Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Tepi

Oleh

image-gnews
Iklan

Di sekitar Bagdad, siapa yang berdosa? Rasa bersalah telah jadi muskil. Kini tiap hari orang dibunuh, tapi tiap jam selalu ada dalih untuk membunuh.

Sekelompok gerilyawan memenggal kepala Kim Sun-il, orang Korea yang mereka sandera. Tubuhnya ditinggalkan di antara Bagdad dan Kota Falujah. Dunia mengutuk. Tapi para gerilyawan itu akan mengatakan: "Benar, Kim tak berdosa, tapi pemerintah Republik Korea?"

Mereka akan mengatakan bahwa yang berkuasa di Seoul sesungguhnya dapat membebaskan warga negara Korea itu. Tapi tindakan itu tak mereka pilih. Sang presiden lebih perlu mendukung Amerika—dan kian terlibat dengan sesuatu yang kotor: menyerang Irak secara tak sah dan mendudukinya sampai hari ini.

Tapi Presiden Republik Korea pasti punya jawab: Kim adalah sesuatu yang bisa disebut "korban" (victim) dan juga "kurban" (sacrifice). Ia biarkan Kim terbunuh agar lebih banyak orang selamat. Republiknya selama ini dilindungi kekuatan Amerika Serikat, dan sebab itu hubungan dengan negeri itu harus dirawat. Juga dari Seoul hendak ditunjukkan betapa sia-sianya siasat gertak para gerilyawan. Jika hari ini tak ada yang takut pada mereka, mereka akhirnya akan berhenti menyandera.

Maka siapa yang benar, siapa berdosa? Ataukah di sini berkecamuk sebuah kekacauan batas dalam nilai? Mungkin justru sebaliknya.

Kini Irak adalah tanah berdarah yang terbelah tegas. Tiap konflik seperti ini memang mengubah ruang jadi sebuah dunia Mani: sebuah pergulatan antara dua kubu, yang diterjemahkan sebagai perang antara Gelap dan Terang. Pergulatan itu kini tak ada dalam batin. Ketika aku bertikai tajam dengan dia, perang itu keluar dari diri, dan akulah sepenuhnya mewakili Terang, dia Gelap.

Maka jika banyak yang hilang di Irak kini, salah satu yang penting adalah rasa tragis. "Rasa" di sini berarti kesadaran yang merasuk ke hati. Yang tragis timbul ketika kita menyadari posisi manusia di tengah Terang dan Gelap—sebuah posisi yang genting.

Izinkan saya bicara panjang tentang ini. Saya ingat Milan Kundera pernah mengutarakan kembali apa yang konon dikatakan Hegel: "bersalah, itulah kelebihan karakter tragis yang agung." Ia benar, meskipun tak sepenuhnya meyakinkan.

Ia membawa kita ke dalam Antigone, karya Sophokles yang termasyhur itu, yang di Indonesia, 30 tahun yang lalu, dipentaskan Bengkel Teater Rendra dengan mempesona. Dalam kisah ini, Antigone, putri Oedipus yang membuang diri dari takhta Thebes itu, menyaksikan bagaimana kedua adiknya saling membunuh. Keduanya gugur.

Kreon, Raja Thebes yang baru, melarang salah satu di antara pangeran yang tewas itu dikuburkan. Mendengar ini, Antigone menentang sekuat tenaga. Diam-diam dimakamkannya tubuh yang dihinakan sebagai pengkhianat itu. Mengetahui ini Kreon pun menghukum mati perempuan muda itu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam tafsir Kundera, baik Kreon—yang hendak menjaga ketertiban hukum Thebes—maupun Antigone, yang tergerak untuk melawan ketertiban itu karena hukum Kreon melawan rasa keadilan dan aturan dewa-dewa, tampil bukan sebagai Terang kontra Gelap. Keduanya bersalah, tapi juga tak bersalah. Yang penting ialah pengakuan, bahwa ada dosa di kedua belah sisi. Hanya dengan mengakui dosa itu, sebuah karakter menjadi karakter agung dan berbaik kembali pun jadi mungkin.

