Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Pilih

Oleh

image-gnews
Iklan

Nyonya A datang ke kampung kami dan berkata, "Pilihlah aku!" Saya kagum. Sebab saya tak termasuk mereka yang berkata, ketus, "Kok, ambisius banget, sih."

Seorang calon anggota parlemen, juga seorang calon presiden, memang tak bisa membisu, bukan? Ia harus menjajakan diri. Ia harus membujuk, bahkan seperti meminta, orang ramai. Ia ingin mereka mendukungnya, bukan? Tak perlu berpura-pura. Bersikap pura-pura menunjukkan seorang pemimpin ingin jadi mempelai yang dilamar. Padahal dialah yang harus jadi pelamar. Dan dengan jerih payah.

Siapa yang tak pernah merasakan jerih payah itu tak akan merasakan bagaimana berartinya suara orang lain. Siapa yang tak merasakan bagaimana pentingnya demos yang bebas menentukan pilihan tak akan pernah menghormati mereka. Dalam demokrasi, kekuasaan adalah sejenis utang. Si pemegang kuasa sadar bahwa kelak ia akan ditagih. Kekuasaan adalah proses dan hasil tawar-menawar.

Nyonya A datang dan bilang, "Pilihlah aku!" Tidak, ia tidak pantas dicemooh. Soalnya bukanlah ia terlalu berambisi atau tidak. Soalnya: apa yang ia tawarkan?

Ia menjawab, "Sebuah Indonesia yang lebih baik." Banyak orang memang tergugah mendengar itu. Sebab pada titik inilah politik dan demokrasi—dan khususnya pemilihan umum—tak lagi hanya bisa diterangkan dengan kiasan dunia perdagangan. Ada yang lebih dari itu. Sebab pemilihan umum, apalagi pada 2004, adalah percobaan bersama untuk merebut kembali apa yang dikatakan oleh Nyonya A, tanpa berpikir panjang, "sebuah Indonesia."

Bukan karena Republik sedang diancam keretakan teritorial. Lebih serius ketimbang pecahnya wilayah adalah Indonesia yang sedang kehilangan "komunitas".

Sebuah komunitas tumbuh dari ethos bersama yang menggugah hati dan membangun kepercayaan. Tapi dalam hal kepercayaan itulah—"kepercayaan" dalam arti trust—kita kini rusak berantakan. Kini saya cenderung mencurigai orang lain dan orang lain mencurigai saya. Bukan karena semua orang saling memata-matai seperti dalam suasana totaliter. Kita jadi begitu karena kita selalu waswas: benarkah ada seseorang yang tidak mengambil apa yang jadi hak "Indonesia" untuk dirinya sendiri? Dengan kata lain: mencuri?

Pada tahun 1967, sepatah istilah diperkenalkan oleh Nono Anwar Makarim di Harian Kami: "kleptokrasi"—sebuah pemerintahan yang akhirnya tersusun dari sosok dan sistem para maling. Ia berbicara tentang Indonesia, tentu. Sejak lahir sampai dengan mati, kita memang kepergok dengan orang-orang yang pernah curang dan mungkin akan selalu curang: orang di kantor kelurahan, orang di kantor polisi, orang di kantor penghulu, petugas administrasi sekolah, bahkan juga guru, pengacara, dan pasukan pemadam kebakaran. Dan kita tahu: pada saat pasukan branwir kota praja hanya mau memadamkan api bila dibayar tersendiri oleh seorang warga yang rumahnya jadi korban, pada saat itu "komunitas" kita raib, "Indonesia" kita tenggelam.

Kini Nyonya A datang, dan kita akan berseru, seperti sajak Taufiq Ismail itu berseru, "Kembalikan Indonesia kepadaku!" Bisakah ia melakukannya? Ia mengangguk, "Sulit, Bung, tapi insya Allah."

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Saya kira ia jujur. Sebab kini Indonesia juga mengalami fragmentasi lain. Masyarakat jadi modern, dan masalah yang berbeda-beda muncul ke permukaan sekaligus—terkadang secara tak disangka-sangka, seperti ketika penyakit ayam jadi wabah flu burung dan Amrozi jadi teroris. Setiap segmen dalam masyarakat seakan-akan meminta perhatian untuk diperbaiki, dan kita—termasuk Nyonya A—akan dirundung pertanyaan: dari mana harus dimulai?

Ia menawarkan diri akan membawa "sebuah Indonesia yang lebih baik" bila ia dipilih. Tapi juga kata "yang lebih baik" masih butuh pertimbangan lebih jauh, apa ukurannya, bagaimana mengukurnya. "Baik" dan "lebih baik" mungkin memerlukan sebuah teori.

