Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Rifangi

Oleh

image-gnews
Iklan
DI daerah pesisir utara Jawa Tengah yang datar dan berdebu, di pertengahan abad ke-19, seseorang menulis sejumlah buku. Ia adalah Haji Mohamad Rifangi. Waktu itu usianya pasti sudah agak lanjut. Ia dilahirkan pada 1786 di wilayah Kendal, beberapa puluh kilometer dari Semarang. Ia juga pasti orang yang berilmu dan berpengikut. Ia anak seorang pengulu, dan itu berarti bukan seorang santri kampung sembarangan. Pada satu tahap dalam riwayatnya, ia berangkat ke Mekah dan bermukim selama delapan tahun. Setelah itu, ia kembali, ke tempat ia dilahirkan. Tapi sikapnya berubah. Ia bentrok dengan para ulama. Baginya, kehidupan beragama sebagaimana yang dilihatnya di sekitarnya itu keliru. Dan ia mengutarakan soal itu dengan keras. Mungkin karena ini, ia sempat difitnah dan masuk penjara. Tapi Rifangi punya nasib baik: setelah istrinya meninggal, ia menikah dengan janda demang yang makmur. Lepas dari penjara, Rifangi pun pindah ke Kalisalak, mendirikan pusat pengajian dan menulis sejumlah buku. Sebagaimana yang diceritakan kembali oleh Prof. Sartono Kartodirdjo dalam bukunya, Protest Movements in Rural Java, Rifangi sebenarnya tak mengumumkan ajaran baru. Karya-karyanya, yang kumpulannya disebut Tarajumah, sejenis bunga rampai terjemahan dari pelbagai kitab. Hanya Haji Mohamad Rifangi menyusunnya dalam bentuk tembang berbahasa Jawa. Toh bunga rampai itu ia pilih dengan kecaman kepada keadaan di sekitar. Para penguasa negeri, di mata Rifangi, berdosa. Para pengulu, pejabat keagamaan resmi, tak mau menuruti perintah menegakkan hukum Allah. Banyak hal menyimpang dari Quran dan Hadis. Maka, orang harus sadar: para bupati dan wedana dan lurah itu tak lain cuma orang-orang munafik. Siapa yang menghamba kepada "raja kafir" dalam hal agama tak lebih baik ketimbang anjing dan babi. Sebagaimana umumnya para "reformis", ada sikap kesucian yang memusuhi praktis siapa saja dalam pendirian Rifangi. Ia memang ingin membawakan suatu kehidupan beragama yang tak tercampur dengan noktah apa pun dari luar doktrin. Tak mengherankan bila Rifangi pun menentang hal-hal seperti wayang dan gamelan. Kita agaknya kenal dengan tipe ini. Dalam riwayat, pelbagai versi Rifanglisme datang dan pergi: perawat-perawat yang gigih yang mencoba mensterilkan ruang sejarah ketika mengarungi waktu. Dalam proses masuk keluar debu dan lumpur ini, dalam kendaraan yang terguncang-guncang, tiap kita diharapkan tetap murni, bersih. Untuk itu surga menunggu. Juga keselamatan di dunia. Dalam Kitab Nalam Wikayah, salah satu karyanya, Haji Mohamad Rifangi menggambarkan hal itu: sebuah "Tanah Jawa" yang makmur, tanpa begal dan penyamun, pencuri dan pendurhaka. Tak ayal, para pengikut berkerumun di sekitar Kiai Kalisalak. Pertengahan abad ke-19 dan seterusnya, Jawa memang resah. Masa kolonial telah mempertemukan kakek-nenek kita itu dengan lingkungan budaya yang telah retak batas-batasnya. Ada kekuatan yang asing, ada kekuasaan yang terasa menekan dan tak akrab. Ada orientasi yang berubah, ada bentuk-bentuk kebahagiaan baru yang tak mudah dicapai atau mencemaskan. Ada frustrasi, ada penasaran. Ada kebutuhan akan ketenteraman batin, sejenis kepastian dan jaminan, di tengah perubahan sosial-budaya yang tak tenteram. Tak mengherankan bila abad ke-19 dan sesudahnya adalah zaman konflik, dan karya seperti Protest Movements in Rural Java selalu layak dibaca kembali bila konflik sejenis itu, yang sering memakai bendera Islam, meletup. Haji Rifangi adalah salah satu gejalanya. Dimakmumi oleh para penduduk pedesaan Kedu dan Pekalongan, ia dengan segera dikenal sebagai pemimpin ngelmu Kalisalak. Para santrinya, disebut santri Budiah, memisahkan diri dari muslimin lain. Mereka bukan saja tak menonton wayang; juga tak mau bersembahyang jemaah di masjid, dan--menurut laporan Residen Pekalongan--mereka menolak kawin di depan penghulu. Para wanita mereka tak keluar ke tempat umum, dan di luar kalangan mereka, tampaknya yang ada hanya kaum yang sesat. Haji Mohamad Rifangi memang gencar menyerang--khususnya para pejabat keagamaan gubernemen. Tak mengherankan bila Rifangi beberapa kali diusulkan, antara lain oleh Bupati Batang, untuk disingkirkan. Dan benar: pada 1859, pengusik itu dibuang ke Ambon. Ia mungkin dianggap suatu ancaman yang bisa mengganggu ketertiban--meskipun Rifangi tak pernah angkat golok, dan tak suatu pun terjadi ketika pengikutnya tetap jadi santri Budiah setelah sang guru tak ada. Rifangi memang bukan pemberontak. Ia hanya pemimpin suatu gerakan "sektarian", seperti dikatakan sejarawan Sartono, tokoh kelompok yang memisahkan diri, seorang yang merasa paling di depan dalam menjaga kemurnian agama. Ia layak dihormati. Tapi tak berarti ia bisa selamanya diikuti. Dalam Protest Movements in Rural Java, ada disebut suatu "saat dramatik" ketika Rifangi berdebat, di depan umum, tentang agama, dengan seorang penghulu. Ia "kalah". Kita tak tahu bagaimana isi debat besar itu, dan bagaimana ia kalah. Tapi siapa tahu sang penghulu bisa meyakinkan kekhilafannya: Iman lebih kaya ketimbang kemurnian. Iman adalah bianglala yang semarak. Rifangi hanya menawarkan sehelai pembalut putih yang steril, tapi manusia bukan cetakan tunggal mumi Adam di atas bumi, yang ditaruh dalam gelas, tanpa sejarah, tanpa ketelanjuran kebudayaan. Goenawan Mohamad
Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

