Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Dengan Tiga Antidot

Oleh

image-gnews
Iklan
Sebuah tahun lagi di milenium ini akan berakhir, tapi bukan sejarah. Saya selalu merasa ada sesuatu yang ganjil dalam argumen Francis Fukuyama yang termasyhur itu bahwa, sejak satu dasawarsa yang lalu, kita tiba di "akhir sejarah". Harus dikatakan di sini bahwa ia tak mengatakannya dengan tempik sorak. Komunisme memang gagal. Tapi justru itu kini tak ada lagi pergulatan untuk perubahan besarkecuali usaha memperbaiki sistem yang ada, seperti memperbaiki rumah yang telah siap, berdikit-dikit, di sana-sini. Modernitas, bagi Fukuyama, tak akan mungkin ditarik kembali ke gudang tua. Menara Kembar di World Trade Center New York itusebuah lambang modernitas yang muluk menjulangmemang dihancurkan, dan beribu-ribu orang yang merasa berumah di sebuah dunia "pra-modern" bertepuk tangan. Tapi, di luar demokrasi liberal dan ekonomi pasar, tak tampak ada alternatif lain yang bisa diandalkan. Dengan teror dan kekerasan ataupun dengan pidato dan pemilihan, tak ada. Komunisme pasti bukan, dan Islam entah. Fukuyama memang dapat meyakinkan, jika kita lihat betapa besar bondongan orang yang mengarungi ruang dan waktu untuk menikmati buah kapitalismesejak para buruh tamu yang datang menghambur ke Eropa dan Amerika Serikat dari Turki dan Filipina, sampai dengan para penikmat komoditi di pelosok Asia dan Afrika. Tapi saya terkadang bertanya-tanya: benarkah sejarah sebuah progresi garis-lurus? Benarkah modernitas tak selamanya mengandung dalam dirinya sesuatu yang menentangnya, atau tampak menentangnya? Bagaimanapun, modernitas mengandung janji pembebasan. Tapi ia juga menyemaikan kemandekan; ia menuai melankoli. Max Weber sudah memperhitungkan akan datangnya sebuah "kandang besi", dan Fukuyama sendiri menyebut bahwa "akhir dari sejarah" adalah "saat yang sangat sedih". Apa yang berani, nekat, imajinatif, dan idealistis lambat-laun akan digantikan oleh "perhitungan ekonomi". Getar dan gairah akan kikis. Dalam masa "pasca-sejarah", kata Fukuyama, "tak akan ada seni dan filsafat, cuma perawatan terus-menerus atas museum tambo manusia." Tapi mungkin sebab itulah modernitas mengandung penangkalnya sendiri. Ada tiga tokoh yangdalam perbedaan antarmerekaagaknya merupakan contoh bagaimana antidot semacam itu bekerja. Yang pertama adalah Che Guevara. Ia yang ditangkap dan ditembak mati oleh tentara Bolivia di tahun 1967 adalah orang yang memilih: ia meninggalkan hidup nyaman seorang dokter, melepas hidup tenang seorang anggota keluarga Argentina yang mapan; ia pergi untuk terus berada dalam revolusi. Ketika Revolusi Kuba berhasil menang secara politik, ia menolak untuk menikmatinya. Ia meninggalkan Havana, meninggalkan posisinya sebagai menteri, dan kembali mengarungi hutan: menggerakkan petani, memimpin gerilya, mengubah dunia. Ia gagal. Tapi ia jadi lambang perlawanan tanpa kendat terhadap kapitalisme, juga simbol keberanian dan imajinasi yang tak betah hidup dengan hanya perhitungan ekonomi. Ia menolak sejarah berakhir dalam bentuk seperti Amerika Serikat: sebuah ekonomi yang selalu dirundung kepincangan sosial, sebuah politik yang tak bisa mengguncang kepincangan itu dengan gerak yang dramatik. Che justru sebuah antidot karena ia adalah gerak dramatik itu sendirihidupnya, kematiannya. Tokoh yang kedua adalah Mishima Yukio. Di tahun 1970 novelis termasyhur ini juga menjadi sebuah guncangan: bersama para anggota Tatenokai yang didirikannya dan dibiayainyapara pemuda yang berlatih ketahanan dan keterampilan fisik serta seni bela diriia menyerbu sebuah pos militer di Tokyo. Ia berhasil menguasai kantor komandan, mengikat perwira itu di kursinya, dan dengan tenang, di depan tahanannya itu, ia merobek perutnya sendiri dengan pedang, untuk kemudian diakhiri dengan ritual yang tak kalah mengerikan: seorang pembantunya telah siap berdiri di sampingnya dan, dengan pedang terhunus, memenggal leher Mishima. Ketika pemuda itu tak cukup kuat menetakkan samurainya, seorang anggota Tatenokai lain bertindak. Darah Mishima membanjir. Ia mati dalam sebuah protes, dengan rasa masygul yang telah tampak dalam novel empat jilidnya, Laut Kesuburan, karena Jepang telah kehilangan keindahan dan kegagahannya yang lama. Bagi Mishima, negeri ini telah tenggelam dalam rutinitas politik dan ekonomi