Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Usamah

Oleh

image-gnews
Iklan
Usamah bin Ladin, yang lahir di Riyadh di sekitar tahun 1957, seorang lulusan universitas dengan keterampilan komputer, seorang pengusaha dengan uang bermiliar-miliar, seorang Saudi yang seharusnya bisa hidup dekat dengan keluarga kerajaan, akhirnya, pada usia 40-an, memilih tinggal di gua-gua dingin Afganistan. Ia memimpin gerakan teror yang luas dan tersembunyi. Ia kini lawan utama dalam "perang pertama abad ke-21". Tentu ia seseorang yang punya sesuatu yang luar biasa dalam dirinya. Iman? Islam? Kemarahan? Saya bukan orang yang bisa menjawab itu. Tapi mungkin ada ketiga hal itu dalam sejarah Usamah. Iman adalah sesuatu yang hanya separuhnya bisa diterangkan, tapi kita baca cerita bagaimana orang yang di masa muda hidup berfoya-foya ini menemukan Islam sebagai tempat ia meletakkan dirinya. Tapi iman dan Islam itu juga tak tumbuh di tempat sepi. Sesuatu yang besar berlangsung sejak akhir abad yang lalu: ketika agama adalah tanda identitas kelompok, semacam baju seragam, ketika agama adalah lambang yang memberikan makna bersama. Di masa itu, migrasi kecil dan besar kian ramai, kian luas, dan hampir di mana saja orang bersua dengan orang lain yang bukan sanak, bukan sekampung. Perbedaan pun tiba-tiba langsung dialami. Apa yang berbeda pun jadi "ganjil", "tak lumrah". Abad ke-20 adalah abad terkesima dan terkejut. Bagi orang Islamyang umumnya tinggal di negeri-negeri miskin, dan berangkat cari hidup ke Amerika, Eropa, Australia, Jepangkisah terkesima dan terkejut itu juga kisah tentang kesempatan yang terbuka dan kekalahan yang menyakitkan. Seraya berangkat meninggalkan bandar, ketika membeli jarum jahit atau jet jumbo, menikmati piano atau film porno, kita tahu: negeri-negeri yang "bukan-muslim" itu bukan saja lebih kaya berabad-abad, tapi juga (seperti kata Marx mengenai kelas borjuis) membentuk wajah dunia mengikuti paras mereka. Terkadang dengan daya tarik yang wajar, terkadang dengan "darah dan besi", terkadang dengan jual-beli. Dan kita? Kita terus-menerus bertanya: bagaimana itu mungkin? Bagaimana itu bisa dilawan, ditandingi, diakhiri? Lalu kita pun menyusun pelbagai narasi besar untuk menjawab. Nasionalisme. Kapitalisme. Sosialisme. Dan kita coba pelbagai bentuk sebagai terapi: demokrasi parlementer, rezim birokratik otoriter, kerajaan tradisional, kerajaan tak begitu tradisional, kediktatoran proletariat, kediktatoran entah-apa. Semuanya tak bisa juga mengatasi rasa "kalah" yang menahun itu. Di dunia Arab, lebih dari di wilayah muslim yang lain, kegagalan itu hampir seutuhnya kepahitan. Israel berdiri, dengan bantuan "Barat" (terutama Amerika Serikat), dan orang Palestina banyak tergusur. Maka "Yahudi" pun berhadapan dengan "Arab". Dalam posisi yang oleng itu, identitas "Arab" pun jadi kemah akbar dari sekian juta manusia di sana, meskipun kita segera tahu bahwa "nasionalisme Arab" adalah cita-cita yang dipanaskan api yang jauh. Dunia "Arab" tak pernah bersatu (mungkin sebagaimana juga dunia "Melayu", atau "Cina", tak pernah bersatu). Nasionalisme Baath dan nasionalisme Nasser bersinar beberapa dasawarsa, mengilhami Qadhafi dan entah siapa lagi, tapi kemudian hasilnya adalah kekuasaan yang otoriter. Kian jauh panggang dari api, kian besar frustrasi. Kemiskinan, ketimpangan sosial, dan ketidakbebasan tetap mencengkeram. Palestina tetap gelap. Kemarahan terbit. Ketika perang melawan Israel justru hanya berakhir dengan kekalahan, ketika kekayaan yang dibawa oleh "petro-ekonomi" ternyata tak juga menyembuhkan luka, amarah itu kian tajam, dan teror pun semakin sering jadi pola aksi pembebasan. Islam tak dengan sendirinya berperan dalam kekerasan ini. Jalan teror yang dipilih orang Palestina tak dimulai oleh mereka yang membawa bendera Islam seperti Hamas dan Al-Qaidah, tapi oleh George Habbas yang Kristen dan Arafat yang muslim, yang tak memilih menerjemahkan konflik itu dengan bahasa agama. Baru di awal tahun 1970-an Islam datang dengan kekerasanketika kemarahan tak juga dapat jalan keluar dan orang merindukan narasi besar yang lain. Sebagai sebuah akar budaya yang meluas, dengan sejarah yang bisa memberikan rasa bangga, wajar bila "Islam" berkibar di wilayah tempat Ka'bah berdiri. Agama ini pun dianggap akan bisa jadi pemecah segala persoalan hidup yang pribadi ataupun yang sosial: sebuah "ideologi", juga sebuah seruan yang dianggap bisa menyatukan manusia dari Kundhus dan Kudus, dari Amman dan Ambon. Usamah bin Ladin adalah sebuah fenomena Timur Tengah yang berulang tapi juga berubah seperti itu: peng-Islam-an konflik regional. Dalam transformasi itu, yang terbatas menjadi meluas, yang profan jadi sakral, yang "duniawi" jadi "suci". Juga perang melawan Amerikayang sebenarnya baru selama 30 tahun terakhir, sejak Revolusi Iran, diberi kedudukan sebagai "Syaitan Besar". Dalam proses itu, "Barat" pun disamakan dengan "Kristen" (seraya melupakan bahwa peradaban "Barat" itu juga dipengaruhi Islam), dan "Israel" pun jadi "Yahudi" (seraya melupakan bahwa ada kelompok religius Yahudi yang menentang berdirinya negara Israel). Sakralisasi itu memang membawa asumsi dan akibatnya sendiri. Pelbagai teladan pengorbanan yang luar biasa terjadi: hidup zuhud di gua-gua, tewas di Amerika, gugur di Afganistan, masuk penjara di Mesir. Tapi sakralisasi juga bisa membawa laku yang mutlak: tak merasa harus bertanggung jawab kepada hukum dalam kebersamaan manusia, yang tumbuh jadi peradaban. Tuhan dan tujuan menghalalkan segala cara. Persoalannya kemudian, apa sebenarnya yang kita lihat pada hidup di dunia ini: sebuah jalan yang marah ke surga? Atau sebuah rahmat, meskipun selamanya cacat? Goenawan Mohamad
Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


