Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Parrhesia

Oleh

image-gnews
Iklan

Jika Indonesia datang hari ini ke pengadilan, besok ia akan pulang dengan kaki patah. Tak ada yang akan menyelamatkannya. Keadilan bukanlah sekadar masalah kesalahan dan hukuman. Keadilan adalah lapisan humus dari ladang sebuah kebersamaan. Dengan itu, di atasnya sebuah negeri akan tumbuh sebagai sebuah negeri. Tanpa itu, hanya akan ada kemah-kemah peperangan, sebuah situasi yang digambarkan Hobbes dengan sikap dingin: di sanalah hukum dibuat oleh mereka yang punya kekuasaan, bukan oleh mereka yang punya kebenaran. Autoritas, non veritas facit legem.

Kini itulah yang sedang terjadi di Indonesia: sebuah negeri yang sedang patah-patah. Humus yang menyuburkan kebersamaan itu begitu tipis dan semakin habis. Hakim-hakim tak bisa dipercaya lagi, apalagi jaksa dan polisi. Para pengacara hanya dianggap sibuk memilih warna dasi dan datang ke mahkamah sebagai makelar, mempersiapkan jual-beli tuntutan dan keputusan.

Orang mulai mengatakan bahwa dalam keadaan seperti ini, demokrasi tak menolong. Statemen ini bukan sesuatu yang baru. Ia sudah merupakan cemooh kaum aristokrat dan pendukung oligarki di zaman Yunani kuno. Kata mereka, demos, atau rakyat kebanyakan (yang dalam bahasa Indonesia juga disebut "orang ramai"), memang hanya sejumlah suara riuh ramai. Di abad ke-4 Sebelum Masehi seorang bernama Isocrates telah menulis ketus ke arah para demokrat: "Untuk urusan pribadi, tuan datang kepada mereka yang lebih cerdik pandai untuk mendapatkan nasihat, tapi untuk urusan Negara, tuan mencurigai dan tak menyukai orang yang punya karakter. Malah tuan lebih suka menjalin hubungan dengan tukang pidato yang paling sakit jiwa."

Tukang pidato seperti itu (katanya kini banyak di partai-partai politik dan parlemen) tentulah tak akan bisa diharapkan memperbaiki keadaan. Sebab politikus pun, sekarang—dengan mobil baru, rumah baru, dan perjalanan ke luar negeri yang sarat bekal, dan tanpa tahu dari mana mereka mendapatkan semua itu—sudah dianggap jadi bagian dari autoritas, kekuasaan, bukan veritas, kebenaran.

Tapi apa gerangan "kebenaran"? Apa gerangan "keadilan"? Bagaimana mungkin itu didapat oleh orang ramai? Bagaimana pula itu diperoleh para orator jelek itu? Namun saya kira, di sinilah justru jawaban kenapa demokrasi penting—selama demokrasi berada bersama parrhesia, sebuah kata kuno untuk menggambarkan "kemerdekaan bicara".

Menarik, bahwa kata itu datang dari dunia teater. Euripides di abad ke-4 Sebelum Masehi memperkenalkannya dalam keenam lakon yang ditulisnya. Dalam lakon Perempuan-Perempuan Phoenisia, sang ibu, Iocasta, bertanya kepada anaknya, Polyneises, yang datang dari tanah buangan untuk merebut takhta dari kakaknya: Apa yang paling menyakitkan selama hidup di tanah pengasingan? Jawab Polyneices: "Yang terburuk ini: kemerdekaan bicara tak ada."

Satu segi baru dikemukakan Euripides dalam lakon Ion. Dewa Apollo, yang memerkosa seorang perempuan, tak mengakui anaknya yang lahir dari perbuatan itu. Sang dewa diam. Tapi toh manusia kemudian menyimpulkannya sendiri, ketika orang datang bertanya kepadanya. Jawaban itu memang ternyata dusta, tapi satu proses telah dimulai. Seperti diutarakan Michel Foucault tentang parrhesia dalam Ion, yang terjadi adalah "pencarian tahu dengan cara interogatif", bukan dengan diam menunggu jawab sang dewa dalam bentuk orakel yang biasanya remang-remang. Dengan melalui tanya-jawab, yang gelap pun menjadi terang.

