Komisi Pemilihan Umum (KPU) akhirnya menetapkan perolehan suara partai-partai tepat waktu pada 9 Mei lalu. Hal ini melegakan karena proses menuju pemilihan presiden-wakil presiden tidak jadi tertunda.
Meski demikian, masalah rekapitulasi perolehan suara nasional masih jauh dari selesai. Hampir semua partai menduga ada kecurangan dalam pemilihan ini. Kecurangan itu dilakukan di berbagai tingkatan, dari Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara hingga Panitia Pemilihan Kecamatan.
Baca Juga:
Di daerah, manipulasi terjadi sejak penyusunan data pemilih hingga penghitungan dan pencatatan hasil pemilu. Jaringan Pendidikan Pemilu untuk Rakyat menuding Komisi Pemilihan di daerah sengaja memanipulasi rekapitulasi suara untuk memenangkan partai atau calon tertentu.
Hal itu menjadi kian parah manakala Badan Pengawas Pemilihan Umum di daerah ternyata tidak memiliki data pembanding. Setidaknya tujuh provinsi harus mengulang penghitungan suara selama proses rekapitulasi karena dugaan manipulasi, termasuk DKI Jakarta. Di beberapa daerah, proses pemilihan malah harus diulang.
Kalau menoleh ke belakang, sesungguhnya pemilu kali ini memang sarat masalah. Mula-mula proses politik untuk memilih wakil rakyat ini dinodai oleh kekekacauan dalam verifikasi dan penetapan partai peserta, seolah mereka tak pernah belajar dari kekeliruan di masa lalu.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD menetapkan, untuk menjadi peserta pemilu, partai politik harus memiliki pengurus di semua provinsi, 75 persen kabupaten/kota, dan 50 persen kecamatan di Indonesia. Untuk memastikan hal ini, selain seleksi administrasi, KPU melakukan verifikasi faktual. Proses ini harus selesai 1,5 tahun sebelum pemilu.
Pada kenyataannya, verifikasi faktual kacau, dan tenggat terlampaui. Komisi dituding mencurangi partai baru dan partai kecil. Dugaan adanya kecurangan ini dikuatkan oleh kemenangan gugatan Partai Bulan Bintang serta Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia. Komisi akhirnya memasukkan kedua partai ini dalam daftar peserta pemilu.
Penetapan Daftar Pemilih Sementara dan Daftar Pemilih Tetap juga tak luput dari masalah. Dalam daftar itu masih saja ditemukan nama ganda atau nama orang yang telah meninggal. Hingga dua pekan sebelum pemilu legislatif digelar pada 9 April lalu, masih ada 165 ribu pemilih yang tidak memiliki Nomor Induk Kependudukan.
Tentu kita tidak mau berbagai kekacauan serupa terulang dalam pemilihan presiden. Karena itu, Komisi perlu segera membenahi semua sumber masalah. Belajar dari pemilihan legislatif, sistem pengawasan penghitungan suara harus diperbaiki untuk meminimalkan kecurangan.
Mahkamah Konstitusi juga harus mengakomodasi semua permohonan perkara perselisihan hasil pemilu yang valid dan menyelesaikannya secara adil dan cepat. Kepolisian juga mesti bergegas menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran pemilihan umum dan membawa pelakunya ke pengadilan seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu.