Hari ini kita menggelar pemilihan umum untuk anggota legislatif. Diharapkan pemilu yang keempat kali pada era reformasi ini akan semakin jujur dan bebas dari kecurangan. Keinginan ini hanya bisa dicapai bila penyelenggara dan pengawas pemilu menutup peluang sekecil apa pun untuk perilaku culas.
Badan Pengawas Pemilu sudah memperingatkan kemungkinan adanya pencurian surat suara. Modus ini perlu diantisipasi oleh petugas dan para saksi di tempat pemungutan suara. Jangan sampai persaingan sengit peserta pemilu dan calon legislator menghalalkan praktek kotor. Proses penghitungan suara di kecamatan pun rawan kecurangan. Praktek manipulasi suara di tingkat lokal seperti ini masih terjadi pada Pemilu 2009 dan sejumlah pemilu kepala daerah.
Harus diakui, tidak mudah mengawal pemilihan yang melibatkan 12 partai secara nasional dan tiga partai lokal di Aceh, 545 ribu tempat pemungutan suara, serta 186 juta pemilih ini. Apalagi jumlah petugas pengawas lapangan hanya 1-5 orang setiap desa atau kelurahan dengan tugas mengawal puluhan TPS. Pekerjaan semakin berat karena kotak suara terbuat dari kardus sehingga lebih rentan rusak dibanding kotak lama, yang berbahan aluminium.
Itulah pentingnya masyarakat ikut mengawasi pemilu. Kendati Bawaslu sudah merekrut 611 ribu pemilih muda menjadi relawan, angka ini tidak seberapa dibanding luasnya wilayah republik ini. Cara yang lebih praktis perlu dilakukan, misalnya dengan merekam atau memotret tabulasi suara di setiap TPS dan di kecamatan.
Kecurangan bisa terjadi sebelum dan sesudah pencoblosan. Pagi-pagi sebelum pemilihan, biasanya timbul kesempatan untuk membagi-bagikan duit alias suap politik. Praktek yang sulit dibuktikan ini diyakini masih akan terjadi, terutama di daerah-daerah. Saat pencoblosan, kecurangan bisa dalam wujud ketidaknetralan petugas atau pengurus desa, sehingga memungkinkan adanya pemilih ganda.
Dalam pemilu kali ini, kemungkinan munculnya pemilih ganda menjadi lebih besar karena ada kategori pemilih khusus, yakni warga yang tidak masuk Daftar Pemilih Tetap. Dengan bekal surat dari kepala desa, mereka bisa mencoblos. Di sinilah dikhawatirkan ada mobilisasi massa untuk menjadi pemilih ganda. Petugas dan saksi di TPS perlu mewaspadainya.
Panjangnya rantai penghitungan suara, mulai dari tempat pemungutan sampai panitia kecamatan dan kabupaten, juga memungkinkan terjadinya kebocoran atau manipulasi suara. Apalagi di daerah-daerah terpencil. Penggunaan teknologi informasi dalam rekapitulasi suara merupakan langkah maju. Tapi proses ini harus tetap diawasi secara ketat untuk menghindari terjadi manipulasi suara.
Harapan sebagian besar publik agar pemilu legislatif kali ini melahirkan legislator yang andal dan jujur perlu dihargai. Begitu pula semangat masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya yang masih lumayan tinggi. Jangan sampai semua ini dikotori dengan praktek curang dan perilaku tak jujur.