Namun kita tahu pada masa ini sebuah teori sering terdengar seperti sebuah omong besar yang melalaikan kenyataan bahwa selalu ada hal kecil yang tak tercakup. Pada masa ini kita tak bisa sepenuhnya berharap ada hal yang universal yang akan disetujui semua orang, sebagai dasar dan tujuan bersama yang menyebabkan teori itu sah. Sebab itu ada yang menganjurkan: mari kita hidup dengan ironi. Kita tak terlalu ngotot dengan satu premis. Selalu harus ada jarak dengan kesimpulan dan dugaan kita sendiri. Kita hanya perlu berpegang prinsip, "Jangan kejam kepada yang lain," seperti resep Richard Rorty. Kita tak perlu pongah bahwa kita tahu sebelum bekerja. Praxis harus dibebaskan, dan hasilnya bahkan kalau bisa harus segera bisa dinikmati.

Tapi itukah yang ingin kita dengar dari Nyonya A? Ada yang menganggap bahwa selama "sebuah Indonesia" belum lagi "sebuah Indonesia", kita tak berhak bermain-main dengan ironi. Kita perlu sebuah agenda yang kukuh dan tak mudah lekang di dalam fragmentasi dan ketidakpastian sekarang. Kita perlu punya satu jawaban yang padu untuk segala macam pertanyaan, termasuk yang kelak datangnya tak terduga. Singkatnya, kita perlu Tuhan. Sebab hanya Tuhan yang akan memberikan jawaban semacam itu.

Tapi bisakah Nyonya A mampu mewakili Tuhan dan jawabannya? Ia datang dan mengatakan, "Pilihlah aku!" Artinya, saya kira, ia tak menganggap kemampuan dirinya untuk memimpin sebuah bangsa ditopang oleh sebuah jawaban agung. Ia sadar ia akan naik bila didukung oleh orang ramai—yang tak semuanya dahsyat, sebab pasti ada juga yang pelupa, tak terlalu tinggi IQ-nya, tapi ramah meskipun terkadang dengki dan lalai bersembahyang.

Dan ketika ia bilang, "Pilihlah aku!" ia tahu ia tak akan ada di sana buat selama-lamanya. Itu sebabnya pemilihan umum memang perlu dilihat sebagai upacara merayakan tekad tapi juga kerendahan hati: "sebuah Indonesia yang lebih baik" selamanya akan jadi sebuah janji—tapi yang selamanya layak jadi ikhtiar.

Goenawan Mohamad

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Demi Konten, Turis di Cina Mempertaruhkan Nyawanya Bergelantungan di Tebing

1 detik lalu

Paiya Mountain, Cina (dpxq.gov.cn)
Demi Konten, Turis di Cina Mempertaruhkan Nyawanya Bergelantungan di Tebing

Warganet menyayangkan sikap turis di Cina tersebut karena tidak hanya membahayakan diri sendiri tetapi juga pihak lain.


Ajudan Abdul Gani Kasuba Bakal Kembali Jalani Pemeriksaan Setelah Coba Melukai Diri di Toilet KPK

12 detik lalu

Tersangka Abdul Gani Kasuba melambaikan tangannya saat memasuki ruang pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Selasa, 23 Januari 2024. Gubernur nonaktif Maluku Utara itu diperiksa sebagai tersangka dalam tindak pidana korupsi berupa pemberian hadiah atau janji untuk proyek pengadaan barang dan jasa serta perijinan dilingkungan Pemerintah Provinsi Maluku Utara dengan barang bukti uang tunai Rp725 juta. TEMPO/Imam Sukamto
Ajudan Abdul Gani Kasuba Bakal Kembali Jalani Pemeriksaan Setelah Coba Melukai Diri di Toilet KPK

Ali Fikri mengatakan saat ini ajudan bekas Gubernur Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba dalam kondisi sehat setelah sempat melukai diri di toilet KPK.


10 Film Indonesia Terlaris Sepanjang Masa, Terbaru Film Agak Laen

1 menit lalu

Poster film Agak Laen. Dok. Imajinari
10 Film Indonesia Terlaris Sepanjang Masa, Terbaru Film Agak Laen

Apa saja film Indonesia terlaris sepanjang masa? KKN di Desa Penari masih menjadi juaranya diikuti Agak Laen.


