Tak ada alasan bagi partai politik untuk tetap mempertahankan 44 anggota DPRD Papua Barat yang terbukti korupsi. Mereka harus segera diganti lewat mekanisme pergantian antarwaktu meski putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jayapura itu belum inkracht. Para anggota Dewan itu sudah tak punya legitimasi lagi untuk menjalankan tugasnya.
Inilah saatnya partai politik bersih-bersih dan menunjukkan komitmen mereka memberantas korupsi. Jika tidak segera diganti, roda pemerintahan di Papua Barat bisa mandek karena para anggota DPRD itu sudah tak punya legitimasi lagi untuk menjalankan tugasnya. Bisa dibayangkan apa kata dunia bila para anggota DPRD yang juga terpidana itu mengetuk keputusan penting, seperti peraturan daerah. Bagaimana pula para wakil rakyat yang tersandung hukum itu bisa mengawasi pemerintahan?
Korupsi berjemaah ini bermula ketika para anggota DPRD tersebut meminjam dana Rp 22 miliar dari PT Papua Doberai Mandiri (Padoma). Badan usaha milik daerah ini sebenarnya punya cita-cita mulia, yakni memakmurkan rakyat Papua Barat. Mereka mengincar bisnis seperti perkebunan sawit, batu bara, gas, dan banyak usaha lainnya. Belakangan diketahui bahwa dana BUMD ini menjadi bancakan para politikus di sana. Alih-alih jadi kebun sawit, duit itu dipakai para anggota DPRD membeli rumah dan kendaraan, serta mengongkosi pertemuan dengan para konstituen.
Kelakuan konyol para wakil rakyat itu, Senin lalu, diganjar dengan hukuman 15 bulan penjara dan denda Rp 50 juta. Salah satu yang ikut divonis adalah Ketua DPRD Papua Barat Yohan Yosep Auri. Selain Yohan, Wakil Ketua DPRD Demianus Idji dan Robert M. Nauw, serta mantan Sekretaris Daerah Papua Barat Marthen l. Rumadas, juga dinyatakan bersalah.
Hukuman enteng itu sangat menusuk rasa keadilan kita. Apalagi mereka masih dibiarkan duduk di kursi terhormat anggota Dewan. Semestinya status dan jabatan para anggota DPRD itu juga dilucuti. Di sinilah peran partai politik menjadi sangat penting. Seharusnya partai-partai itu segera melayangkan surat pergantian antarwaktu kepada Menteri Dalam Negeri.
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi juga tak boleh diam. Roda pemerintahan Papua Barat harus segera diselamatkan. Gamawan bisa turun tangan dan mengimbau para pemimpin partai ikut bersih-bersih. Pembiaran terhadap kader partai bermasalah di Papua Barat menunjukkan kurangnya sensitivitas partai terhadap harapan publik.
Kasus korupsi massal anggota Dewan itu bukanlah yang pertama. Pada 2004, kasus serupa pernah terjadi di Sumatera Barat. Ketika itu Pengadilan Negeri Padang memvonis 43 anggota DPRD Sumatera Barat dengan hukuman 24 hingga 27 bulan penjara. Maraknya praktek korupsi berjemaah ini merupakan buah dari buruknya sistem perekrutan kader partai. Banyak kader partai yang berambisi menjadi wakil rakyat semata-mata untuk kekuasaan dan ekonomi. Temuan itu dilansir Pramono Anung dalam disertasinya. Tugas partailah mencoret kader busuk itu. Jika hal ini tak dilakukan, jangan harap partai itu mendapat kepercayaan dari publik.