Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Rio

Oleh

image-gnews
Iklan

Di pucuk bukit Corcovado yang bongkok, tubuh Kristus menjulang 38 meter ke atas, menyembul di atas awan pagi. Tangannya terentang.

Patung raksasa yang terpancang 700 meter di atas permukaan laut ini seakan-akan melihat jauh ke bawah. Lewat bukit-bukit hutan tropis yang hijau, akan tampak Rio de Janeiro. Di dataran itu, ratusan bangunan tinggi beratap papak berhimpun dari sudut ke sudut, seakan-akan semuanya dirancang dengan serentak. Kota ini, seperti kota-kota lain, memang tergesa-gesa.

Nun di salah satu ujungnya akan kelihatan pasir putih tepian Atlantik, meskipun dari bukit Corcovado kita tak akan melihat apa yang berjajar di pantai itu. Kita tak akan melihat orang-orang yang membuka tubuhnya ke matahari, mengisap panas yang seakan-akan besok bakal habis di Ipanema.

Di kota, di pantai, di bumi, dan jasmani, siapa yang bisa punya seluruh waktu, keabadian itu?

Di pucuk bukit Si Bongkok, Kristus Penebus yang tegak tinggi itu mungkin sebuah impian untuk menangkap keabadian yang selalu luput. Tangannya terentang 20 meter, seakan-akan dengan tenang menahan zaman, dan jika kita lihat dari arah kakinya, wajahnya berada di dekat langit yang tak berubah.

Tapi saya tak bisa menangkap apa sebenarnya yang hendak diutarakan oleh monumen dari batu abu-abu ini. Paras Yesus dalam pahatan Art Deco tahun 1931 itu rapi dan apik, dengan senyum tersungging di bibir, tapi tanpa pathos. Tak ada kepedihan dan rasa belas dalam "Sang Penebus". Cristo Redentor ini hanya jauh, tinggi, menarik, dan bisa kita capai dengan naik lift.

Turis-turis pun datang, memotret. Di bawah pedestal batu marmer, ada sebuah ceruk yang dibuat untuk sebuah kapela kecil. Di ruang itu tampak sebuah altar modern, tiga deret kursi kayu dengan punggung tinggi yang dipernis. Lebih mirip sebuah bar.

Paus pernah datang ke sini. Tapi masih bisakah orang berdoa, sebenarnya?

Hari ini tak ada orang yang berdoa. Tapi mungkin ini memang bukan tempat berdoa. Tiba-tiba saya ingat sesuatu yang lain: patung besar Buddha yang termasyhur di Kamakura, Daibutsu perunggu yang setinggi 11 meter dan seberat 100 ton. Arca itu duduk menggunung hitam seakan-akan sebuah sosok yang pejal. Anak-anak bermain naik ke punggungnya. Di situlah tampak bahwa tubuh itu berongga.

Saya tak tahu apakah karena itu ada yang terasa ringan, artifisial, dan kosong dalam kehadiran Amitabha ini; ia bersih terawat di taman Kuil Kotokuin, seakan-akan sebuah benda antik di pekarangan yang menunggu tamu. Saya juga ingat Masjid Hassan di Casablanca. Bagi saya ia masjid abad ke-20 yang paling indah di muka bumi. Tapi pada saat ia mempesona, ia hanya sebuah peristiwa estetik. Yang terasa adalah sebuah keelokan tanpa aura.

Selama sejarah berabad-abad, manusia selalu memberikan yang terbaik dan termahal untuk memuja Tuhan. Tapi juga di pucuk Gunung Corcovado kita tak tahu apa yang dirayakan: kebesaran Tuhan, atau kebesaran manusia yang mampu membangun sesuatu yang dahsyat tentang kebesaran Tuhan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Mungkin karena saya hidup di zaman ketika kesalehan tampak di mana-mana tapi bersama itu juga berkerumuk kekuasaan manusia. Menatap Cristo Redentor di gunung Brasil, melihat Buddha sebagai Amitabha dari abad ke-13 di Jepang, mengunjungi masjid megah di Maroko, Malaysia, dan Indonesia abad ke-20, kita memang mau tak mau menyaksikan sesuatu yang tak terus terang diakui: bahwa manusia telah menaklukkan Tuhan secara diam-diam.

Agama telah jadi bagian dari pameran "kelarisan". Monumen besar di atas gunung, rumah ibadah yang gilang-gemilang, upacara yang melimpah-ruahsemua itu memang bukan hanya ciri zaman ini. Tapi zaman inilah yang membuat para pengkhotbah jadi juru jual yang ingin menghimpun konsumen sebanyak-banyaknya, lewat televisi, lewat mimbar atau pertemuan akbar.

Kata kuncinya adalah "laris". Tak mengherankan bila akhirnya ziarah dan ibadah diiklankan seperti pariwisata. Ajaran pun kian bisa berkompromi dengan kecenderungan pasar. Konsumen harus puas.

Tapi di situ pula manusia menang. Doktrin bisa tetap dihafal, tapi setiap hari, yang sakral dibiarkan bertaut dengan yang profan, yang suci jadi bagian dari hidup yang berdosa. Di Rio de Janeiro, karnaval yang meriah dengan gerak dan kostum yang gila sebermula adalah bagian untuk merayakan akhir puasa Paskahsebagaimana grebeg dengan lagu-lagu dangdut yang seronok di alun-alun Yogya sebermula adalah untuk memperingati hari lahir Nabi. Metamorfosis itu pada akhirnya adalah soal pemasaran. Biro-biro turis telah melembagakannya.

Kemudian datanglah orang-orang yang ingin menegaskan batas. Otvio Velho, dulu Direktur Lembaga Kajian Agama di Rio de Janeiro, berbicara tentang "ideologi sinkretisme dan percampuran" yang kini hendak disingkirkan dari negeri yang merayakan percampuran itu. Kian lama terdengar kian kuat suara para penganjur "kemurnian". Bagi mereka, Tuhan harus dimenangkan kembali atas manusia yang kacau.

Mereka memang tak membangun patung yang menjulang. Tapi juga di tangan mereka Tuhan ditaklukkan seperti tak disengaja: dengan kekuasaan, mereka buat Sabda jadi Garis, dan Garis jadi Hukum, dan Hukum jadi Arca Kata-Katamonumen tinggi yang tak terdera waktu.

Kapan gerangan Tuhan tak dikalahkan manusia?

Saya berjalan menyusuri pantai Teluk Guanabara selepas matahari terbit. Orang-orang tua, dengan perut bergelambir dan kulit kisut, berlari-lari, bersenam, berjemur di pasir putih. Mereka mengalami apa arti fana. Tubuh kian uzur dan panas kian terik. "Hidup hanya menunda kekalahan," tulis Chairil Anwar. Setidaknya di pantai itu, manusia tahu: ia tak bisa menaklukkan kesementaraan, tak bisa mengusir waktu.

Goenawan Mohamad

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

38 hari lalu

Film Djakarta 1966. imdb.com
Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

Peristiwa Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar disertai gelombang demo mahasiswa terekam dalam film Djakarta 66 karya Arifin C. Noer


53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

43 hari lalu

Wartawan Senior TEMPO Fikri Jufri (Kiri) bersama Kepala Pemberitaan Korporat TEMPO Toriq Hadad dan Redaktur Senior TEMPO Goenawan Mohamad dalam acara perayaan Ulang Tahun Komunitas Salihara Ke-4, Jakarta, Minggu (08/07). Komunitas Salihara adalah sebuah kantong budaya yang berkiprah sejak 8 Agustus 2008 dan pusat kesenian multidisiplin swasta pertama di Indonesia yang berlokasi di Jl. Salihara 16, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. TEMPO/Dhemas Reviyanto
53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

Majalah Tempo telah berusia 53 tahuh, pada 6 Maret 2024. Panjang sudah perjalanannya. Berikut profil para pendiri, Goenawan Mohamad (GM) dan lainnya.


53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

44 hari lalu

Goenawan Mohamad dikerumuni wartawan di depan gedung Mahkamah Agung setelah sidang gugatan TEMPO pada Juni 1996. Setelah lengsernya Soeharto pada 1998, majalah Tempo kembali terbit hingga hari ini, bahkan, saat ini Tempo sudah menginjak usianya ke-50. Dok. TEMPO/Rully Kesuma
53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

Hari ini, Majalah Tempo rayakan hari jadinya ke-53. Setidaknya tercatat mengalami dua kali pembredelan pada masa Orde Baru.


