Otoritas Jasa Keuangan tampak kurang tegas dan kurang cepat dalam menangani persoalan investasi ilegal. Semestinya, pelaporan dari masyarakat ke Satuan Tugas Penanganan Dugaan Tindakan Melawan Hukum di Bidang Pengelolaan Investasi, yang jumlahnya sebanyak 238 perusahaan, segera ditindaklanjuti. Jika perusahaan penawar investasi terbukti ilegal, segera tutup dan tindak penanggungjawabnya.
Sudah banyak contoh penipuan model investasi bodong ini. Sebut saja PT Qurnia Subur Alam Raya pada 2002. Mereka menipu 6.800 orang dan lembaga dengan kerugian Rp 467 miliar. Atau, Koperasi Langit Biru pada 2012, yang mengelabui 115 ribu orang dengan kerugian Rp 6 triliun. Pada investasi emas, ada Raihan Jewellery pada 2013 yang berhasil menggaet dana Rp 13,2 triliun.
Yang terbaru adalah Golden Traders Indonesia Syariah (GTIS). Ini perusahaan Malaysia yang mendapat izin perdagangan syariah dari Majelis Ulama Indonesia. Hampir seribu nasabahnya mengadu ke OJK, sementara pengelolanya, Ong Han Cun, kabur membawa Rp 10 triliun uang nasabah.
Meski menuai protes masyarakat dan dilaporkan ke OJK, banyak perusahaan investasi seperti ini bebas bergerak. Hal ini tak boleh dibiarkan. Jika ada perusahaan investasi yang merugikan khalayak, apalagi tak berizin, seharusnya ditutup dan dimasukkan ke daftar hitam.
Informasi tentang daftar hitam bisnis investasi sangat penting agar masyarakat tidak tertipu. Minimnya informasi membuat para penipu leluasa bergerak. Bukan mustahil, perusahaan yang pernah terbukti menawarkan investasi ilegal beroperasi lagi dengan mengubah nama perusahaan.
Itu sebabnya, kerja sama OJK dengan Badan Intelijen Negara (BIN) untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di bidang intelijen ekonomi dan sektor jasa keuangan sangatlah tepat. Selain itu, dengan kerja sama menghimpun dan menukar data serta informasi, OJK bisa memperoleh informasi yang lebih akurat. Dengan itulah fungsi perlindungan masyarakat sesuai dengan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 berhasil dijalankan OJK.
Baca Juga:
Yang juga penting adalah fungsi OJK dalam mengedukasi masyarakat tentang pengelolaan investasi. Masyarakat kita masih tergiur keuntungan investasi tanpa mau repot memikirkan risikonya. Walhasil, mereka mudah tertipu iming-iming keuntungan besar. Mereka harus disadarkan bahwa keuntungan yang tak wajar itu adalah salah satu indikasi investasi tersebut bermasalah.
Apalagi jika perusahaan penawar investasi itu tidak bisa menunjukkan izin operasi yang valid. Izin hanya dikeluarkan tiga lembaga sesuai dengan jenis usahanya. Jika berbentuk bank, sesuai dengan Undang-Undang No. 10/1988, izin diterbitkan oleh Bank Indonesia. Perusahaan berwujud manajer investasi, sesuai dengan Undang-Undang Pasar Modal (UU No. 8/1995), izin dari Badan Pengawas Pasar Modal Lembaga Keuangan. Sedangkan jika usahanya jual-beli komoditas, menurut Undang-Undang No. 32/1997, izinnya dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi. Jadi, di luar dari tiga izin ini, patut diduga perusahaan investasi itu ilegal.