Langkah kepolisian menyerahkan kasus Siti Fadilah Supari ke Komisi Pemberantasan Korupsi patut diapresiasi. Pelimpahan ini memecah kebuntuan pengusutan perkara korupsi bekas Menteri Kesehatan itu. Tak lama berselang, KPK pun menetapkan Siti sebagai tersangka korupsi pengadaan alat kesehatan.
Polisi selama ini terlihat setengah hati menelisik peran Siti dalam sejumlah proyek di kementerian yang memiliki anggaran berlimpah itu. Ia dijadikan tersangka sejak Maret 2012, tapi hanya dalam satu perkara: pembelian alat kesehatan pada 2005 senilai Rp 15,5 miliar. Padahal banyak proyek lain yang bermasalah selama Siti memimpin Kementerian Kesehatan pada 2004-2009. Berkas Siti pun sudah berkali-kali dilimpahkan ke kejaksaan tapi selalu dikembalikan lagi karena kurang komplet.
KPK akan lebih mudah membongkar perkara itu karena telah memegang bukti dari perkara korupsi serupa. Beberapa anak buah Siti bahkan sudah divonis bersalah. Di antaranya, bekas Kepala Pusat Penanggulangan Krisis, Rustam Syarifuddin Pakaya, yang dijerat kasus pengadaan alat kesehatan 2007. Juga, bekas Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik, Ratna Dewi Umar, yang dihukum dalam perkara pengadaan 2006-2007. Diharapkan, KPK bukan hanya menjerat Siti dalam perkara pengadaan 2005, melainkan juga dalam kasus yang lain.
Perkara Siti menjadi pelajaran penting bagi kepolisian. Lembaga ini tidak perlu ngotot menangani suatu kasus bila tak memiliki banyak bukti atau memang tak berniat membongkarnya. Hingga kini, terdapat sejumlah perkara besar yang juga mangkrak di Badan Reserse Kriminal Polri. Ada baiknya kasus-kasus ini segera diserahkan pula ke KPK.
Salah satu dari perkara itu adalah korupsi proyek tanda nomor kendaraan bermotor di Korps Lalu Lintas Polri pada 2011 senilai Rp 782 miliar. Perkara ini diusut oleh KPK bersamaan dengan korupsi pengadaan simulator kemudi, tapi di tengah jalan "diambil alih" polisi. Padahal komisi antikorupsi saat itu menangani kasus serupa, yakni perkara Irjen Djoko Susilo, mantan Kepala Korps Lalu Lintas.
Kasus korupsi proyek pembangunan vaksin flu burung senilai Rp 718,8 miliar hingga kini juga masih dipegang oleh kepolisian. Begitu pula pembangunan fasilitas chicken breeding research senilai Rp 663,4 miliar. Kedua perkara yang melibatkan mantan politikus Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, itu masih terbengkalai. Padahal kasus Nazar yang ditangani KPK sudah kelar.
KPK sebetulnya berhak mengawasi, bahkan mengambil alih, semua kasus yang ditangani kepolisian atau kejaksaan. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi memberinya wewenang. Tak perlu menunggu atau sungkan mengambil alih, pimpinan komisi antikorupsi semestinya bertindak tegas. Sebaliknya, kepolisian pun perlu menghindarkan diri dari kebiasaan lama: membiarkan suatu kasus menguap begitu saja. Modus ini hanya membuat citra polisi semakin rusak.