Pelaporan dana kampanye pemilihan umum mengalami kemajuan. Partai politik dan calon anggota Dewan Perwakilan Daerah kini melaporkannya ke Komisi Pemilihan Umum secara bertahap. Kendati begitu, masih terbuka celah yang memungkinkan calon legislator tidak melaporkannya secara jujur.
Saat ini pelaporan sudah memasuki tahap kedua. Laporan tahap pertama telah dilakukan pada Desember 2013. Pada April nanti, semua partai politik peserta pemilu dan calon anggota Dewan Perwakilan Daerah harus menyerahkan laporan akhir kepada akuntan publik yang ditunjuk KPU.
Masalahnya, perbaikan mekanisme itu tidak diikuti peningkatan kualitas laporan. Masih ada partai politik yang menutup-nutupi identitas penyumbang. Transparency International menemukan hampir semua partai politik membuat laporan yang tidak sesuai dengan standar, terutama berkaitan dengan identitas penyumbang.
Banyak pula partai yang hanya melaporkan sebagian dana kampanye calonnya kepada KPU. Partai Demokrat, misalnya, baru mengirim laporan dana kampanye dari 520 calon anggota DPR. Padahal partai ini memiliki 560 calon anggota DPR. Alasannya, sebagian calon belum melaporkan dana kampanye mereka ke partai. Tak lengkapnya laporan dana kampanye yang dikirim partai juga terjadi di KPU provinsi dan kabupaten.
Para calon seolah memanfaatkan kelemahan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Undang-undang ini menekankan soal tanggung jawab pelaporan dana kampanye pada partai sebagai peserta pemilu, bukan pada calon legislator. Itu sebabnya, yang mendapat sanksi atas pelanggaran aturan dana kampanye adalah partai, bukan calon legislator.
Ambil contoh aturan mengenai jumlah sumbangan maksimal oleh perusahaan atau perorangan. Pelanggaran terhadap ketentuan ini tidak berdampak apa pun bagi calon legislator. Sanksi hanya bisa diberikan kepada partai dan penyumbang. Tak ada hukuman pula bagi calon yang tidak melaporkan seluruh dana yang digunakan untuk kampanye.
Undang-Undang Pemilu juga tidak menegaskan kewajiban bagi calon untuk melaporkan dana kampanye kepada partai. Kewajiban ini hanya diatur dalam Peraturan KPU sehingga tak memungkinkan adanya sanksi yang tegas bila ada pelanggaran. Kalau perlu sanksi berat, semestinya diatur dalam undang-undang.
Kita bisa saja berharap Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan ikut mengawasi aliran dana kampanye dan melacak asal-usulnya. Bisa saja dana itu berasal dari hasil korupsi. Tapi, masalahnya, aliran dana kampanye itu akan sulit terendus karena sebagian besar akan dilakukan lewat transaksi tunai. Apalagi tak ada kewajiban bagi calon legislator menyerahkan nomor rekening ke KPU. Kewajiban ini hanya berlaku bagi calon anggota DPD.
Semua kelemahan itu bisa menjadi bahan untuk merevisi Undang-Undang Pemilu. Percuma KPU menyiapkan mekanisme yang rapi mengenai pelaporan dana kampanye jika tak ada sanksi bagi calon legislator yang melanggar.