Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Grondslag

Oleh

image-gnews
Iklan

Jakarta, menjelang pertengahan 1945, tiga bulan sebelum bom atom jatuh di Hiroshima. Sekitar 80 orang hadir di sebuah pertemuan 10 hari.

Di antara mereka tak ada buruh atau peladang, orang dari pesantren atau masyarakat adat, dan hampir tak ada perempuan. Tapi ke-80 orang itu bukan orang yang jauh dari orang ramai. Selama belasan tahun, mereka pernah aktif sebagai "orang pergerakan" dan bertemu dengan pelbagai lapisan rakyat, atau jadi pejabat, atau ikut aksi untuk kemerdekaan lewat partai dan perhimpunan. Di antara mereka, ada Sukarno dan Hatta, yang telah jadi buah bibir sebagai "Bung Karno" dan "Bung Hatta".

Hari-hari itu, tugas mereka—diberikan oleh penguasa Jepang di Jakarta waktu itu, yang tahu Dai Nippon akan kalah dan mereka harus meninggalkan kepulauan ini—adalah menyiapkan lahirnya sebuah "Indonesia" yang "merdeka". Tapi apa yang disebut "Indonesia"? Bagaimana keadaan "merdeka" itu?

Jawab masih kabur. Masih banyak pengertian pokok yang hanya diangankan—dalam arti dikehendaki, dirancang-bentuk, tapi disadari atau tidak, hasilnya hanya punya dasar yang tentatif.

Dengan itu mereka berunding. Rapat berlangsung di Gedung Tyuuoo Sangi-In, tak jauh dari Stasiun Gambir. "Kita harus mencari persetujuan paham," kata mereka, seperti kemudian ditirukan Bung Karno.

Maka, pada tanggal 1 Juni, Bung Karno, salah seorang anggota sidang, berbicara tentang perlunya sebuah philosophische grondslag. "Negara Indonesia" yang sedang disiapkan itu butuh sebuah "dasar filsafat". Sebab bagi Bung Karno sebuah republik tak bisa didirikan "dengan isi seadanya saja." Banyak negeri, katanya, "berdiri di atas suatu Weltanschauung."

Ia sebutkan contoh lima negeri dan lima "pandangan dunia". Uni Soviet: Marxisme-Leninisme; Jerman di bawah Hitler: Naziisme; Jepang: Tennoo Koodoo Seishin; Arab Saudi: Islam; Cina: gagasan Sun Yat Sen dalam "tiga asas" atau San Min Chu I.

Dari tesis inilah Bung Karno pun merangkai "Pancasila".

Menarik bahwa tak seorang pun waktu itu yang bertanya kenapa grondslag begitu penting. Memang, "persetujuan paham" perlu ada di sebuah negeri dengan isi yang majemuk. Tapi bukankah "persetujuan paham" bisa dicapai tanpa sebuah "filsafat" yang mendasari kehidupan bersama? Tidakkah lebih mustajab bila sebuah negara punya aturan yang memadai buat membereskan sengketa dan menjaga kesepakatan? Dengan kata lain: bukankah lebih penting hukum positif ketimbang Weltanschauung? Jangan lupa: Swiss dan Brasilia—yang begitu plural penduduknya—tak punya satu "filsafat dasar", tapi keduanya tak pernah pecah.

Tapi orang terpesona kepada pidato Bung Karno. Mereka kemudian menjadikannya sebagai Lahirnya Pancasila, sebuah canon pemikiran politik Indonesia. Dan orang bertepuk buat grondslag. Pada masa itu mereka memang biasa mendengarkan semboyan "Asia untuk bangsa Asia", dan ingin menampik modernitas yang gemuruh dari "Eropa". Bagi mereka, "Barat" adalah kehampaan. Di sana telah hilang pegangan, telah runtuh "metanarasi" yang bisa memberi makna yang dihayati bersama, "telah mati Tuhan". Sanusi Pane, penyair yang memuja Hindia dan bersedia bekerja untuk kantor propaganda Jepang itu, melihat "Barat" sebagai "nihilisme".

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Cemas itu memang bergema luas, juga di "Barat" sendiri. Daniel Bell mencatatnya dalam The Cultural Contradictions of Capitalism: itulah, ia berkata, salah satu problem modernitas dan sekularisasi. "Tuhan telah mati," kata Bell, berarti "pertalian sosial telah putus" dan "masyarakat telah mati."

Memang seharusnya Tuhan tak patut dianggap hanya sebagai sang penyangga nilai-nilai. Tapi manusia perlu jawab bagaimana menemui ajal, mengerti tragedi, memaknai cinta, menanggung kewajiban. Sebuah kebersamaan selalu membutuhkan "budaya", bukan hanya teknik dan teknologi.