17 hari lalu

Film Djakarta 1966. imdb.com
Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

Peristiwa Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar disertai gelombang demo mahasiswa terekam dalam film Djakarta 66 karya Arifin C. Noer


53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

22 hari lalu

Wartawan Senior TEMPO Fikri Jufri (Kiri) bersama Kepala Pemberitaan Korporat TEMPO Toriq Hadad dan Redaktur Senior TEMPO Goenawan Mohamad dalam acara perayaan Ulang Tahun Komunitas Salihara Ke-4, Jakarta, Minggu (08/07). Komunitas Salihara adalah sebuah kantong budaya yang berkiprah sejak 8 Agustus 2008 dan pusat kesenian multidisiplin swasta pertama di Indonesia yang berlokasi di Jl. Salihara 16, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. TEMPO/Dhemas Reviyanto
53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

Majalah Tempo telah berusia 53 tahuh, pada 6 Maret 2024. Panjang sudah perjalanannya. Berikut profil para pendiri, Goenawan Mohamad (GM) dan lainnya.


53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

22 hari lalu

Goenawan Mohamad dikerumuni wartawan di depan gedung Mahkamah Agung setelah sidang gugatan TEMPO pada Juni 1996. Setelah lengsernya Soeharto pada 1998, majalah Tempo kembali terbit hingga hari ini, bahkan, saat ini Tempo sudah menginjak usianya ke-50. Dok. TEMPO/Rully Kesuma
53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

Hari ini, Majalah Tempo rayakan hari jadinya ke-53. Setidaknya tercatat mengalami dua kali pembredelan pada masa Orde Baru.


