Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Yakin

Oleh

image-gnews
Iklan

Kota kecil berpenduduk 17 ribu itu menyambut kunjungan presiden mereka: Tuan Bush ternyata bersedia berkunjung. Bagi warga Poplar Bluff, Missouri, hari itu menggetarkan. Seorang laki-laki setengah baya berpidato: "Amerika Serikat negeri terhebat di dunia. Presiden Bush presiden terhebat yang pernah saya ketahui. Saya cinta presiden saya. Saya cinta negeri saya. Saya cinta Yesus Kristus."

Yesus, Amerika Serikat, Bush. Mungkin bukan sebuah tri-tunggal baru. Tapi mengapa tidak? Dalam sebuah reportase di The New York Times Magazine 17 Oktober 2004, dengan anekdot itu Ron Suskind menunjukkan gejala yang sedang merundung AS: 42 persen orang merasa diri "evangelis" dan "dilahirkan kembali" sebagai orang Kristen; di atas mereka, seorang presiden yang menyandarkan keputusannya lebih kepada "iman" ketimbang "fakta". "Inilah buat pertama kalinya saya merasa Tuhan ada di Gedung Putih," kata Gary Walby, seorang pensiunan jauhari intan di Kota Destin, Florida.

Dan itulah yang, dalam kata-kata Suskind, membuat kepresidenan Bush "radikal": sang presiden memiliki kepastian "yang melebihi kewajaran, yang diresapi oleh iman".

Harus dicatat: tak semua orang Kristen mengamini posisi itu. Iman (seperti juga tanpa iman) membawa orang ke arah yang berbeda-beda. Seorang pastor yang bekerja dengan orang miskin di Austin, Texas, berkata kepada Suskind: "Iman yang nyata?membawa kita ke arah perenungan yang lebih dalam, dan bukannya?ke arah? kepastian yang gampang."

Tapi bukankah sudah lama orang hidup dengan sikap tak percaya, atau setengah percaya, atau tak peduli benarkah Tuhan terlibat dalam keruwetan manusia sehari-hari, dan sebab itu ada kerinduan kepada iman yang lempang? Dan mana mungkin sebuah mesin kekuasaan dapat dijalankan tanpa "kepastian yang gampang"? Tiap mesin menghendaki garis lurus, sempit dan ringkas.

Benar, namun hanya dalam kiasan kekuasaan manusia dapat disebut sebagai "mesin". Bahkan birokrasi yang paling rasional selalu terancam kemustahilan. Kekuasaan manusia adalah kekuasaan menghadapi diri sendiri yang tak sepenuhnya dipahaminya sendiri, manusia lain yang tak selamanya dapat dimengerti, masyarakat yang tak pernah selesai terbentuk, semesta hidup yang tak kunjung tertangkap oleh dalil.

Kian lama zaman kian mengungkapkan kemustahilan itu. Anthony Giddens jadi menonjol dalam percaturan sosiologi karena ia dapat merumuskan keadaan itu dengan sepatah kata kunci: "risiko"?yang baginya mendasari perikehidupan ("budaya") hari ini. Bahkan kian mengerikan kecelakaan yang mungkin berlangsung, kata Giddens, kian tak cukup pengalaman kita perihal risiko yang bakal ditanggung. Begitulah maka pelbagai guncangan terjadi dan kita terlambat: krisis moneter, wabah AIDS, "11 September", lapisan ozon yang bertambah cepat rusak.

Di hadapan itu semua, tak dapat saya bayangkan Tuan Bush?atau siapa saja yang mengira bahwa mereka "bersama Tuhan"?akan mampu menghilangkan sebuah dunia yang tak dapat diprediksi dan bergerak seperti kuda liar. Jadi apa arti kepastian? Iman, sebagaimana juga tanpa-iman, memang dapat menumbuhkan ilusi yang bukan-bukan tentang "aku" sebagai subyek yang mampu memesan masa depan. Tapi Tuhan tak ada di Gedung Putih. Gary Walby, sang jauhari tua itu, keliru. Tuhan tak berdiam di mana saja manusia duduk di takhta, dalam segala jenisnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sebab tiap kekuasaan, kafir atau bukan, di Amerika atau di Indonesia, di Kremlin atau di Vatikan, di Jenewa di bawah Calvin di abad ke-17 atau di Arab Saudi di abad ke-20, mengandung lubang hitam: kekerasan, bahkan kebuasan, atau setidaknya cela yang serius, menyedot kuat manusia. Buku sejarah penuh dengan kisah itu. Negara adalah bangunan yang tegak dengan pembantaian, penindasan, penyingkiran, atau pembungkaman. Tapi selamanya akhirnya meleset.

