Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Sepatu

Oleh

image-gnews
Iklan

TUAN Hakim, seorang perempuan marah di depan majelis, dan melontarkan sepatunya ke arah kolega Tuan yang duduk bertoga di ruang itu.

Ingat? Sepatu: benda yang tiap kali bersentuhan dengan debu, lumpur, serba-serbi tahi, sisa makanan yang dimuntahkan, air comberan yang disiramkan ke trotoar. Sepatu: bagian dari proteksi tubuh yang menempuh perjalanan.

Tuan tentu tahu, di tungkai kaki orang kebanyakan, sepatu adalah tanda ikhtiar untuk pantas, bersih, dan aman di permukaan bumi. Tapi jika Tuan lupa apa yang terjadi, inilah ceritanya: pada tahun 1987. Mimi, perempuan itu, kecewa dan marah kepada bapak bertoga yang duduk angker dan terhormat di belakang meja tinggi itu. Ini berlangsung di sebuah ruang pengadilan di Jakarta. Sepatu itu dilontarkannya untuk menyatakan sebuah perasaan, juga sebuah pendapat.

Mimi kemudian dihukum penjara enam bulan. Ia dianggap menghina mahkamah. Tapi perempuan itu sempat bercerita: berminggu-minggu ia beperkara, mengadukan Nina, yang menurut Mimi pernah menipunya sampai Rp 76 juta. Ia ingin agar Nina dihukum berat. Ia menyuap hakim dengan uang Rp 2,5 juta. Tapi hakim itu, kata Mimi, tak berbuat sebagaimana dipesan. Ia menduga, sang hakim curang: Nina memberi sogok yang lebih besar.

Seperti Tuan Hakim pasti akan sepaham dengan saya, Mimi telah menghina mahkamah dua kali. Pertama, ia melontarkan sebuah benda yang biasanya bersentuhan dengan najis ke arah hakim. Kedua, ia memandang para hakim mirip pelacur yang mengecewakantenaga yang bisa dipesan, dibeli, dan diharapkan memuaskan nafsu.

Sebuah perilaku yang mengagetkan? Tidak rupanya. "Insiden Mimi" tak mendorong Menteri Kehakiman atau Ketua Parlemen atau Majelis Ulama untuk berbuat sesuatu. Tuan juga diam saja. Saya tahu kenapa demikian: di belakang insiden itu telah hadir sebuah penghinaan yang lebih lama dan lebih besarpenghinaan kepada harapan. Juga penghinaan kepada Republik. Dan kedua-duanya bukan Mimi yang melakukannya.

Sebab inilah tema yang umum diketahui: kian hilangnya kepercayaan kami, orang Indonesia, kepada mahkamah Tuan. Bagi kami sulit berharap dari proses yang harus kami tempuh untuk mendapatkan keputusan yang adil. Pada tahun 2002, Mardjono Reksodiputro, seorang guru besar ilmu hukum di Universitas Indonesia, menerbitkan hasil penelitiannya tentang keharusan menyogok yang mencegat kami, warga masyarakat, di sepanjang perjalanan pro justicia, sejak dari di kantor polisi sampai di kantor hakim. Ia mengutip apa yang kami gerundelkan bila kami melapor kepada yang berwajib ketika barang kami dicuri: "Melaporkan ayam kita hilang, akhirnya kambing kita ikut hilang."

Sebuah catatan Bank Dunia dan Bappenas yang kemudian diterbitkan pada 1999 memang menunjuk: di Indonesia, seorang yang mencari keadilan harus membayardalam arti menyuapjumlah uang yang memberatkan, sejak awal sekali, bahkan ketika ia baru mendaftarkan perkaranya ke mahkamah. Dan jika nanti vonis jatuh, dan keputusan hakim dibuat, pihak yang bersengketa masih harus membayar lagi untuk mendapatkan salinan surat keputusan itu.

Ketika tak ada jalan lain ke arah keadilan, cerita seperti itu menjadi sebuah cerita putus asa. Tepatnya, sebuah putus asa yang dianggap sah. Di antara kami, harapan telah jadi makhluk yang ganjil. Kami, orang Indonesia, akan tampak ajaib bila mempunyainya.

Saya tak tahu siapa yang mula-mula membuat Indonesia sebuah negeri tempat rasa putus asa telah sampai ke tungkai kaki. Bahkan telah membuat Indonesia tak layak sebagai sebuah negeri. Sebuah negeri membutuhkan "negara". Dalam pengertian yang sekarang lazim, "negara" berarti kekuasaan sebagai milik publik, bukan milik pribadi.

Tapi di mana gerangan "negara"? Kami bingung. Seorang sejarawan pernah mengatakan kepada saya, memang hanya baru setelah administrasi VOC digantikan oleh birokrasi kolonial Hindia Belanda, kehadiran "negara" di kepalauan ini mulai berdampak. Tapi agaknya sampai kini pun ia samar.