Goenawan Mohamad Sebut Jokowi Tak Paham Reformasi, Merusak MA hingga Konstitusi

48 hari lalu

Sastrawan Goenawan Mohamad dalam acara peluncuran buku
Goenawan Mohamad Sebut Jokowi Tak Paham Reformasi, Merusak MA hingga Konstitusi

Pendiri Majalah Tempo Goenawan Mohamad atau GM menilai pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat ini seolah pemerintahan Orde Baru.


Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya

48 hari lalu

Sastrawan Goenawan Mohamad dalam acara peluncuran buku
Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya

Budayawan Goenawan Mohamad bilang ia tak jadi golput, apa alasannya? "Tanah Air sedang menghadapi kezaliman yang sistematis dan terstruktur," katanya.


ArtSociates Gelar Pameran Goenawan Mohamad di Galeri Lawangwangi Bandung

54 hari lalu

Pengunjung melihat karya-karya Goenawan Mohamad dalam pameran tunggalnya di Lawangwangi Creative Space bertajuk Sejauh Ini... di Bandung, Jawa Barat, 2 Februari 2024. Sastrawan, budayawan, sekaligus pendiri Majalah Tempo ini memamerkan lebih dari 100 karya seni rupa yang dibuat sejak tahun 2016 sampai 2024. TEMPo/Prima mulia
ArtSociates Gelar Pameran Goenawan Mohamad di Galeri Lawangwangi Bandung

Karya Goenawan Mohamad yang ditampilkan berupa sketsa drawing atau gambar, seni grafis, lukisan, artist book, dan obyek wayang produksi 2016-2024.


Jelang Masa Kampanye Pemilu 2024, Forum Lintas Generasi Buat Seruan Jembatan Serong

27 November 2023

Ilustrasi Pemilu. ANTARA
Jelang Masa Kampanye Pemilu 2024, Forum Lintas Generasi Buat Seruan Jembatan Serong

Forum Lintas Generasi meminta masyarakat bersuara jujur dan jernih dalam Pemilu 2024.


Ratusan Tokoh Deklarasikan Gerakan Masyarakat untuk Kawal Pemilu 2024: Dari Goenawan Mohamad hingga Ketua BEM UI

21 November 2023

Sejumlah orang dari berbagai latar belakang mendeklarasikan gerakan masyarakat untuk mengawasi Pemilu 2024. Gerakan yang dinamai JagaPemilu itu diumumkan di Hotel JS Luwansa, Jakarta Pusat pada Selasa, 21 November 2023. TEMPO/Sultan Abdurrahman
Ratusan Tokoh Deklarasikan Gerakan Masyarakat untuk Kawal Pemilu 2024: Dari Goenawan Mohamad hingga Ketua BEM UI

Gerakan tersebut diawali dari kepedulian sekelompok orang yang tidak berpartai dan independen terhadap perhelatan Pemilu 2024.


Fakta-fakta Para Tokoh Bangsa Temui Gus Mus Soal Mahkamah Konstitusi

14 November 2023

Gedung Mahkamah Konstitusi. TEMPO/MAGANG/MUHAMMAD FAHRUR ROZI.
Fakta-fakta Para Tokoh Bangsa Temui Gus Mus Soal Mahkamah Konstitusi

Aliansi yang tergabung dalam Majelis Permusyawaratan Rembang itu menyampaikan keprihatinan mereka ihwal merosotnya Mahkamah Konstitusi atau MK.


Goenawan Mohamad Sebut Banyak Kebohongan Diucapkan Presiden Jokowi

12 November 2023

Budayawan Goenawan Mohamad hadiri pembukaan pameran 25 Tahun Reformas!h In Absentia di Yayasan Riset Visual mataWaktu, Jakarta, Rabu, 17 Mei 2023. Pameran yang menampilkan kumpulan foto arsip, seni instalasi dan grafis tersebut digelar dalam rangka merefleksikan seperempat abad gerakan reformasi di Indonesia, pameran berlangsung hingga 17 Juni mendatang. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Goenawan Mohamad Sebut Banyak Kebohongan Diucapkan Presiden Jokowi

Goenawan Mohamad menyebut pilpres mendatang berlangsung dalam situasi mencemaskan karena aturan bersama mulai dibongkar-bongkar.