Agaknya itulah sebabnya orang menyambut grondslag. Sebagaimana orang terpikat tulisan Mao atau terpukau pemikiran Sayid Qutb: ada hasrat mengembalikan "fondasi" ke kehidupan politik. Tuah dan mukjizat Kata telah surut dari dunia. Bersamaan dengan itu, acuan normatif tentang apa yang baik dan buruk, penilaian estetik tentang yang indah dan jelek, dan persoalan kognitif tentang yang benar dan salah telah berkembang di pengetahuan yang terpisah-pisah—sebuah gejala modernitas, kata Max Weber. Dalam kondisi itu, betapa bisa sebuah masyarakat bergerak bersama, tanpa dilecut kekuasaan?

Ternyata tak gampang memecahkan soal ini. Membuat sebuah grondslag yang bertuah dan bermakna bagi jutaan orang pada akhirnya merupakan ikhtiar besar "penyembuhan". Pancasila dan Maoisme disebarkan dengan indoktrinasi yang bertubi-tubi.

Dalam hal ini Qutb punya kelebihan: ia bisa menyatakan bahwa grondslag yang ditawarkannya adalah "Islam". Agama ini telah menyangga manusia berabad-abad, dengan keyakinan bahwa ia datang dari Tuhan.

Namun pada akhirnya ide-ide Qutb—sebuah kritik kepada modernitas—juga harus bersua dengan kritik lain kepada modernitas. Gianni Vattimo, pemikir Italia itu, memperkenalkan makna il pensiero debole, "fikir yang lemah". Dengan itu kita bisa lebih rendah hati dan melihat bahwa "semua adalah tafsir". Juga apa yang dikemukakan Qutb sebagai "Islam".

Tak berarti seluruh grondslag perlu dicopot. Apalagi dalam hal Pancasila, ada yang penting: ia sebuah grondslag dan sekaligus juga perundingan—dan ini tak hanya berlangsung di Gedung Tyuuoo Sangi-In itu. Di sebuah negeri yang sehat, semangat kebangsaan tak akan pernah jadi mutlak bila ada semangat lain yang sah, yakni perikemanusiaan. Di sana kita bisa yakin kepada kebenaran Tuhan tanpa menghabisi semangat demokrasi.

Pancasila kini memang dilecehkan. Tapi mungkin karena pernah mereka membuat Pancasila "sakti" dan bukan sebuah negosiasi. Kita lupa: grondslag itu adalah proses manusia dengan il pensiero debole.

Goenawan Mohamad

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Demi Konten, Turis di Cina Mempertaruhkan Nyawanya Bergelantungan di Tebing

1 detik lalu

Paiya Mountain, Cina (dpxq.gov.cn)
Demi Konten, Turis di Cina Mempertaruhkan Nyawanya Bergelantungan di Tebing

Warganet menyayangkan sikap turis di Cina tersebut karena tidak hanya membahayakan diri sendiri tetapi juga pihak lain.


TNI Ungkap Alasan Bantuan Kemanusiaan untuk Gaza Diterjunkan AU Yordania

6 menit lalu

Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto mengecek bantuan usai upacara keberangkatan bantuan kemanusiaan untuk Palestina di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Jumat 29 Maret 2024. Pemerintah Indonesia mengirimkan bantuan kemanusiaan payung udara orang dan payung udara barang sebanyak 900 buah ke Yordania untuk disalurkan ke Palestina melalui metode airdrop menggunakan satu pesawat Hercules C-130J TNI AU. ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha
TNI Ungkap Alasan Bantuan Kemanusiaan untuk Gaza Diterjunkan AU Yordania

Misi itu melibatkan 27 personel TNI yang sebagian besar merupakan prajurit dan sisanya satu diplomat dari Kementerian Luar Negeri.


Fakta-fakta Kasus Pertalite yang Dicampur Air di SPBU di Kota Bekasi

8 menit lalu

SPBU di Jalan Juanda, Bekasi terkontaminasi air.  Tempo/Adi Warsono
Fakta-fakta Kasus Pertalite yang Dicampur Air di SPBU di Kota Bekasi

Para tersangka pelaku pencampur BBM jenis Pertalite dengan air yang dikirim ke sebuah SPBU Kota Bekasi tersebut akan diancam pidana 6 tahun penjara.


Persija Jakarta Akan Kembali Berkandang di SUGBK saat Jamu Persis Solo pada Liga 1 Pekan Ke-31

11 menit lalu

Pemain Persija Jakarta Marko Simic dan Ryo Matsumura. Twitter @Persija_Jkt.
Persija Jakarta Akan Kembali Berkandang di SUGBK saat Jamu Persis Solo pada Liga 1 Pekan Ke-31

Persija Jakarta akan kembali berkandang di Stadion Gelora Utama Bung Karno, Jakarta, saat menjamu Persis Solo dalam lanjutan Liga 1 pekan ke-31.