modern, yang menghitung, menghitung, menghitung, tanpa keberanian, kesetiaan, dan pengorbanan dalam tingkat yang paling ekstrem. Tokoh yang ketiga adalah Usamah bin Ladin. Orang Amerika menganggapnya sebagai "iblis" (Presiden Bush memanggilnya "the evil one"), tapi banyak orang di Timur Tengah dan Asia Selatan menganggapnya sebagai pahlawan. Yossef Bodansky, Direktur Satuan Tugas tentang Terorisme dan Perang Non-Konvensional dari Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat, menulis sebuah telaah tentang miliarwan Saudi ini dalam Bin Laden, The Man Who Declared War on America, dan yang tampil dari sana bukan hanya sebuah potret buruk: Bin Ladin bukan saja mempunyai reputasi dalam keberanian bertempur melawan tentara Uni Soviet di Afganistan di pertengahan 1980-andan pulang ke Arab Saudi sebagai pahlawantapi juga seorang yang dengan pengalamannya di bidang bisnis konstruksi bisa secara efektif menyelesaikan keruwetan keuangan pemerintah Islam Sudan. Ia juga pandai mendirikan prasarana untuk latihan kemiliteran bagi gerakan Islam yang didukungnya, dan dialah yang membangun dan meremajakan Kota Kandahar, yang rusak oleh peperangan. Terlalu sederhana untuk mengatakan bahwa Usamah pribadi, yang tinggal di gua-gua Tora Bora, memilih hidup sebagai penangkal arus modernitas. Konon ia ingin sebuah masyarakat yang hidup kembali seperti di zaman Rasulullah di abad ke-6. Tapi apa pun bayangan masa depan dan masa lalunya, yang pasti musuh utamanya Amerika Serikat, sebuah kekuatan yang kian dibenci amat sengit setelah Perang Teluk di tahun 1991. Dalam posisi itu, Usamah jadi lambang yang dibutuhkan oleh sebuah dunia yang hendak mengalahkan kekuasaan uang dan teknologi dengan apa yang disebut Fukuyama sebagai "nekat, keberanian, imajinasi, dan idealisme". Bodansky menceritakan dalam bukunya bagaimana Bin Ladin, waktu itu usianya baru sekitar 29, memimpin satu satuan tempur di Shaban, di Provinsi Paktia, Afganistan, di tahun 1987. Ia berhasil menyerbu posisi tentara Soviet dengan pertempuran satu lawan satu. Sampai saat terakhir, ia masih membawa senapan Kalashnikov yang konon diambilnya dari seorang jenderal Soviet yang tewas di Shaban. "Ia menjadi tambah tak mengenal takut setelah Paktia," kata seorang kenalannya sebagaimana dikutip Bodansky. Usamah berharap bertempur sampai titik darah terakhir, "dan mati secara agung". Mati secara agungyang terjadi dengan Che yang gugur, yang dilakukan oleh Mishima dengan seppuku, yang diinginkan Bin Ladin di pegunungan dingin Tora Boramemang sesuatu yang tak akan terjadi dalam sistem yang meniscayakan hukum dan tiadanya kekerasan. Sebab itu, bagi gairah seperti ini, demokrasi macam Amerika dan Inggris terkadang tak terasa seru. Regis Debray, cendekiawan sosialis terkenal Prancis yang pernah ikut bergerilya bersama Guevara, mengeluh tentang keadaan demokrasi Prancis yang mulai mirip sistem Anglo-Saxon itu: "Gairah pada umumnya telah mati," tulisnya di sebuah buku yang terbit di tahun 1989. "Masyarakat" telah menggantikan "nasion", katanya pula. "Tiap kita menemukan diri kita bersendiri, kemudian, hilang dalam sebuah kelimun individu yang semuanya serupa dalam hasrat mereka untuk tak mirip satu sama lain. Kembali-ke-individu merupakan tujuan luhur. Narsisme." Tapi narsisme juga bisa mengambil bentuk dalam "mati secara agung" yang tak ada dalam etos demokrasi liberal. Bergabung dengan gairah, tekad, dan keberanian, seorang yang menghendaki eksit yang dramatis adalah seorang pahlawan yang melihat dirinya sendiri sebagai sosok yang mengagumkan dan menggetarkan. Tapi dengan demikian ia juga membawa sebuah niat yang mencemaskan, terutama jika kita ingat kata-kata tokoh Galileo dalam lakon Bertold Brecht: "Sungguh malang sebuah negeri yang membutuhkan pahlawan." Pahlawan jadi penting ketika orang kebanyakan menjadi tak penting. Memang ada melankoli dalam kalimat Brecht, tapi saya kira bukan karena sejarah berakhir, melainkan karena wajah ganda modernitas yang tak akan selesai: selalu ada dalam dirinya sendiri daya yang mengelak, yang menentang, biarpun mungkin sia-sia, dan tak selamanya membuat hidup menjadi lebih baik. Antidot, dalam pelbagai kasus, juga bisa membawa racun. Goenawan Mohamad
Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Demi Konten, Turis di Cina Mempertaruhkan Nyawanya Bergelantungan di Tebing