Juga ambisi dan 1.001 salah tindak. Sebuah negeri selalu dirundung percaturan politik. Proses itu mau tak mau mengandung sikap bermusuhan, setidaknya iri, bahkan benci, galak, dan naik pitam?sesuatu yang agaknya dilupakan para pengikut Habermas?sebab ketimpangan kekuasaan selalu ada, juga perebutan untuk mendapatkannya, dan "konsensus rasional" tak selamanya tercapai. Sejak generasi pertama manusia setelah Nabi Adam, sampai dengan generasi manusia dalam pemilihan umum di tahun 2004, kita menyaksikan pola itu.

Pola itu menunjukkan setidaknya dua hal. Pertama, bahwa dengan atau tanpa iradah Tuhan, pergulatan kekuasaan berproses dalam dan dengan tubuh manusia, dengan dan dalam bahasanya, akal dan syahwatnya, niat baik dan pamrihnya. Kedua, proses itu pada akhirnya sebuah proses pengambilan keputusan.

Dalam bahasa Indonesia, kata itu, yang juga disebut "memutuskan", mengandung kata dasar "putus": sesuatu yang traumatis. Memang ada pengambilan keputusan berdasarkan analisis dan forkas. Tapi itu sebenarnya bukan "memutuskan", melainkan "mengikuti". Saya kira Kierkegaard, pemikir yang saleh tapi terkadang aneh itu, benar ketika ia mengatakan bahwa saat manusia memutuskan adalah "saat kegilaan".

Bukan karena manusia ngawur, tapi karena ketika ia mengatakan bahwa ia "yakin" akan hal yang ia putuskan, sebenarnya ia berhenti memperhatikan yang tak terduga, yang lain, yang tak tertangkap. Saat itu "gila" karena ia meloncat ke dalam ketidakpastian. Ia subyek dari keputusannya, tapi juga obyek yang dibentuk oleh keputusan itu. Mustahil baginya untuk tahu betul apa sebenarnya kehendak-Nya. Maka manusia pun gentar dengan pelbagai cara dan berdoa dengan pelbagai cara.

Menarik bahwa Bush juga gemar berdoa. Tapi di Gedung Putih, benarkah doa presiden yang "terhebat" dari negeri yang "terhebat" itu?untuk memakai penilaian orang di Poplar Bluff?berarti sebuah pengakuan akan ketidakhebatan? Ataukah hanya Amir Hamzah yang bersedia bertanya: "Tuhanku apatah kekal?"

Goenawan Mohamad

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

17 hari lalu

Film Djakarta 1966. imdb.com
Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

Peristiwa Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar disertai gelombang demo mahasiswa terekam dalam film Djakarta 66 karya Arifin C. Noer


53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

21 hari lalu

Wartawan Senior TEMPO Fikri Jufri (Kiri) bersama Kepala Pemberitaan Korporat TEMPO Toriq Hadad dan Redaktur Senior TEMPO Goenawan Mohamad dalam acara perayaan Ulang Tahun Komunitas Salihara Ke-4, Jakarta, Minggu (08/07). Komunitas Salihara adalah sebuah kantong budaya yang berkiprah sejak 8 Agustus 2008 dan pusat kesenian multidisiplin swasta pertama di Indonesia yang berlokasi di Jl. Salihara 16, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. TEMPO/Dhemas Reviyanto
53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

Majalah Tempo telah berusia 53 tahuh, pada 6 Maret 2024. Panjang sudah perjalanannya. Berikut profil para pendiri, Goenawan Mohamad (GM) dan lainnya.


53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

22 hari lalu

Goenawan Mohamad dikerumuni wartawan di depan gedung Mahkamah Agung setelah sidang gugatan TEMPO pada Juni 1996. Setelah lengsernya Soeharto pada 1998, majalah Tempo kembali terbit hingga hari ini, bahkan, saat ini Tempo sudah menginjak usianya ke-50. Dok. TEMPO/Rully Kesuma
53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

Hari ini, Majalah Tempo rayakan hari jadinya ke-53. Setidaknya tercatat mengalami dua kali pembredelan pada masa Orde Baru.


