Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Soroush

Oleh

image-gnews
Iklan
Abdulkarim Soroush kini berumur 56 tahun. Seorang wartawan Amerika, Robin Wright dari Los Angeles Times, pada 1995 menyebutnya sebagai "Luther Islam". Tidak tepat, memang: Soroush tidak melahirkan sebuah kekuatan iman dan politik yang tersendiri seperti Martin Luther. Pada abad ke-16, di Jerman, Luther menggerakkan Protestantisme dengan sambutan yang meluas cepat, dan guncangan terjadi bukan saja di tubuh Geraja, tapi juga di seluruh Eropa. Di tanah airnya, Iran, Soroush memang sebuah suara yang membangkang kungkungan doktriner dan kelembagaan agama. Dalam buku Charles Kurzman Liberal Islam: A Source Book, yang memuat serangkaian ide pemikir Islam yang ia sebut "liberal"antara lain Moh. Natsir dan Nurcholish Madjid dari Indonesia disebutkan bagaimana Soroush mendapat ancaman untuk dibunuh, bahkan dua kali diserang secara fisik; suaranya terasa terlalu tajam menggugat keadaan pemikiran Iran pasca-Revolusi. Tapi, karena tendensinya yang lebih reflektif, juga mungkin karena semangatnya yang dekat kepada puisi Sa'di dan Rummi, pengaruh Soroush tidak eksplosif. Soroush juga bukan Luther karena Islam tidak mengenal lembaga kerohanian seperti Vatikan. Islam hanya mengenal bayang-bayang kegerejaan: sesuatu yang tak jelas strukturnya, namun mempengaruhi dan membuat waswas dan gentar laku dan pikiran para ulama dan para cendekiawanse-suatu yang bertolak dari ide tentang umat yang tunggal dan melintasi ruang dan waktu lantaran ajaran yang membentuknya. Di Iran bayang-bayang ini sering diwakili oleh velayat-e faqih, wali penjaga hukum agama. Tapi para ayatullah tak pernah membentuk sebuah monolit, dan negosiasi masih mungkin untuk tidak usah sepakat. Soroush adalah contoh dari proses negosiasi itu. Ia ikut dalam barisan Ayatullah Khomeini dalam Revolusi Iran. Ia bahkan pernah ikut dalam dewan penasihat untuk "membersihkan" universitas dari unsur-unsur "non-Islam" sebelum lembaga pendidikan itu boleh dibuka kembali. Ia kemudian berhenti dari sana memang, namun ia bukannya seorang intelektual yang dianggap "orang luar". Mahmoud Sadri dan Ahmad Sadri mengumpulkan karya Soroush dan menerjemahkannya dalam Reason, Freedom, and Democracy in Islam, dan menggambarkan keistimewaan pemikir ini sebagai satu kombinasi yang langka: ia punya pemahaman atas hukum Islam tradisional dan juga ia punya dasar ilmu eksakta serta sastra dan humaniora. Bukunya tentang puisi sufi Rummi dianggap sebagai salah satu yang paling berwibawa di bidang itu. Tapi dari Rummi pula ia memasuki wilayah yang berbahaya. Ia, yang pernah mengagumi Al Ghazali, akhirnya menyimpulkan bahwa ada tasawuf yang didasarkan pada rasa takut, tapi, seperti yang dibawakan oleh Al Ghazali, ada pula yang berdasarkan cinta, seperti yang dialunkan oleh Rummi. "Akhirnya saya sadar bahwa ada yang disebut agama individual, yang gurunya adalah Rummi, dan ada agama yang disebut sebagai sebuah agama kolektif yang diajarkan oleh fikih dan syariah, dan merupakan wilayah Al Ghazali," kata Soroush dalam percakapan dengan Mahmoud Sadri dan Ahmad Sadri. Agama kolektif itulah yang jadi kian tampak setelah Revolusi Iranyang kemudian juga berkembang di tempat lain sebagai, dalam kata-kata Soroush, "Islam identitas", yang berbeda dengan "Islam kebenaran". Dalam suasana itu, suatu usaha untuk mengideologikan Islam bergelora. Di situ pulalah Ali Shari'ati, pemikir yang terkenal dari masa menjelang dan sesudah Revolusiyang tulisannya dikagumi kalangan Islam generasi muda, juga di Indonesiamengambil peran penting. Soroush tidak merasa jenak. Baginya ada satu alternatif lain, yang ia sebut sebagai "perluasan dan penyempitan tafsir". Ia menyuarakan keniscayaan pluralitas. Baginya kebenaran dari mana pun "kompatibel". Tak ada kebenaran yang bentrok dengan kebenaran lain. "Mereka semua penghuni dari rumah yang sama, dan bintang dari gugus yang sama." Kita tak mungkin memiliki semua kebenaran, dan kita membutuhkan tempat lain serta orang lain untuk membantu membuka aspek yang berbeda dari kebenaran itu: "pengetahuan keagamaan secara keseluruhan adalah campuran yang benar, yang salah, yang lama, dan yang baru yang mengalir seperti di dalam sebuah sungai besar," kata Soroush. Maka, sebagaimana direnungkan oleh Ahmad Wahib di Indonesia hampir seperemat abad sebelum dia, bagi Soroush Islam bukanlah, dan tak seharusnya jadi, sebuah ideologisesuatu yang diasumsikan bisa menjelaskan segala hal, membimbing segala ihwal. "Shari'ati ingin agama lebih gemuk, tapi saya ingin agama lebih ramping," kata Soroush. Di sini saya teringat sepucuk surat. Ahmad Sahal (se-orang cendekiawan muda yang datang dari pesantren Jawa Tengah dan di Jakarta menelaah filsafat Adorno) menjelaskan kepada saya apa yang dimaksudkannya dengan "Islam liberal". Sebagaimana paham liberal dalam politik menghendaki negara hadir seperlunya saja dalam mengatur hidup keseharian, begitulah katanya, maka paham liberal dalam agama juga menghendaki agar agama tak menguasai seluruh liku-liku kehidupan itu dari A sampai Z. Dalam keadaan ramping, agama bisa lebih menarik, lebih mengilhami, bukannya memberati. "Penyakit terbesar agama adalah bahwa ia kian gemuk, bahkan kian membengkak," kata Soroush. Goenawan Mohamad
Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


