Padamnya listrik di Jakarta dan sekitarnya selama beberapa jam dalam dua hari pekan ini merupakan bukti belum stabilnya pasokan daya dari PLN. Pihak PLN menyebutkan pemadaman dipicu kerusakan pompa Pembangkit Listrik Tenaga Uap Pacitan, Jawa Timur. Pasokan makin terganggu setelah terjadi kerusakan beruntun pada Gardu Induk Kembangan serta Pembangkit Listrik Tenaga Uap dan Gas Muara Karang.
Kerusakan beruntun itu menunjukkan betapa kedodorannya pasokan setrum. Jika di Jawa saja masih seperti itu, bisa dipastikan nasib pulau-pulau di luar Jawa lebih buruk. Listrik byar-pet berkali-kali, bahkan bisa seharian, seolah hal rutin. Pemerintah dan PT PLN sebagai satu-satunya perusahaan pemasok listrik pun seperti tak berdaya. Tak jarang pula, bila masalah defisit listrik mengemuka, lembaga-lembaga terkait justru saling menyalahkan.
Semestinya disadari, matinya listrik bukan sekadar soal terganggunya kenyamanan pengguna. Ada kerugian besar dari tidak stabilnya pasokan daya yang harus dihitung lebih serius. International Finance Corporation, perusahaan terafiliasi Bank Dunia, misalnya, menurunkan peringkat kemudahan berinvestasi di Indonesia gara-gara tidak stabil dan sulitnya memperoleh sambungan setrum.
Investor mengeluh, untuk mendapatkan pasokan listrik, mereka harus menunggu lebih dari tiga bulan. Padahal, di Singapura, sekadar contoh, hanya perlu waktu sekitar sebulan. Sudah pasti kondisi ini menyebabkan Indonesia sulit bersaing menarik investor di era pasar bebas seperti sekarang.
Soal ini semestinya bisa diselesaikan jika saja ada kemauan untuk lebih serius. Pemerintah wajib memenuhi tugas yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2005, yaitu menjalankan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional 2005-2015 secara menyeluruh dan terpadu.
Menurut amanat yang tercantum dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, pemerintah wajib menyusun draf Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional 2012-2031 dan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik PT PLN (Persero) 2012-2021. Draf ini berisi kebijakan ketenagalistrikan nasional, arah pengembangan penyediaan tenaga listrik, kondisi kelistrikan saat ini, hingga kebutuhan investasi.
Tak ada cara lain kecuali membuktikan kepada publik bahwa pemerintah mampu menjalankan semua rencana tersebut. Misalnya, akhir November tahun lalu, Direktur Utama PT PLN Nur Pamudji memastikan keseluruhan proyek pembangunan pembangkit listrik 10 ribu megawatt tahap pertama kelar pada akhir 2014. Janji ini semestinya diikuti penjelasan dan laporan kemajuan ke publik. Jika sampai sekarang listrik masih belum juga stabil, bagaimana khalayak bisa diyakinkan bahwa rencana itu akan terlaksana tepat waktu?
Pembenahan listrik juga harus menjadi prioritas pemerintahan baru nantinya. Pemerintah perlu bergegas mengkaji cetak biru yang ada dan memastikan target pencapaiannya. Jabarkan penerapan rencana secara terbuka dan bangun mekanisme kontrolnya. Kesulitan koordinasi antarinstansi, tentu saja, sudah harus bisa diatasi.