Teater adalah sebuah dunia di mana percaturan tanya dan jawab menjadi alasan hidup. Dari sini suspens tumbuh, dan dari sini gerak tampak. Tapi lebih dari itu, teater adalah sebuah arena, tempat manusia tampil sebagai makhluk yang harus memandang apa yang terbatas dengan sudut pandang yang terbatas. Teater adalah seni tentang perspektif. Tapi pada saat yang sama, dari perspektif yang dibentuk oleh tubuh dan posisinya, ada proses ke arah yang tak terbatas itu.

Teater juga sebuah dunia di mana bahasa menunjukkan sejarahnya yang tak lurus dan riwayatnya yang tak sepenuhnya terang-benderang. Bila bahasa adalah sesuatu yang 100 persen bersih dan transparan, teater akan berhenti. Di sini hidup tak dapat dibayangkan sebagai wujud matematik. Bahasa akan senantiasa gagal, atau separuh gagal, tapi ajaib: manusia tak selamanya harus saling menggembok mulut. Bisu bahkan sesuatu yang seperti titik hitam dalam geometri: di sana, semuanya berhenti.

Maka yang penting bukanlah jaminan akan datang solusi, bukan pula garansi bahwa akan terbit kebenaran. Yang penting adalah percakapan dengan kebebasan. Juga kemerdekaan untuk mencari sendiri apa yang benar dan yang adil—dengan sikap ingin tahu, ragu, juga gigih. Itu sebabnya mahkamah yudikatif lahir. Ada pendakwa, ada pembela, ada hakim. Ketika hakim jadi bisu karena disuap, parrhesia hilang.

Dengan demikian, memang kebenaran harus dilihat sebagai suatu yang hendak dicapai bukan dalam laboratorium. Mengutip Foucault di sini menjadi relevan: ia membandingkan parrhesia dengan pengertian yang datang kemudian, ketika modernitas mulai, yakni tentang evidence. Bagi pengertian ala Descartes itu, cocoknya keyakinan dengan kebenaran didapat dalam satu pengalaman dalam pikiran kita tentang evidence. Bagi orang Yunani seperti dalam teater Euripides, kecocokan itu tidak di sana, tapi dalam percakapan, dalam parrhesia.

Di situlah demokrasi jadi penting. Sebuah republik bukanlah sebuah ruang steril. Maka apa boleh buat, yang berbicara tak hanya para pakar dengan rumus, tapi orang biasa—dengan kesalahan-kesalahannya, dengan nafsunya, dengan ketakutannya. Kita hidup bersama mereka, dalam dunia mereka.

Goenawan Mohamad

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Demi Konten, Turis di Cina Mempertaruhkan Nyawanya Bergelantungan di Tebing

1 detik lalu

Paiya Mountain, Cina (dpxq.gov.cn)
Demi Konten, Turis di Cina Mempertaruhkan Nyawanya Bergelantungan di Tebing

Warganet menyayangkan sikap turis di Cina tersebut karena tidak hanya membahayakan diri sendiri tetapi juga pihak lain.


Lady Gaga: Diva Nyentrik yang Menapaki 38 Tahun

4 menit lalu

Lady Gaga saat menghadiri acara Piala Oscar di Hollywood, Los Angeles, California, 13 Maret 2023. REUTERS/Eric Gaillard
Lady Gaga: Diva Nyentrik yang Menapaki 38 Tahun

Bintang nyentrik Lady Gaga, penyanyi, penulis lagu dan aktris kini tengah dinanti aktingnya di film Joker: Folie a Deux yang masuk proses tahap akhir.


Banyak Jalur Rawan di Sleman Yogyakarta, Jembatan Lereng Merapi Diusulkan Dihapus dari Google Maps

5 menit lalu

Kawasan wisata Tebing Breksi di Sleman, Yogyakarta. TEMPO | Pribadi Wicaksono
Banyak Jalur Rawan di Sleman Yogyakarta, Jembatan Lereng Merapi Diusulkan Dihapus dari Google Maps

Pemudik dan wisatawan diminta cermat memilih jalur yang aman saat ke Sleman, Yogyakarta, tak semata mengandalkan Google Maps.


Vonis 3 Tahun Penjara Windi Purnama, Bagaimana Perannya dalam Pencucian Uang BTS 4G?