The Sahira Hotel Menyambut Zasly Perdana Kusuma sebagai General Manager Baru

1 hari lalu

Zasly Perdana Kusuma, General Manager The Sahira Hotel yang baru,
The Sahira Hotel Menyambut Zasly Perdana Kusuma sebagai General Manager Baru

The Sahira Hotel adalah sebuah akomodasi bintang 4 yang berkonsep madani eksklusif dengan sentuhan nuansa Timur Tengah.


Menhan Israel: Hasil Akhir Perang Gaza akan Berdampak ke Timur Tengah selama Bertahun-tahun

1 hari lalu

Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant berbicara selama konferensi pers bersama dengan Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin di Kementerian Pertahanan Israel di Tel Aviv, Israel 18 Desember 2023. REUTERS/Violeta Santos Moura
Menhan Israel: Hasil Akhir Perang Gaza akan Berdampak ke Timur Tengah selama Bertahun-tahun

Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant mengatakan hasil akhir dari perang di Gaza akan memengaruhi Timur Tengah selama bertahun-tahun.


McDonald's Tutup Seluruh Gerai di Sri Lanka, Bagaimana Bisnis McD Pasca Dihujani Boikot?

2 hari lalu

Logo McDonald. REUTERS/Bazuki Muhammad
McDonald's Tutup Seluruh Gerai di Sri Lanka, Bagaimana Bisnis McD Pasca Dihujani Boikot?