MK Terima 52 Amicus Curiae Terhadap Sengketa Pilpres 2024, Berapa Amicus Curiae yang Akan Dipakai?

2 hari lalu

Perwakilan dari tiga ratus guru besar, akademisi dan masyarakat sipil, Sulistyowari Iriani (kanan) dan Ubedilah Badrun memberikan keterangan pers saat menyampaikan berkas Amicus Curiae terkait kasus Perkara Nomor 1/PHPU.PRES/XXII/2024 dan Perkara Nomor 2/PHPU.PRES/XXII/2024 perihal Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2024 kepada Mahkamah Konstitusi (MK) di Gedung 2 MK, Jakarta, Kamis, 28 Maret 2024. TEMPO/Subekti
MK Terima 52 Amicus Curiae Terhadap Sengketa Pilpres 2024, Berapa Amicus Curiae yang Akan Dipakai?

Hakim MK telah memutuskan hanya 14 amicus curiae, yang dikirimkan ke MK sebelum 16 April 2024 pukul 16.00 WIB yang akan didalami di sengketa Pilpres.


Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

43 hari lalu

Film Djakarta 1966. imdb.com
Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

Peristiwa Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar disertai gelombang demo mahasiswa terekam dalam film Djakarta 66 karya Arifin C. Noer


53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

48 hari lalu

Wartawan Senior TEMPO Fikri Jufri (Kiri) bersama Kepala Pemberitaan Korporat TEMPO Toriq Hadad dan Redaktur Senior TEMPO Goenawan Mohamad dalam acara perayaan Ulang Tahun Komunitas Salihara Ke-4, Jakarta, Minggu (08/07). Komunitas Salihara adalah sebuah kantong budaya yang berkiprah sejak 8 Agustus 2008 dan pusat kesenian multidisiplin swasta pertama di Indonesia yang berlokasi di Jl. Salihara 16, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. TEMPO/Dhemas Reviyanto
53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

Majalah Tempo telah berusia 53 tahuh, pada 6 Maret 2024. Panjang sudah perjalanannya. Berikut profil para pendiri, Goenawan Mohamad (GM) dan lainnya.