Kalaupun tak samar, "negara" adalah sesuatu yang amat tipis. Untuk 220 juta penduduk, hanya ada sekitar 3.500 hakim dan sekitar seperempat juta tentara militer dan hanya 270 ribu polisi. Bersamaan dengan itu, bagi banyak orang, "negara" yang tipis itu belum merupakan sosok yang utuh. Ia belum hadir sebagai sebuah struktur dengan seperangkat aparat yang efektif menyentuh kehidupan sosial. Ketika jalan macet, KTP hilang, utang tak dibayar, kami sering tak tahu siapa yang akan membereskan itu sampai tuntas. Negarakah? Jika Tuan seorang Mimi, "Negara" adalah person-person yang bisa ia ketuk pintunya di rumah.

Dan semuanya kian rancu, ketika otoritas di balik pintu itu ternyata bisa diperjual-belikan. Tuan tahu apa yang terjadi karena itu? Negara, yakni kekuasaan milik publik, berubah. Privatisasi yang serong telah berlangsung. Pada saat itu, Republik pun runtuh, tanpa diumumkan, tanpa jerit dan gelegar. Bahkan kejadian itu disembunyikan. Dan runtuh pula sebuah kehidupan bersama, di mana orang bisa saling percaya, di mana konflik dikelola dengan damai dan tak berat sebelah. Yang ada: sebuah labirin gelap kekuasaan-kekuasaan pribadi.

Itu sebabnya Mimi melontarkan sepatu. Benda itu tak akan membuat kepala pak hakim benjol. Perkara itu tak akan diperiksa lebih jauh. Mimi akan kehilangan 50 persen pelindung kakinya. Uang Rp 76 juta itu tak akan kembali. Ia sendiri dihukum.

Tapi bukankah sepatu itu satu-satunya alat ekspresi yang ada padanyabenda yang harus dilontarkan, seakan-akan sebagai laku simbolik: ia semula mengenakannya agar bersih, pantas, dan aman, tapi ia ternyata berada di gedung mahkamah yang tak bersih, tak pantas, dan tak aman. Bukankah sepatu Mimi yang terlontar pada hari itu bisa ditafsirkan sebagai penunjuk kontras yang merisaukan itu, Tuan Hakim?

Goenawan Mohamad

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Megawati dan BEM FH dari 4 Kampus Ajukan Amicus Curiae, Apakah Itu Sahabat Pengadilan?

1 hari lalu

Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, memberikan sambutan di Rakornas Organ Relawan Ganjar-Mahfud di Jiexpo, Kemayoran, Jakarta, Senin, 27 November 2023. Foto: TPN Ganjar-Mahfud
Megawati dan BEM FH dari 4 Kampus Ajukan Amicus Curiae, Apakah Itu Sahabat Pengadilan?

Megawtai dan BEM FH dari 4 kampus ajukan sahabat pengadilan yang dapat menjadi pertimbangan hakim untuk memutuskan perkara. Ini arti amicus curiae.


Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

38 hari lalu

Film Djakarta 1966. imdb.com
Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

Peristiwa Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar disertai gelombang demo mahasiswa terekam dalam film Djakarta 66 karya Arifin C. Noer


53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

43 hari lalu

Wartawan Senior TEMPO Fikri Jufri (Kiri) bersama Kepala Pemberitaan Korporat TEMPO Toriq Hadad dan Redaktur Senior TEMPO Goenawan Mohamad dalam acara perayaan Ulang Tahun Komunitas Salihara Ke-4, Jakarta, Minggu (08/07). Komunitas Salihara adalah sebuah kantong budaya yang berkiprah sejak 8 Agustus 2008 dan pusat kesenian multidisiplin swasta pertama di Indonesia yang berlokasi di Jl. Salihara 16, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. TEMPO/Dhemas Reviyanto
53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

Majalah Tempo telah berusia 53 tahuh, pada 6 Maret 2024. Panjang sudah perjalanannya. Berikut profil para pendiri, Goenawan Mohamad (GM) dan lainnya.


53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

43 hari lalu

Goenawan Mohamad dikerumuni wartawan di depan gedung Mahkamah Agung setelah sidang gugatan TEMPO pada Juni 1996. Setelah lengsernya Soeharto pada 1998, majalah Tempo kembali terbit hingga hari ini, bahkan, saat ini Tempo sudah menginjak usianya ke-50. Dok. TEMPO/Rully Kesuma
53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

Hari ini, Majalah Tempo rayakan hari jadinya ke-53. Setidaknya tercatat mengalami dua kali pembredelan pada masa Orde Baru.


Kasus Suap Lukas Enembe, Jaksa KPK Tuntut Bekas Kepala Dinas PUPR Papua 7 Tahun Penjara

45 hari lalu

Kepala Dinas PUPR Pemprov Papua dan pejabat pembuat komitmen, Gerius One Yoman, menjalani pemeriksaan lanjutan, di gedung KPK, Jakarta, Selasa, 15 Agustus 2023. Gerius diperiksa sebagai tersangka korupsi pemberian dan penerimaan hadiah atau janji sebesar Rp1 miliar dan gratifikasi terkait proyek pembangunan infrastruktur di Provinsi Papua, KPK sebelumnya menetapkan dua orang tersangka Gubernur Papua, Lukas Enembe dan Direktur PT. Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka.TEMPO/Imam Sukamto
Kasus Suap Lukas Enembe, Jaksa KPK Tuntut Bekas Kepala Dinas PUPR Papua 7 Tahun Penjara

Kadis PUPR Papua Gerius One Yoman telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap Gubernur Papua Lukas Enembe.


Kasus Dugaan Korupsi Gubernur Maluku Utara, KPK Jadwalkan Pemanggilan 2 Anggota TNI Hari Ini

45 hari lalu

Tersangka Abdul Gani Kasuba melambaikan tangannya saat memasuki ruang pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Selasa, 23 Januari 2024. Gubernur nonaktif Maluku Utara itu diperiksa sebagai tersangka dalam tindak pidana korupsi berupa pemberian hadiah atau janji untuk proyek pengadaan barang dan jasa serta perijinan dilingkungan Pemerintah Provinsi Maluku Utara dengan barang bukti uang tunai Rp725 juta. TEMPO/Imam Sukamto
Kasus Dugaan Korupsi Gubernur Maluku Utara, KPK Jadwalkan Pemanggilan 2 Anggota TNI Hari Ini

Kedua anggota TNI yang akan diperiksa KPK pada hari ini adalah ajudan Gubernur Maluku Utara nonaktif Abdul Gani Kasuba.


Didesak Segera Tahan Firli Bahuri, Ini Respons Polri

49 hari lalu

Mantan Ketua KPK Firli Bahuri tiba di Gedung Bareskrim Polri untuk menjalani pemeriksaan lanjut kasus dugaan pemerasan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Jumat 19 Januari 2024. ANTARA/Laily Rahmawaty)
Didesak Segera Tahan Firli Bahuri, Ini Respons Polri

Berkas perkara Firli Bahuri dikembalikan lagi oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta pada 2 Februari lalu karena belum lengkap.


Cerita Awal Pertemuan Dadan Tri Yudianto dengan Hasbi Hasan, Berawal dari Video Call Sang Istri

51 hari lalu

Terdakwa mantan Komisaris Independen PT. Wika Beton, Dadan Tri Yudianto, memberikan keterangan sebagai saksi dalam sidang dengan terdakwa Sekretaris MA nonaktif, Hasbi Hasan, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa, 27 Februari 2024. Dalam sidang tim Jaksa Penuntut Umum KPK menghadirkan Dadan Tri Yudianto sebagai saksi dimintai keterangan untuk terdakwa Hasbi Hasan dalam pengembangan perkara tindak pidana korupsi dugaan kasus suap pengurusan Perkara di Mahkamah Agung Republik Indonesia. Dalam kasus perkara ini KPK telah menetapkan 17 orang tersangka diantaranya dua hakim MA, Sudrajad Dimyati dan Gazalba Saleh. TEMPO/Imam Sukamto
Cerita Awal Pertemuan Dadan Tri Yudianto dengan Hasbi Hasan, Berawal dari Video Call Sang Istri

Dalam sidang kasus suap di Pengadilan Tipikor, Dadan Tri Yudianto beri kesaksian perkenalannya dengan sekretaris MA Hasbi Hasan.


Hakim Kabulkan Praperadilan Helmut Hermawan, Tersangka di Kasus Dugaan Suap Eddy Hiariej

51 hari lalu

Wamenkumham Eddy Hiariej foto bersama Helmut Hermawan seusai makan malam di Restoran Jepang di Kawasan Jakarta Pusat. Istimewa
Hakim Kabulkan Praperadilan Helmut Hermawan, Tersangka di Kasus Dugaan Suap Eddy Hiariej

Hakim menilai KPK tidak memiliki dua alat bukti yang sah saat menetapkan Helmut Hermawan sebagai tersangka kasus dugaan suap kepada Eddy Hiariej.


Hakim Tunggal PN Jaksel Tolak Gugatan MAKI, Ini Kilas Balik Jejak Perburuan Harun Masiku

56 hari lalu

Aktivis Indonesia Corruption Watch membawa kue dan poster bergambar buronan Harun Masiku dalam aksi menuntut penangkapan DPO yang sudah empat tahun buron tersebut, di depan gedung KPK, Jakarta, Senin, 15 Januari 2024. TEMPO/Imam Sukamto
Hakim Tunggal PN Jaksel Tolak Gugatan MAKI, Ini Kilas Balik Jejak Perburuan Harun Masiku

Harun Masiku didakwa dalam kasus suap pada 2021 dan menjadi buron sampai kini. Gugatan praperadilan MAKI soal itu ditolak hakim tunggal PN Jaksel