Persaingan boleh sengit, tapi seharusnya tim sukses masing-masing calon presiden bisa menahan diri. Menggunakan berbagai jenis kampanye hitam untuk menjatuhkan lawan adalah tindakan tak terpuji. Cara ini membodohi rakyat sekaligus menghancurkan demokrasi.
Kasus tabloid Obor Rakyat merupakan salah satu bentuk kampanye yang sama sekali tidak mendidik. Terbitan ini seakan mendompleng kebebasan pers untuk menjatuhkan pasangan calon presiden dan wakil presiden, Joko Widodo-Jusuf Kalla. Penyajiannya dilakukan secara serampangan. Bahkan Dewan Pers tidak menganggap Obor Rakyat sebagai produk jurnalistik.
Tim Joko Widodo alias Jokowi telah melaporkan kasus tabloid itu ke polisi. Publik kini menanti hasil pengusutannya. Penyelidikan secara cepat perlu dilakukan demi menegakkan proses demokrasi yang sehat. Polisi mesti memastikan apakah tabloid itu didanai oleh tim Prabowo Subianto-Hatta Rajasa-lawan Jokowi-Kalla dalam pemilihan presiden. Dengan begitu, akan menjadi jelas apakah kasus itu masuk dalam ranah pemilu yang mesti ditangani pula oleh Badan Pengawas Pemilu atau kriminalitas biasa.
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden tidak memuat masalah ini secara eksplisit. Yang diatur hanyalah hal-hal yang dilarang dalam berkampanye secara resmi. Di antaranya tidak boleh menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, serta calon presiden dan wakil presiden. Ancaman hukumannya, 6 bulan hingga 2 tahun penjara.
Jangan heran bila tim Jokowi-Kalla melaporkan kasus tabloid Obor Rakyat dengan menggunakan delik yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Tabloid ini dituduh menyebarkan kebencian atas dasar kelompok dan golongan. Masalah ini sulit pula ditangani lewat Undang-Undang Pers karena tidak dianggap sebagai produk jurnalistik. Tidak ada verifikasi, tidak ada cover both sides. Bahkan alamat pengelolanya pun kurang jelas.
Kepolisian semestinya pula mengembangkan pengusutan ke kasus serupa. Banyak sekali berita bohong dan fitnah politik di seputar calon presiden dan wakil presiden, terutama melalui Internet. Cara ini tidaklah mendidik, bahkan merupakan kejahatan. Tidak sepantasnya orang menyebarkan informasi bohong, terutama melalui media sosial, demi kepentingan politik.
Banyak cara untuk membantu pemilih mendapatkan sosok presiden dan wakil presiden terbaik. Mengungkap rekam jejak mereka amat penting. Menginformasikan prestasi ataupun kegagalan kandidat pada masa lalu juga perlu. Begitu pula menganalisis kelemahan dan kelebihan masing-masing calon. Tapi, tentu saja, bukan berita atau informasi bohong dan analisis asal-asalan yang menyesatkan masyarakat.
Tim sukses masing-masing calon semestinya paham bahwa menghalalkan segala cara dalam pemilihan presiden hanya akan menggerogoti demokrasi. Legitimasi presiden terpilih pun bisa berkurang apabila kemenangannya dicapai dengan cara curang.