5 menit lalu

Terdakwa Direktur PT. Mulitimedia Berdikasi Sejahtera, Windi Purnama, mengikuti sidang pembacaan surat tuntutan, di Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin, 4 Maret 2024. Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Agung menuntut Windi Purnama, pidana penjara badan selama 4 tahun, denda Rp. 1 miliar subsider enam bulan kurungan. TEMPO/Imam Sukamto
Vonis 3 Tahun Penjara Windi Purnama, Bagaimana Perannya dalam Pencucian Uang BTS 4G?

PN Jakarta Pusat menjatuhkan vonis 3 tahun penjara dan denda Rp 500 juta pada Windi Purnama. Apa perannya dalam kasus TPPU BTS 4G?


Hubungan Harvey Moeis dan Crazy Rich PIK Helena Lim dalam Kasus Dugaan Korupsi PT Timah

9 menit lalu

Suami dari aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis (kiri) mengenakan rompi tahanan berwarna pink setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015 sampai 2022, di Gedung Kejagung, Rabu, 27 Maret 2024.  Humas Kejagung
Hubungan Harvey Moeis dan Crazy Rich PIK Helena Lim dalam Kasus Dugaan Korupsi PT Timah

Dua pengusaha, Harvey Moeis dan Helena Lim, menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi PT Timah


Aguan, Anthony Salim, dan Muktar Widjaja akan Nikmati PSN PIK 2 dan BSD?

11 menit lalu

Erick Thohir bersama  pendiri Agung Sedayu Group Sugianto Kusumo atau Aguan saat grand opening kawasan wisata kuliner Aloha PIK 2, Selasa 8 Agustus 2023. TEMPO/JONIANSYAH HARDJONO
Aguan, Anthony Salim, dan Muktar Widjaja akan Nikmati PSN PIK 2 dan BSD?

Aguan, Anthony Salim, dan Muktar Widjaja akan menikmati proyek strategis nasional (PSN) di PIK 2 dan BSD?


Makna di Balik Malam Lailatul Qadar, Harapan dan Ampunan Paripurna

17 menit lalu

Umat muslim membaca Al-Quran saat melakukan itikaf pada bulan Ramadan di Masjid Istiqlal, Jakarta, 24 April 2022. Umat Islam mulai melaksanakan ibadah itikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan dengan memperbanyak amal dan ibadah di masjid guna mendapatkan malam Lailatul Qadar. TEMPO/Fajar Januarta
Makna di Balik Malam Lailatul Qadar, Harapan dan Ampunan Paripurna

Makna mendalam Lailatul Qadar., malam yang lebih baik dari seribu bulan di periode bulan Ramadan.


Jenderal AS: Kami Tak Bersedia Beri Israel Senjata Apa Pun yang Diinginkan Saat Ini

18 menit lalu

Jenderal Charles Q. Brown Junior. REUTERS
Jenderal AS: Kami Tak Bersedia Beri Israel Senjata Apa Pun yang Diinginkan Saat Ini

Jenderal militer AS mengatakan bahwa Washington belum memberikan semua senjata yang diminta Israel, karena AS tidak bersedia memberikannya saat ini


Tips Berkemas dengan Metode 333, Barang Lebih Sedikit Tetap Bisa Tampil Modis

22 menit lalu

Ilustrasi packing atau berkemas. Freepik.com
Tips Berkemas dengan Metode 333, Barang Lebih Sedikit Tetap Bisa Tampil Modis

Tips berkemas dengan metode 333 membantu traveler membawa barang bawaan lebih ringkas tapi juga tetap bisa tapill modis


RUU DKJ Disahkan, Gibran Bakal Punya Kewenangan Besar di Kawasan Aglomerasi?

26 menit lalu

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menerima berkas laporan pembahasan RUU DKJ dari Ketua Badan Legislasi DPR RI Supratman Andi Agtas dalam Rapat Paripurna ke-14 Masa Persidangan IV tahun 2023-2024 di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 28 Maret 2024. DPR RI mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Daerah Khusus Jakarta (DKJ) menjadi Undang-Undang (UU) yang terdiri atas 12 bab dan 73 pasal berisi ketentuan soal status Jakarta usai tak lagi menjadi ibu kota. TEMPO/M Taufan Rengganis
RUU DKJ Disahkan, Gibran Bakal Punya Kewenangan Besar di Kawasan Aglomerasi?

RUU DKJ disahkan, apakah Gibran akan punya kewenangan besar di kawasan aglomerasi?