Penyerbuan dan perusakan Kantor Biro TV One Yogyakarta jelas tidak dibenarkan. Tindakan sekelompok orang yang mengaku sebagai kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu, apa pun alasannya, merupakan pelanggaran hukum. Jika hal itu dibiarkan, bukan tak mungkin kekerasan dan intimidasi terhadap media dan jurnalis-tak hanya berkaitan dengan pemilihan calon presiden-akan terus terjadi. Kelak, siapa pun yang merasa tak suka pada suatu pemberitaan akan dengan gampang menyerang kantor media atau jurnalis yang dianggap merugikan mereka.
Kekerasan itu terjadi pada Rabu malam lalu, ketika sejumlah orang mendatangi Kantor Biro TV One di kawasan Perumahan Timoho Regency, Yogyakarta. Selain merusak sekitar sepuluh sepeda motor yang diparkir di halaman, mereka mencoret-coret dinding kantor stasiun televisi itu dengan kata-kata kotor. Mereka berang karena stasiun televisi milik Aburizal Bakrie, Ketua Umum Partai Golkar yang juga pendukung pasangan Prabowo-Hatta, itu telah menyiarkan berita yang dianggap menghina PDIP.
Sebelumnya, dalam salah satu acaranya, stasiun televisi itu menyebut PDIP memiliki hubungan erat dengan Partai Komunis Indonesia. Pemberitaan inilah yang menyulut kemarahan. Mereka menuding berita itu, selain menyebarkan fitnah, merugikan Jokowi, calon presiden dari PDIP. Dalam masa kampanye yang tinggal hitungan hari ini, berita semacam itu memang bisa merugikan Jokowi.
Kita tahu bahwa sejumlah pemilik media, baik cetak maupun elektronik, adalah pendukung calon presiden tertentu. Dari kubu Prabowo, misalnya, selain Aburizal Bakrie, yang juga memiliki stasiun televisi ANTV, ada pengusaha Hary Tanoesoedibjo, pemilik stasiun televisi RCTI, Global, MMC (dulu bernama TPI), serta harian Koran Sindo. Adapun dari kubu Jokowi, ada Surya Paloh, Ketua Partai NasDem yang juga pemilik stasiun televisi Metro TV dan surat kabar Media Indonesia.
Tapi, kendati mereka pemiliknya, semestinya tidak boleh menggunakan stasiun yang frekuensinya milik publik untuk kepentingan salah satu calon presiden. Semestinya mereka juga bersikap adil, memberi hak yang sama kepada setiap kandidat untuk tampil di televisi yang sama. Di sini pula sebenarnya letak pentingnya independensi ruang pemberitaan atau newsroom berkaitan dengan pemberitaan seorang calon presiden.
Sesuai dengan prinsip jurnalistik, nilai-nilai keberimbangan sebuah berita mesti berdasar pada fakta, bukan sekadar gosip. Inilah hal utama yang mesti dipegang teguh para jurnalis. Berita tanpa verifikasi merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang tentang Pers. Yang terjadi, TV One tak memberi ruang kepada PDIP untuk menjawab atas pemberitaan mereka bahwa partai itu ada kaitannya dengan Partai Komunis Indonesia. Namun, di sisi lain, para penyerang itu juga salah. Semestinya mereka mengadukan pemberitaan TV One itu ke Komisi Penyiaran Indonesia atau Dewan Pers.
Kasus TV One seharusnya bisa dijadikan pelajaran bagi stasiun televisi untuk lebih berhati-hati menyiarkan berita di ujung massa kampanye ini.