Goenawan Mohamad Sebut Jokowi Tak Paham Reformasi, Merusak MA hingga Konstitusi

9 Februari 2024

Sastrawan Goenawan Mohamad dalam acara peluncuran buku
Goenawan Mohamad Sebut Jokowi Tak Paham Reformasi, Merusak MA hingga Konstitusi

Pendiri Majalah Tempo Goenawan Mohamad atau GM menilai pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat ini seolah pemerintahan Orde Baru.


Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya

9 Februari 2024

Sastrawan Goenawan Mohamad dalam acara peluncuran buku
Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya

Budayawan Goenawan Mohamad bilang ia tak jadi golput, apa alasannya? "Tanah Air sedang menghadapi kezaliman yang sistematis dan terstruktur," katanya.


ArtSociates Gelar Pameran Goenawan Mohamad di Galeri Lawangwangi Bandung

2 Februari 2024

Pengunjung melihat karya-karya Goenawan Mohamad dalam pameran tunggalnya di Lawangwangi Creative Space bertajuk Sejauh Ini... di Bandung, Jawa Barat, 2 Februari 2024. Sastrawan, budayawan, sekaligus pendiri Majalah Tempo ini memamerkan lebih dari 100 karya seni rupa yang dibuat sejak tahun 2016 sampai 2024. TEMPo/Prima mulia
ArtSociates Gelar Pameran Goenawan Mohamad di Galeri Lawangwangi Bandung

Karya Goenawan Mohamad yang ditampilkan berupa sketsa drawing atau gambar, seni grafis, lukisan, artist book, dan obyek wayang produksi 2016-2024.


Jelang Masa Kampanye Pemilu 2024, Forum Lintas Generasi Buat Seruan Jembatan Serong

27 November 2023

Ilustrasi Pemilu. ANTARA
Jelang Masa Kampanye Pemilu 2024, Forum Lintas Generasi Buat Seruan Jembatan Serong

Forum Lintas Generasi meminta masyarakat bersuara jujur dan jernih dalam Pemilu 2024.


Ratusan Tokoh Deklarasikan Gerakan Masyarakat untuk Kawal Pemilu 2024: Dari Goenawan Mohamad hingga Ketua BEM UI

21 November 2023

Sejumlah orang dari berbagai latar belakang mendeklarasikan gerakan masyarakat untuk mengawasi Pemilu 2024. Gerakan yang dinamai JagaPemilu itu diumumkan di Hotel JS Luwansa, Jakarta Pusat pada Selasa, 21 November 2023. TEMPO/Sultan Abdurrahman
Ratusan Tokoh Deklarasikan Gerakan Masyarakat untuk Kawal Pemilu 2024: Dari Goenawan Mohamad hingga Ketua BEM UI

Gerakan tersebut diawali dari kepedulian sekelompok orang yang tidak berpartai dan independen terhadap perhelatan Pemilu 2024.


Fakta-fakta Para Tokoh Bangsa Temui Gus Mus Soal Mahkamah Konstitusi

14 November 2023

Gedung Mahkamah Konstitusi. TEMPO/MAGANG/MUHAMMAD FAHRUR ROZI.
Fakta-fakta Para Tokoh Bangsa Temui Gus Mus Soal Mahkamah Konstitusi

Aliansi yang tergabung dalam Majelis Permusyawaratan Rembang itu menyampaikan keprihatinan mereka ihwal merosotnya Mahkamah Konstitusi atau MK.


Goenawan Mohamad Sebut Banyak Kebohongan Diucapkan Presiden Jokowi

12 November 2023

Budayawan Goenawan Mohamad hadiri pembukaan pameran 25 Tahun Reformas!h In Absentia di Yayasan Riset Visual mataWaktu, Jakarta, Rabu, 17 Mei 2023. Pameran yang menampilkan kumpulan foto arsip, seni instalasi dan grafis tersebut digelar dalam rangka merefleksikan seperempat abad gerakan reformasi di Indonesia, pameran berlangsung hingga 17 Juni mendatang. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Goenawan Mohamad Sebut Banyak Kebohongan Diucapkan Presiden Jokowi

Goenawan Mohamad menyebut pilpres mendatang berlangsung dalam situasi mencemaskan karena aturan bersama mulai dibongkar-bongkar.