jakarta, yang tidak memasukkan usulan anggaran truk baru dalam RAPBD 2014.
Kisruh penganggaran truk sampah perlu segera dituntaskan agar publik tahu duduk persoalannya. Pemerintah Jakarta perlu membuat audit menyeluruh agar pihak pemerintah ataupun swasta yang nakal diberi sanksi. Audit diperlukan karena sampah di Jakarta merupakan "bisnis" besar. Ada 6.500 ton sampah per hari. Kalikan angka itu dengan anggaran pengangkutan sampah mulai Rp 250 ribu hingga Rp 300 ribu per ton sampah, maka duit di seputar barang buangan ini mencapai Rp 1,6 miliar sehari.
Audit ini bisa dimanfaatkan untuk sekalian melakukan pembenahan. Pemerintah DKI Jakarta harus punya masterplan pengelolaan sampah berdasarkan aturan yang baru disahkan DPRD pada Mei 2013. Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah ini memiliki kekuatan hukum untuk mengatur tugas dan tanggung jawab pemerintahan dan masyarakat, serta produsen (untuk sampah industri).
Perda ini bisa dijadikan senjata untuk menindak pihak swasta yang tidak memenuhi kontrak kerja sama pengangkutan sampah, sekaligus untuk memberi sanksi pejabat yang bertanggung jawab di bidang sampah.
Pengadaan truk sampah hanyalah satu dari mata rantai pengelolaan sampah. Sebagai kota metropolitan, Jakarta sudah terlambat dalam menerapkan manajemen pengelolaan sampah yang baik. Setiap pemangku kepentingan-bukan hanya eksekutif dan legislatif-perlu dilibatkan dalam "proyek sampah" Jakarta ini. Sosialisasi sanksi bagi pembuang sampah, baik itu individu maupun lembaga, perlu benar-benar dilakukan secara sistematis. Insentif bagi pihak yang membuat sistem pengelolaan sampah ramah lingkungan perlu dibakukan.
Seperti halnya penanganan banjir dan kemacetan lalu lintas, urusan sampah ini juga wajib diprioritaskan. Lagi pula, ketiga masalah kronis Ibu Kota itu saling berkaitan. DPRD perlu segera membuka peluang revisi APBD agar kebutuhan penambahan truk sampah bisa dipenuhi. Yang lebih penting, Dewan kudu bekerja sama lebih baik dengan eksekutif agar Perda Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah tak menjadi macan ompong.