Goenawan Mohamad Sebut Jokowi Tak Paham Reformasi, Merusak MA hingga Konstitusi

47 hari lalu

Sastrawan Goenawan Mohamad dalam acara peluncuran buku
Goenawan Mohamad Sebut Jokowi Tak Paham Reformasi, Merusak MA hingga Konstitusi

Pendiri Majalah Tempo Goenawan Mohamad atau GM menilai pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat ini seolah pemerintahan Orde Baru.


Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya

48 hari lalu

Sastrawan Goenawan Mohamad dalam acara peluncuran buku
Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya

Budayawan Goenawan Mohamad bilang ia tak jadi golput, apa alasannya? "Tanah Air sedang menghadapi kezaliman yang sistematis dan terstruktur," katanya.


ArtSociates Gelar Pameran Goenawan Mohamad di Galeri Lawangwangi Bandung

54 hari lalu

Pengunjung melihat karya-karya Goenawan Mohamad dalam pameran tunggalnya di Lawangwangi Creative Space bertajuk Sejauh Ini... di Bandung, Jawa Barat, 2 Februari 2024. Sastrawan, budayawan, sekaligus pendiri Majalah Tempo ini memamerkan lebih dari 100 karya seni rupa yang dibuat sejak tahun 2016 sampai 2024. TEMPo/Prima mulia
ArtSociates Gelar Pameran Goenawan Mohamad di Galeri Lawangwangi Bandung

Karya Goenawan Mohamad yang ditampilkan berupa sketsa drawing atau gambar, seni grafis, lukisan, artist book, dan obyek wayang produksi 2016-2024.


Jelang Masa Kampanye Pemilu 2024, Forum Lintas Generasi Buat Seruan Jembatan Serong

27 November 2023

Ilustrasi Pemilu. ANTARA
Jelang Masa Kampanye Pemilu 2024, Forum Lintas Generasi Buat Seruan Jembatan Serong

Forum Lintas Generasi meminta masyarakat bersuara jujur dan jernih dalam Pemilu 2024.


Ratusan Tokoh Deklarasikan Gerakan Masyarakat untuk Kawal Pemilu 2024: Dari Goenawan Mohamad hingga Ketua BEM UI

21 November 2023

Sejumlah orang dari berbagai latar belakang mendeklarasikan gerakan masyarakat untuk mengawasi Pemilu 2024. Gerakan yang dinamai JagaPemilu itu diumumkan di Hotel JS Luwansa, Jakarta Pusat pada Selasa, 21 November 2023. TEMPO/Sultan Abdurrahman
Ratusan Tokoh Deklarasikan Gerakan Masyarakat untuk Kawal Pemilu 2024: Dari Goenawan Mohamad hingga Ketua BEM UI

Gerakan tersebut diawali dari kepedulian sekelompok orang yang tidak berpartai dan independen terhadap perhelatan Pemilu 2024.


Fakta-fakta Para Tokoh Bangsa Temui Gus Mus Soal Mahkamah Konstitusi

14 November 2023

Gedung Mahkamah Konstitusi. TEMPO/MAGANG/MUHAMMAD FAHRUR ROZI.
Fakta-fakta Para Tokoh Bangsa Temui Gus Mus Soal Mahkamah Konstitusi

Aliansi yang tergabung dalam Majelis Permusyawaratan Rembang itu menyampaikan keprihatinan mereka ihwal merosotnya Mahkamah Konstitusi atau MK.


Goenawan Mohamad Sebut Banyak Kebohongan Diucapkan Presiden Jokowi

12 November 2023

Budayawan Goenawan Mohamad hadiri pembukaan pameran 25 Tahun Reformas!h In Absentia di Yayasan Riset Visual mataWaktu, Jakarta, Rabu, 17 Mei 2023. Pameran yang menampilkan kumpulan foto arsip, seni instalasi dan grafis tersebut digelar dalam rangka merefleksikan seperempat abad gerakan reformasi di Indonesia, pameran berlangsung hingga 17 Juni mendatang. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Goenawan Mohamad Sebut Banyak Kebohongan Diucapkan Presiden Jokowi

Goenawan Mohamad menyebut pilpres mendatang berlangsung dalam situasi mencemaskan karena aturan bersama mulai dibongkar-bongkar.