53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

48 hari lalu

Goenawan Mohamad dikerumuni wartawan di depan gedung Mahkamah Agung setelah sidang gugatan TEMPO pada Juni 1996. Setelah lengsernya Soeharto pada 1998, majalah Tempo kembali terbit hingga hari ini, bahkan, saat ini Tempo sudah menginjak usianya ke-50. Dok. TEMPO/Rully Kesuma
53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

Hari ini, Majalah Tempo rayakan hari jadinya ke-53. Setidaknya tercatat mengalami dua kali pembredelan pada masa Orde Baru.


Goenawan Mohamad Sebut Jokowi Tak Paham Reformasi, Merusak MA hingga Konstitusi

9 Februari 2024

Sastrawan Goenawan Mohamad dalam acara peluncuran buku
Goenawan Mohamad Sebut Jokowi Tak Paham Reformasi, Merusak MA hingga Konstitusi

Pendiri Majalah Tempo Goenawan Mohamad atau GM menilai pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat ini seolah pemerintahan Orde Baru.


Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya

9 Februari 2024

Sastrawan Goenawan Mohamad dalam acara peluncuran buku
Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya

Budayawan Goenawan Mohamad bilang ia tak jadi golput, apa alasannya? "Tanah Air sedang menghadapi kezaliman yang sistematis dan terstruktur," katanya.


ArtSociates Gelar Pameran Goenawan Mohamad di Galeri Lawangwangi Bandung

2 Februari 2024

Pengunjung melihat karya-karya Goenawan Mohamad dalam pameran tunggalnya di Lawangwangi Creative Space bertajuk Sejauh Ini... di Bandung, Jawa Barat, 2 Februari 2024. Sastrawan, budayawan, sekaligus pendiri Majalah Tempo ini memamerkan lebih dari 100 karya seni rupa yang dibuat sejak tahun 2016 sampai 2024. TEMPo/Prima mulia
ArtSociates Gelar Pameran Goenawan Mohamad di Galeri Lawangwangi Bandung

Karya Goenawan Mohamad yang ditampilkan berupa sketsa drawing atau gambar, seni grafis, lukisan, artist book, dan obyek wayang produksi 2016-2024.


Jelang Masa Kampanye Pemilu 2024, Forum Lintas Generasi Buat Seruan Jembatan Serong

27 November 2023

Ilustrasi Pemilu. ANTARA
Jelang Masa Kampanye Pemilu 2024, Forum Lintas Generasi Buat Seruan Jembatan Serong

Forum Lintas Generasi meminta masyarakat bersuara jujur dan jernih dalam Pemilu 2024.


Ratusan Tokoh Deklarasikan Gerakan Masyarakat untuk Kawal Pemilu 2024: Dari Goenawan Mohamad hingga Ketua BEM UI

21 November 2023

Sejumlah orang dari berbagai latar belakang mendeklarasikan gerakan masyarakat untuk mengawasi Pemilu 2024. Gerakan yang dinamai JagaPemilu itu diumumkan di Hotel JS Luwansa, Jakarta Pusat pada Selasa, 21 November 2023. TEMPO/Sultan Abdurrahman
Ratusan Tokoh Deklarasikan Gerakan Masyarakat untuk Kawal Pemilu 2024: Dari Goenawan Mohamad hingga Ketua BEM UI

Gerakan tersebut diawali dari kepedulian sekelompok orang yang tidak berpartai dan independen terhadap perhelatan Pemilu 2024.


Fakta-fakta Para Tokoh Bangsa Temui Gus Mus Soal Mahkamah Konstitusi

14 November 2023

Gedung Mahkamah Konstitusi. TEMPO/MAGANG/MUHAMMAD FAHRUR ROZI.
Fakta-fakta Para Tokoh Bangsa Temui Gus Mus Soal Mahkamah Konstitusi

Aliansi yang tergabung dalam Majelis Permusyawaratan Rembang itu menyampaikan keprihatinan mereka ihwal merosotnya Mahkamah Konstitusi atau MK.