Itu sebabnya Kundera mencemooh versi Antigone yang pernah dilihatnya di Praha, ketika Partai Komunis berkuasa di Cekoslowakia. Menurut ajaran resmi "realisme sosialis", kelompok teater waktu itu mementaskan Antigone sebagai teladan "hero positif" Komunisme—sepenuhnya kebaikan—melawan Kreon, "si jahat" Fascisme.

Betapa menyesakkan, betapa dangkal. Jika kita lepaskan konflik manusia dari penafsiran sebagai perang antara kebaikan dan kejahanaman, kata Kundera, dan jika kita pahami sengketa itu dalam sorotan tragedi, akan tampak betapa nisbinya kebenaran manusia. Akan tampak pula "keperluan untuk bersikap adil kepada musuh".

Kundera benar, tapi tesisnya berlaku terbatas. Di luar karya Sophokles, sebenarnya tak banyak tragedi yang mengisahkan rasa berdosa. Hamlet dan Raja Lear dalam lakon Shakespeare mati menyedihkan, mungkin bersalah, tapi yang menyentuh kita bukan itu. Sebab itu saya punya tesis lain. Bagi saya, "berdosa" bukanlah inti "rasa tragis". Intinya adalah kesadaran tentang "tepi".

"Tepi" bukanlah "batas". Kata ini tak berkaitan dengan keterbatasan. "Tepi" mengandung sesuatu yang sepi, juga menunjukkan keadaan genting sebab siapa pun akan sendirian ketika ada pelbagai sisi yang dihadapi, ketika seseorang tak berada di satu pusat yang mantap. Bukan saja karena Terang dan Gelap ada di mana-mana, tapi juga karena kedua-duanya mengandung bahaya.

Pernah saya temukan sebuah kutipan, yang selalu saya ingat, konon dari Nelson Mandela, yang mengatakan bahwa yang perlu kita takuti bukanlah Gelap diri kita ("our darkness") melainkan justru Terang diri kita ("our light").

Bagi saya kutipan itu menarik dan mengagumkan. Mandela, tentu saja, tak akan masuk dalam kategori Gelap di buku sejarah. Bertahun-tahun ia disekap oleh pemerintahan kulit putih Afrika Selatan yang dikecam dunia. Ia bisa dengan mudah menyatakan dirinya benar dan lawannya 100 persen berdosa, tapi ia sadar betapa berbahayanya sikap seperti itu. Angkuh karena benar akan menghilangkan "rasa tragis", dan tanpa rasa ini, seseorang akan merasa berdiri di pusat. Kesewenang-wenangan akan terjadi. Juga atas nama kebenaran.

Irak kini adalah akibat dari kesewenang-wenangan itu. Irak adalah hasil sebuah kekuasaan besar yang meringkus peta dunia hanya dalam konflik antara Terang dan Gelap, antara Axis of Goodness dan Axis of Evil. Kekerasan dimulai dari Washington dan London, dari Bush dan Blair, yang seraya mengira di dekat Tuhan, tak merasa bahwa sebenarnya mereka juga berada di tepi. Maka di sekitar Bagdad kini rasa berdosa pun jadi muskil, dan para pembunuh hadir.

Goenawan Mohamad

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Bertambah lagi, MK Terima 52 Amicus Curiae soal Sengketa Pilpres

51 detik lalu

Delapan hakim Mahkamah Konstitusi dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum untuk Pemilihan Presiden 2024 atau PHPU Pilpres di Gedung MK, Jakarta Pusat pada Senin, 1 April 2024. TEMPO/Amelia Rahima Sari
Bertambah lagi, MK Terima 52 Amicus Curiae soal Sengketa Pilpres

Pengajuan sahabat pengadilan terhadap perkara sengketa Pilpres 2024 terus bertambah menjadi 52 amicus curiae.


Amsterdam Larang Hotel Baru untuk Mengatasi Overtourism

9 menit lalu

Amsterdam, Belanda. Unsplash.com/Adrien Olichon
Amsterdam Larang Hotel Baru untuk Mengatasi Overtourism

Tahun ini Amsterdam juga menaikkan pajak turis menjadi 12,5 persen untuk wisatawan yang menginap dan penumpang kapal pesiar.