McDonald's tutup seluruh gerainya di Sri Lanka. Bisnis McD di Timur Tengah pun terimbas akibat aksi boikot anti-israel.


5 Pemimpin Negara Muslim dan Timur Tengah yang Ucapkan Selamat Kepada Prabowo

3 hari lalu

Presiden AS Joe Biden berbincang dengan Pangeran Mohammed bin Salman saat mengunjungi Al Salman Palace, di Jeddah, Arab Saudi, 15 Juli 2022. Bandar Algaloud/Courtesy of Saudi Royal Court/Handout via REUTERS
5 Pemimpin Negara Muslim dan Timur Tengah yang Ucapkan Selamat Kepada Prabowo

Raja Salman hingga Presiden Uni Emirat Arab mengucapkan selamat atas kemenangan Prabowo dalam Pemilu 2024.


Al Qaeda Umumkan Kematian Pemimpinnya, Penyebab Masih Misteri

17 hari lalu

Al Qaeda Umumkan Kematian Pemimpinnya, Penyebab Masih Misteri

Al Qaeda Yaman mengumumkan kematian pemimpinnnya. Pemimpin baru telah diumumkan.


Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

17 hari lalu

Film Djakarta 1966. imdb.com
Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

Peristiwa Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar disertai gelombang demo mahasiswa terekam dalam film Djakarta 66 karya Arifin C. Noer


Dampak Boikot, Pewaralaba Starbucks di Timur Tengah Pecat 2.000 Pekerja

21 hari lalu

Seorang pekerja membersihkan jendela kedai kopi Starbucks dari Grafiti bertuliskan,
Dampak Boikot, Pewaralaba Starbucks di Timur Tengah Pecat 2.000 Pekerja

Pemilik waralaba Starbucks di Timur Tengah pada Selasa mengakui bahwa mereka telah mulai memecat sekitar 2.000 pekerja akibat boikot anti-Israel


53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

21 hari lalu

Wartawan Senior TEMPO Fikri Jufri (Kiri) bersama Kepala Pemberitaan Korporat TEMPO Toriq Hadad dan Redaktur Senior TEMPO Goenawan Mohamad dalam acara perayaan Ulang Tahun Komunitas Salihara Ke-4, Jakarta, Minggu (08/07). Komunitas Salihara adalah sebuah kantong budaya yang berkiprah sejak 8 Agustus 2008 dan pusat kesenian multidisiplin swasta pertama di Indonesia yang berlokasi di Jl. Salihara 16, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. TEMPO/Dhemas Reviyanto
53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

Majalah Tempo telah berusia 53 tahuh, pada 6 Maret 2024. Panjang sudah perjalanannya. Berikut profil para pendiri, Goenawan Mohamad (GM) dan lainnya.


53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

22 hari lalu

Goenawan Mohamad dikerumuni wartawan di depan gedung Mahkamah Agung setelah sidang gugatan TEMPO pada Juni 1996. Setelah lengsernya Soeharto pada 1998, majalah Tempo kembali terbit hingga hari ini, bahkan, saat ini Tempo sudah menginjak usianya ke-50. Dok. TEMPO/Rully Kesuma
53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

Hari ini, Majalah Tempo rayakan hari jadinya ke-53. Setidaknya tercatat mengalami dua kali pembredelan pada masa Orde Baru.


Imigrasi Jakarta Selatan Tangkap 3 WNA Yaman Pelaku Penyelundupan Manusia

34 hari lalu

Kepala Divisi Keimigrasian Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM DKI Jakarta Sandi Andaryadi (kiri) bersama Kepala Kantor Imigrasi Jakarta Selatan Felucia Sengky Ratna (kedua kiri) menunjukkan barang bukti di Jakarta, Jumat 23 Februari 2024. ANTARA/Khaerul Izan
Imigrasi Jakarta Selatan Tangkap 3 WNA Yaman Pelaku Penyelundupan Manusia

Imigrasi mengatakan 3 WNA asal Yaman ini dipastikan tidak bekerja sendiri, namun ada juga WNI yang terlibat dalam kasus penyelundupan manusia.