Ribuan Anak Afrika Terserang Sindrom Mengangguk, Gangguan Saraf yang Masih Misterius

2 menit lalu

Sejumlah anak-anak yang mengalami malnutrisi bermain di rumah sakit anak di Bangui, Republik Afrika Tengah, 11 Februari 2016. AP/Jerome Delay
Ribuan Anak Afrika Terserang Sindrom Mengangguk, Gangguan Saraf yang Masih Misterius

Sindrom mengangguk menyerang ribuan anak di Afrika. Gangguan saraf ini masih misterius dan belum diketahui pasti penyebabnya.


Google Menyetop Penjualan Pixel 6A, Ini Deretan Alasannya

9 menit lalu

Pixel 6a. 91mobiles
Google Menyetop Penjualan Pixel 6A, Ini Deretan Alasannya

Google akan makin berfokus pemasaran Pixel 7a yang lebih unggul dibanding pendahulunya


Pengendara Motor Tewas Tertabrak Kereta Api Sritanjung di Perlintasan Sebidang Tak Terjaga

9 menit lalu

Petugas KAI Commuter bersama relawan saat sosialisasi keselamatan perkeretaapiaan di perlintasan sebidang Stasiun Pondok Jati, Jakarta, Rabu, 27 September 2023. KAI Commuter melakukan sosialisasi keselamatan di perlintasan sebidang dikarenakan kurangnya kesadaran pengguna jalan raya untuk mendahulukan perjalanan kereta api yang akan melintas. TEMPO/M Taufan Rengganis
Pengendara Motor Tewas Tertabrak Kereta Api Sritanjung di Perlintasan Sebidang Tak Terjaga

Berdasarkan informasi pusat pengendali perjalanan kereta api di Jember, korban tertabrak kereta api Sritanjung di perlintasan sebidang tak terjaga.


Tanggulangi DBD, Menkes Lepas Nyamuk Wolbachia di Lima Kota

20 menit lalu

Pengamatan sampel nyamuk Aedes aegipty ber-Wolbachia di Laboratorium WMP Yogyakarta. Riset ini dipimpin Profesor Adi Utarini dari UGM yang terpilih menjadi satu di antara 100 orang paling berpengaruh 2021 versi Majalah Time. Dok Tim WMP
Tanggulangi DBD, Menkes Lepas Nyamuk Wolbachia di Lima Kota

Program nyamuk Wolbachia sudah berlangsung di Bandung, Bontang, Kupang, Jakarta, dan Semarang,


Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY Sebut Tujuan Utamanya Menang di Pilpres

31 menit lalu

Capres Terpilih Prabowo Subianto, datang ke St. Regis Setiabudi, Jakarta Selatan pada pukul 17.19 WIB, didampingi Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) untuk menghadiri Buka Bersama Partai Demokrat pada Rabu, 27 Maret 2024. TEMPO/Adinda Jasmine
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY Sebut Tujuan Utamanya Menang di Pilpres

AHY menyebut Partai Demokrat telah berhasil mencapai misi besar atau utamanya dalam memenangkan Pilpres 2024.


Ponsel iPhone 12 Dapat Update Pengisian Baterai Nirkabel Qi2, Lebih Cepat Dua Kali Lipat

35 menit lalu

CEO Apple Tim Cook berpose dengan iPhone 12 Pro baru di Apple Park di Cupertino, California, AS dalam foto yang dirilis 13 Oktober 2020. Apple resmi memperkenalkan generasi iPhone terbarunya, iPhone 12 pro dan iPhone 12 Pro Max dalam acara bertajuk Hi Speed yang digelar virtual, Rabu dinihari waktu Indonesia, 14 Oktober 2020. Brooks Kraft/Apple Inc./Handout via REUTERS
Ponsel iPhone 12 Dapat Update Pengisian Baterai Nirkabel Qi2, Lebih Cepat Dua Kali Lipat

Update Nirkabel Qi2 pada ponsel iPhone 12 sudah didukung teknologi MagSafe Apple.


Liverpool Tak Lagi Menargetkan Xabi Alonso untuk Pengganti Jurgen Klopp, 2 Pelatih Ini Jadi Incaran Baru

49 menit lalu

Pelatih Bayer Leverkusen Xabi Alonso. REUTERS/Thilo Schmuelgen
Liverpool Tak Lagi Menargetkan Xabi Alonso untuk Pengganti Jurgen Klopp, 2 Pelatih Ini Jadi Incaran Baru

Liverpool mengurungkan rencananya mengejar Xabi Alonso sebagai pengganti Jurgen klopp, dengan dua kandidat kini muncul sebagai opsi alternatif.