Cak Imin Ungkap Anies Tak Berminat Maju Pilkada Jakarta hingga Detik Ini

10 menit lalu

Calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar, ketika ditemui usai halal bihalal di Jalan Widya Chandra IV No. 23, Jakarta Selatan, Sabtu, 20 April 2024. TEMPO/Defara
Cak Imin Ungkap Anies Tak Berminat Maju Pilkada Jakarta hingga Detik Ini

Cak Imin mengungkapkan Anies Baswedan tidak berminat maju dalam Pilkada Jakarta 2024 hingga saat ini.


Jonatan Christie Naik ke Posisi 3 Ranking Bulu Tangkis BWF setelah Raih Gelar di All England dan Kejuaraan Bulu Tangkis Asia

12 menit lalu

Jonatan Christie. Dok TIm Humas PBSI
Jonatan Christie Naik ke Posisi 3 Ranking Bulu Tangkis BWF setelah Raih Gelar di All England dan Kejuaraan Bulu Tangkis Asia

Jonatan Christie melesat ke posisi tiga besar dalam peringkat bulu tangkis dunia (BWF) yang dirilis Sabtu, 20 April 2024


Preview Indonesia vs Yordania di Laga Terakhir Fase Grup Piala Asia U-23 2024

15 menit lalu

Indonesia vs Yordania di Piala Asia U-23 2024. Doc. AFC.
Preview Indonesia vs Yordania di Laga Terakhir Fase Grup Piala Asia U-23 2024

Duel Timnas U-23 Indonesia vs Yordania akan tersaji pada pertandingan ketiga babak penyishan Grup A Piala Asia U-23 2024.


Kuasa Hukum Robert Bonosusatya Ungkap Isi Pemeriksaan di Kasus Dugaan Korupsi Timah dan Hubungannya dengan Harvey Moeis

24 menit lalu

Robert Bonosusatya. Istimewa
Kuasa Hukum Robert Bonosusatya Ungkap Isi Pemeriksaan di Kasus Dugaan Korupsi Timah dan Hubungannya dengan Harvey Moeis

Nama Robert Bonosusatya terseret dalam pusaran dugaan korupsi timah. Namanya dikaitkan dengan tersangka lain Harvey Moeis dan Helena Lim.


Mas Dhito Upayakan Warganya Bekerja di Bandara Dhoho

39 menit lalu

Mas Dhito Upayakan Warganya Bekerja di Bandara Dhoho

Bupati Kediri, Hanindhito Himawan Pramana atau Mas Dhito, berkunjung dan menyapa menyapa para pekerja lokal di Bandara Internasional Dhoho.


Tak Hanya Diduga jadi Joki Nilai, Dosen Untan Manfaatkan Mahasiswa S1 untuk Kepentingan Pribadi

40 menit lalu

Ilustrasi Universitas Tanjungpura. Sumber: Untan.ac.id
Tak Hanya Diduga jadi Joki Nilai, Dosen Untan Manfaatkan Mahasiswa S1 untuk Kepentingan Pribadi

Dosen yang sebelumnya diduga jadi joki mahasiswa S2 FISIP Untan juga kerap memanfaatkan mahasiswa S1 dalam penulisan jurnal tanpa mencantumkan nama.


Jokowi Sudah Temui CEO Apple Tim Cook, Menlu Cina Wang Yi, dan Eks PM Inggris Tony Blair, Fokus Bahas Soal IKN

41 menit lalu

Bos Apple Tim Cook bertemu Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan Jakarta, 17 April 2024. Foto: BPMI Setpres/Kris
Jokowi Sudah Temui CEO Apple Tim Cook, Menlu Cina Wang Yi, dan Eks PM Inggris Tony Blair, Fokus Bahas Soal IKN

Pekan ini menjadi hari sibuk Jokowi menemui CEO Apple Tim Cook, Menlu Cina Wang Yi, dan Eks PM Inggris Tony Blair. Apa hasil pertemuan bahas IKN itu


800.000 Orang Berisiko Hadapi Bahaya Ekstrem di Sudan

41 menit lalu

Seorang wanita dan bayi di kamp pengungsi Zamzam, dekat El Fasher di Darfur Utara, Sudan. MSF/Mohamed Zakaria/Handout melalui REUTERS
800.000 Orang Berisiko Hadapi Bahaya Ekstrem di Sudan

PBB telah memperingatkan bahaya yang akan menimpa setidaknya 800.000 warga Sudan ketika pertempuran semakin intensif dan meluas di Darfur.