Komisi Pemberantasan Korupsi terus mengusut korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik. Pembongkaran skandal ini diharapkan mengungkap kongkalikong klasik-politikus, pejabat, dan pengusaha-dalam menggangsir anggaran negara lewat proyek pengadaan.
Kemajuan pengusutan perkara e-KTP terlihat dengan dicegahnya sejumlah tersangka bepergian ke luar negeri. Mereka antara lain Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan, Sugiharto. Pejabat Kementerian Dalam Negeri itu merupakan pembuat komitmen proyek ini. Mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara Indonesia, Isnu Edhi Wijaya, dan Direktur Utama PT Quadra Solusion, Anang Sugiana Sudihardjo, juga dicegah. Begitu pula Andi Agustinus yang disebut-sebut sebagai pengatur tender senilai Rp 5,9 triliun ini.
Seperti kasus korupsi yang lain, proyek e-KTP diperkirakan juga melibatkan politikus Senayan. Hal ini berkali-kali dilontarkan oleh M. Nazaruddin, terpidana korupsi Wisma Atlet. Melalui kuasa hukumnya, ia membeberkan peran keterlibatan Setya Novanto. Sayangnya, KPK belum menyentuh Bendahara Umum Partai Golkar yang juga memiliki posisi penting di DPR ini.
Tidak hanya disebut bermain dalam proyek e-KTP, Setya juga diduga terlibat dalam pembengkakan anggaran Pekan Olahraga Nasional XVIII di Pekanbaru, Riau. Ruang kerjanya di lantai 12 Gedung Nusantara 1 DPR pernah digeledah oleh penyidik KPK. Dalam kasus ini, mantan Gubernur Riau, Rusli Zainal, telah divonis 14 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. Juga, Lukman Abbas, mantan Kepala Dinas Olahraga Riau, telah divonis 5 tahun 6 bulan penjara. Dalam persidangan, Lukman mengungkapkan bahwa Setya memimpin pertemuan untuk menggelembungkan anggaran PON 2012 itu.
Penanganan yang lambat terhadap kasus Setya Novanto cukup menguntungkan Golkar, tapi juga merugikan publik. Dalam pemilu legislatif kali ini, nama Setya Novanto tetap dipilih oleh masyarakat Nusa Tenggara Timur. Kemungkinan besar ia pun akan melenggang lagi ke Senayan.
Bukan cuma Setya yang beruntung, banyak wajah lama yang lain akan masuk DPR. Inilah yang membuat orang pesimistis bahwa korupsi akan berkurang pada periode 2014-2019 mendatang. Pola menggerogoti anggaran negara yang melibatkan persekongkolan politikus, pejabat, dan pengusaha masih akan terjadi lagi.
Hingga sekarang, kalangan partai politik juga tidak berusaha mengembalikan hakikat berpolitik. Politik hanya dipahami secara serampangan: berebut kursi legislatif dan eksekutif sebanyak-banyaknya agar bisa memperkaya para politikus dan partainya. Mereka juga tak serius mencari solusi untuk membiayai kegiatan politik selain dengan menggerogoti anggaran negara.
KPK diharapkan terus membongkar kasus seperti proyek e-KTP. Tapi masyarakat juga menginginkan kalangan partai politik berubah. Kalau tidak, skandal seperti yang melibatkan Nazaruddin, Anas Urbaningrum, dan Luthfi Hasan Ishaaq akan terus berulang.