1 detik lalu

Paiya Mountain, Cina (dpxq.gov.cn)
Demi Konten, Turis di Cina Mempertaruhkan Nyawanya Bergelantungan di Tebing

Warganet menyayangkan sikap turis di Cina tersebut karena tidak hanya membahayakan diri sendiri tetapi juga pihak lain.


Kasus Anggota TNI Dikeroyok, Kapolres Metro Jakarta Pusat: Ada Tersangka Baru

3 menit lalu

Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Polisi Susatyo Purnomo Condro sambil berhadapan dengan massa di Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Selasa, 21 Februari 2023. ANTARA/Siti Nurhaliza
Kasus Anggota TNI Dikeroyok, Kapolres Metro Jakarta Pusat: Ada Tersangka Baru

Insiden bermula saat seorang pedagang di Pasar Cikini, Menteng, diperas tiga pria. Pedagang ini mengadukan pemalakan itu kepada putranya, anggota TNI.


Persija Jakarta Kembali Diperkuat 3 Pemain Timnas Indonesia saat Hadapi Bali United di Liga 1 Pekan Ke-30

5 menit lalu

Pemain timnas Indonesia Rizky Ridho. ANTARA FOTO/Galih Pradipta
Persija Jakarta Kembali Diperkuat 3 Pemain Timnas Indonesia saat Hadapi Bali United di Liga 1 Pekan Ke-30

Tiga pemain Timnas Indonesia yang berlaga untuk Kualifikasi Piala Dunia 2026 sudah kembali merapat memperkuat Persija Jakarta melawan Bali United.


Perjalanan Karier Park Hang-seo yang Dirumorkan Kembali Melatih Timnas Vietnam

6 menit lalu

Park Hang-seo turut mendampingi timnas Vietnam saat membuat kejutan dengan berhasil lolos ke final Piala Asia U-23 pada 2018. Hal itu merupakan sejarah bagi Vietnam lantaran baru pertama kali mencapai partai final Piala Asia U-23. Namun, Vietnam harus rela tersingkir setelah dikalahkan Uzbekistan dengan skor 1-2. Foto: VFF
Perjalanan Karier Park Hang-seo yang Dirumorkan Kembali Melatih Timnas Vietnam

Nama Park Hang-seo muncul dalam kandidat pengganti pelatih timnas Vietnam, Philippe Troussier


Rusia Minta Ada Cara Baru untuk Atasi Masalah di Semenanjung Korea

7 menit lalu

Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un mengunjungi Vladivostok dan mengunjungi berbagai lokasi, termasuk Universitas Federal Timur Jauh, Akuarium Primorsky, dan Pabrik Bio-Feed Arnika, selama kunjungannya ke Rusia pada 17 September 2023, dalam gambar yang dirilis oleh Kantor Berita Pusat Korea pada tanggal 18 September 2023. Dalam kunjungannya Kim Jong Un juga memeriksa pabrik jet tempur Rusia yang berada di bawah sanksi Barat, pembom strategis berkemampuan nuklir, rudal hipersonik, dan kapal perang pekan lalu. KCNA via REUTERS
Rusia Minta Ada Cara Baru untuk Atasi Masalah di Semenanjung Korea

Rusia juga menuduh Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya telah menaikkan ketegangan militer di kawasan Asia dan berupaya mencekik Korea Utara.


CekFakta #253 CrowdTangle, Alat Pantau Disinformasi di Media Sosial Tutup

8 menit lalu

Ilustrasi hoaks atau fake news. Shutterstock
CekFakta #253 CrowdTangle, Alat Pantau Disinformasi di Media Sosial Tutup

CrowdTangle, Alat Pantau Disinformasi di Media Sosial Tutup


Prabowo Sebut Golkar Punya Peran Besar di Pilpres 2024

14 menit lalu

Ketua Umum partai Golongan Karya (Golkar) Airlangga Hartato (tengah) menyambut kedatangan calon presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto (kanan) Menteri Pemuda dan Olahraga, Dito Ariotedjo (kiri) di acara buka bersama di DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Jumat, 29 Maret 2024. Pertemuan tersebut bertujuan untuk bersilaturahmi sekaligus bersyukur karena telah memenangkan Pemilu 2024 meskipun masih ada tahapan-tahapan yang belum mengesahkan. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Prabowo Sebut Golkar Punya Peran Besar di Pilpres 2024

Prabowo meminta maaf karena belum sempat mendatangi semua kader-kader Golkar di daerah dalam tahapan kampanye pemilu.


Xabi Alonso Umumkan Tetap Jadi Pelatih Bayer Leverkusen di Liga Jerman Musim Depan

15 menit lalu

Pelatih Bayer Leverkusen Xabi Alonso. REUTERS/Thilo Schmuelgen
Xabi Alonso Umumkan Tetap Jadi Pelatih Bayer Leverkusen di Liga Jerman Musim Depan

Xabi Alonso mengumumkan bahwa ia akan tetap menjadi pelatih klub Liga Jerman Bayer Leverkusen setidaknya hingga musim depan.


Viral Kemplotan Pengutil Toko yang Beraksi di Sawangan Depok

16 menit lalu

Ilustrasi pencurian atau pembobolan rumah. Baraondanews.it
Viral Kemplotan Pengutil Toko yang Beraksi di Sawangan Depok

Viral di media sosial komplotan pengutil tertangkap kamera pengawas atau CCTV saat beraksi di Toko Young And Fun di Jalan Raya Pengasinan, Depok.


Pendaftaran Berakhir 7 Hari Lagi, Ini Serba-serbi Pelaksanaan UTBK-SNBT 2024 yang Harus Dipahami Peserta

21 menit lalu

Peserta mempersiapkan berkas sebelum mengikuti Ujian Tulis Berbasis Komputer-Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (UTBK-SNBT) saat seleksi masuk Perguruan Tinggi Negeri di Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Senin, 8 Mei 2023. Pusat UTBK Universitas Indonesia (UI) menyiapkan lokasi ujian SNBT 2023 untuk 53.293 peserta, lokasi ini terbagi dua, Kampus UI Depok dan Kampus UI Salemba, Jakarta Pusat. ANTARA/Yulius Satria Wijaya
Pendaftaran Berakhir 7 Hari Lagi, Ini Serba-serbi Pelaksanaan UTBK-SNBT 2024 yang Harus Dipahami Peserta

Pelaksanaan UTBK akan berlangsung di Pusat UTBK atau Sub Pusat UTBK dengan alokasi waktu selama 195 menit.