Kemendag Tetapkan Harga Patokan Ekspor Pertambangan April 2024, Harga Sebagian Komoditas Naik

15 menit lalu

Pekerja tengah memindahkan tembaga bekas untuk diolah di PT Smelting, Gresik, Jawa Timur, Kamis (20/6) PT Smelting memperoleh pasokan konsentrat tembaga sebesar 1 juta ton dari PT Freeport Indonesia dan dari Amman Mineral Nusa Tenggara sebanyak 100 ribu ton. TEMPO/Tony Hartawan
Kemendag Tetapkan Harga Patokan Ekspor Pertambangan April 2024, Harga Sebagian Komoditas Naik

Kementerian Perdagangan atau Kemendag menetapkan Harga Patokan Ekspor (HPE) produk pertambangan yang dikenakan bea keluar periode April 2024.


Banyak Orang Masih Salah Kaprah soal Epilepsi, Cek Faktanya

15 menit lalu

Ilustrasi anak kejang/epilepsi. Redcross.org.uk
Banyak Orang Masih Salah Kaprah soal Epilepsi, Cek Faktanya

Masih banyak orang yang salah kaprah terkait epilepsi. Dokter beri faktanya untuk meluruskan.


Bawaslu: Dugaan Pelanggaran Penggelembungan Suara Prabowo-Gibran Tidak Memenuhi Syarat Materiil

20 menit lalu

Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) J. Kristiadi bersama Ketua Bawaslu Rahmat Bagja saat menghadiri Rapat Pleno Terbuka Perubahan Metode Memilih Di Luar Negeri Pada Pemilu Tahun 2024 di Gedung KPU Pusat, Jakarta, Kamis 28 Desember 2023. Pemungutan Suara di Sejumlah Negara Dialihkan via Pos. Sebagai informasi, menurut UU Pemilu, terdapat tiga metode pemungutan suara di mancanegara, yakni TPS luar negeri, kotak suara keliling, dan pos. TEMPO/Subekti.
Bawaslu: Dugaan Pelanggaran Penggelembungan Suara Prabowo-Gibran Tidak Memenuhi Syarat Materiil

Ketua Bawaslu menyatakan kajian awal laporan tersebut memenuhi unsur formil, tapi tidak memenuhi syarat meteriil.


Asal Istilah Nepo Baby yang Disematkan ke Gibran Ternyata dari Dunia Artis Bollywood

28 menit lalu

Gestur cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka (kanan) saat akan menyampaikan pandangannya di depan rivalnya, Muhaimin Iskandar saat Debat Keempat Pilpres 2024 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Minggu (21/1/2024). Debat Keempat Pilpres 2024 mengangkat tema terkait pembangunan berkelanjutan, sumber daya alam, lingkungan hidup, energi, pangan, agraria, masyarakat adat dan desa. ANTARA/M Risyal Hidayat
Asal Istilah Nepo Baby yang Disematkan ke Gibran Ternyata dari Dunia Artis Bollywood

Presiden Joko Widodo atau Jokowi disebut melakukan berporos dan Gibran Rakabuming Raka pun dijuluki Nepo Baby. Dari mana istilah ini?


KAI Operasikan KA Argo Bromo Anggrek dengan Kereta Eksekutif New Generation Mulai Hari Ini, Apa Saja Fasilitasnya?

31 menit lalu

Petugas PT Kereta Api Indonesia mengecek kelengkapan fasilitas di Gerbong Luxury 2 di Stasiun Kotabaru Malang, Jawa Timur, Sabtu 25 Mei 2019. Kereta Luxury 2 ini merupakan generasi terbaru kereta Luxury yang telah dirilis pada pertengahan 2018 lalu. Tahun lalu, kereta sleeper dirangkaikan pada kereta Argo Bromo Anggrek Luxury relasi Gambir-Surabaya Pasar Turi. ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto
KAI Operasikan KA Argo Bromo Anggrek dengan Kereta Eksekutif New Generation Mulai Hari Ini, Apa Saja Fasilitasnya?

PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI mengoperasikan KA Argo Bromo Anggrek relasi Gambir-Surabaya Pasarturi PP menggunakan kereta eksekutif New Generation mulai hari ini, Jumat, 29 Maret 2024.


TNI Pastikan Jatuhkan Sanksi terhadap 13 Prajurit yang Siksa Warga Papua

39 menit lalu

Kapuspen TNI Mayjend Nugraha Gumilar (kedua dari kiri), Panglima Daerah Militer XVII/Cenderawasih Mayjend Izak Pangemanan (ketiga dari kiri), Kadispenad Brigjen Kristomei Sianturi (paling kanan) dalam konferensi pers video viral penganiayaan warga Papua oleh anggota TNI di Subden Mabes TNI, Jakarta Pusat, pada Senin, 25 Maret 2024. Tempo/Yohanes Maharso
TNI Pastikan Jatuhkan Sanksi terhadap 13 Prajurit yang Siksa Warga Papua

Sebanyak 13 prajurit TNI tersangka penganiayaan warga di Papua akan mendapat hukuman yang berbeda, sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan.