Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Aceh

Oleh

image-gnews
Iklan
Mereka membunuh lagi di Beutong Ateuh. Siapa yang menangis untuk Aceh adalah menangis untuk sesuatu yang lebih luhur. Tetapi di desa-desa itu orang tak cuma menangis. Mereka mencatat. Bukan cuma angka, tapi dengan saksama nama-nama. Daftar yang panjang sekali. Ada yang tahu siapa yang dibunuh dan siapa yang membunuh, ketika tentara datang menumpahkan darah dan menyebarkan teror. Tentara. Orang-orang bersenjata, berseragam. Aparat. Trauma itu akan membekas dengan kuat. Tapi trauma itu tidak sekadar sesuatu yang gelap dan payau. Di tengah-tengah rasa marah dan tak berdaya menghadapi kejahatan dan kekerasan itu, catatan itu ingin menyelamatkan ingatan dari waktu; waktu tidak bisa lagi menghapus atau mengacau-balau. Catatan itu juga sebuah perlawanan, seakan-akan menegaskan, ''Kami menolak kekejaman ini ditutupi." Catatan itu juga sebuah harapan tentang suatu hari ketika si lemah bisa menuntut yang kuat. Siapa yang menangis untuk Aceh adalah menangis untuk sesuatu yang lebih luhur. Catatan pembunuhan di dusun-dusun itu adalah jari yang menunjuk, yang tak mengacu ke siapa saja dan apa saja. Kesaksian itu berbicara secara spesifik. Kejahatan itu bukan tanpa wajah. Ia mempunyai sosok: korban tidak bisa dipertukarkan, juga si jahat tak bisa diganti. Tetapi mereka tentara, mereka aparat, mereka berseragam. Kejahatan siapakah ini? Kejahatan sebuah organisasi—yang bernama alat negara—atau bahkan negara itu sendiri? Kadang-kadang dendam bisa sesat. Terutama ketika yang jahat bukan sekadar nama-nama, tetapi nama-nama yang mengatasnamakan ''negara", dan dibiarkan terus-menerus oleh ''negara" itu. Dendam bisa sesat karena ada definisi yang kabur mengenai siapa yang harus dibalas dan siapa yang tidak, dan kita menghukum mereka yang tak bersalah. Catatan di dusun-dusun Aceh itu ingin berbicara tentang siapa yang secara persis bersalah, dan kepersisan itu adalah sebuah sikap yang adil. Tetapi bisakah kita persis ketika kita berhadapan dengan sejumlah orang yang akan bisa mengatakan bahwa pembunuhan itu adalah sebuah ''tugas" dan harus dijalani? Ada sebuah percakapan yang pernah direkam dari Cile ketika rezim militer menangkap, menyiksa, dan membantai orang-orang kiri. Ini adalah percakapan di sebuah sel, antara Giorgio, seorang tahanan yang disiksa, dan Solimano, seorang penyiksa. ''Jika kau temukan aku di luar, Giorgio, apa yang akan kau lakukan padaku?" ''Tidak kulakukan apa-apa. Aku seorang dokter, aku menolong orang." ''Kau lihat, kan? Aku melakukan ini karena profesi. Seperti kau juga." Tentara. Orang-orang berseragam. Aparat. Mereka, seperti Solimano, akan berbicara seakan-akan mereka bukan nama-nama, bukan wajah, yang tidak bisa digantikan—dan sebab itu sebenarnya punya otonomi. Otonomi itu berarti kebebasan untuk menentukan nilai. Mereka sudah memilih tatkala mereka membantai dengan sebuah dalih. Mereka anggap dalih itu sah. Di sini ada soal nilai dan penilaian. Tetapi orang seperti Solimano berbicara seakan-akan ''profesi", atau ''tugas", adalah sesuatu yang menyebabkan nilai tidak ada. Nama mereka tidak penting. Wajah, otonomi, dan tanggung jawab mereka tidak relevan dalam kekejaman. Tidak adil, kata mereka, jika Solimano sang penyiksa dan serdadu-serdadu itu disalahkan. Tapi ada perbedaan antara kesewenang-wenangan dan keadilan. Keadilan bukan sekadar menuntut balas, bukan sekadar ''sebiji mata dibalas dengan sebiji mata, sepotong gigi dibalas dengan sepotong gigi"—sebuah aritmatika yang mengerikan. Keadilan menjadi kesewenang-wenangan ketika orang membunuh dan ia menemukan damai. Sebab itu seorang yang melawan kezaliman dengan keras, seorang pemberontak, tidak pernah berhenti bertanya apakah dia adil. Sang pemberontak, seperti dikatakan Albert Camus, ''tak pernah menemukan damai." Ia tahu apa yang baik, namun di luar niat dan tujuannya, ia berbuat jahat. Problem ini menyebabkan ia menyadari bahwa nilai yang mendukungnya tak pernah datang (katakanlah ''diberikan") kepadanya sekaligus. Sang pemberontak "harus berjuang untuk menegakkannya, tanpa henti". Tanpa henti adalah kata kunci di sini. Sang pemberontak, yang terdorong oleh keadilan, tak berpretensi bahwa ia wakil Tuhan; pretensi itu adalah pretensi sang penindas. Ketika kekerasan tak lagi terusik oleh pertanyaan awal itu (''Sejauh mana tindakanku adil, sebetulnya?"), sang pelaku akan menjadi sejenis mesin represi Represi yang menindas dengan sasaran yang persis memang sesuatu yang brutal, tetapi ada yang lebih iblis: aparat yang membunuh secara acak, mungkin untuk membalas dendam, mungkin untuk mendapatkan uang operasi dan mendapatkan kenaikan pangkat. Seperti ketika daerah operasi militer diberlakukan tanpa alasan yang cukup, dan akhirnya seperti yang mereka lakukan di Beutong Ateuh itu: satu pasukan TNI memasuki wilayah itu, menembak Teungku Bantaqiyah dan sekitar 100 orang lain, mungkin murid-murid di pesantrennya. Setelah pembantaian selesai, pasukan itu menguburkan jasad para korban di sebuah jurang yang dalam. Seakan-akan semua selesai di sini. Seakan-akan perkara sudah bisa ditutup dengan efisien dan efektif. Yang mati (sebagaimana yang membunuh) seakan-akan telah berhenti menjadi wajah-wajah yang tak tergantikan. Tetapi di Aceh orang punya catatan. Goenawan Mohamad
Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Respons Jokowi Soal Sidang Sengketa Pilpres di MK

49 detik lalu

Presiden Jokowi ditemui di kawasan Ancol, Jakarta Utara, Kamis, 28 Maret 2024. TEMPO/Daniel A. Fajri
Respons Jokowi Soal Sidang Sengketa Pilpres di MK

Presiden Jokowi enggan berkomentar soal sengketa pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi


Hak Angket DPR Tak Kunjung Bergulir, Politikus PKB: Kita Masih Tetap Usaha

1 menit lalu

Massa membawa poster saat menggelar aksi unjuk rasa menuntut pengusutan dugaan kecurangan pemilu serta digulirkannya hak angket di Depan Gedung DPR RI, Jakarta, Jumat, 8 Maret 2024. Aksi tersebut menuntut DPR RI mendukung hak angket serta pengusutan dugaan kecurangan Pilpres dan Pileg dalam Pemilu 2024. TEMPO/M Taufan Rengganis
Hak Angket DPR Tak Kunjung Bergulir, Politikus PKB: Kita Masih Tetap Usaha

PKB berharap PDIP dapat bergerak ikut mengajukan hak angket dugaan kecurangan Pemilu 2024.


Pakar Sawit IPB University Sampaikan Rekomendasi terkait Regulasi EUDR yang Mempersulit Ekspor 7 Komoditas

3 menit lalu

Shutterstock.
Pakar Sawit IPB University Sampaikan Rekomendasi terkait Regulasi EUDR yang Mempersulit Ekspor 7 Komoditas

Regulasi EUDR juga mempengaruhi penggunaan suplemen pakan ternak yang terbuat dari sawit.


4 Jenis Kepesertaan BPJS Kesehatan, Cek Perbedaannya

9 menit lalu

4 Jenis Kepesertaan BPJS Kesehatan, Cek Perbedaannya

Terdapat jenis-jenis kepesertaan BPJS Kesehatan, yaitu Penerima Bantuan Iuran (PBI) hingga Pekerja Penerima Upah. Berikut perbedaannya.


DPR Setujui RUU DKJ yang Mengantar Jakarta Bukan IKN Lagi, Ini 7 Garis Besarnya

12 menit lalu

Ilustrasi Monas (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)
DPR Setujui RUU DKJ yang Mengantar Jakarta Bukan IKN Lagi, Ini 7 Garis Besarnya

Rapat Paripurna DPR RI menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Daerah Khusus Jakarta atau RUU DKJ sebagai undang-undang. Jakarta bukan IKN lagi


Bamsoet Dorong Pengembangan Kendaraan Listrik Indonesia

14 menit lalu

Bamsoet Dorong Pengembangan Kendaraan Listrik Indonesia

Bambang Soesatyo mendukung tim Universitas Indonesia Supermileage Vehicle Team membuat serta mengembangkan kendaraan listrik di Indonesia.


Puji Hasyim Asy'ari, Kuasa Hukum KPU Ditegur Ketua MK: Jangan Ditambah-ditambah!

17 menit lalu

Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo saat memimpin Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) atau sengketa Pemilu 2024 atas permohonan pembatalan Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) nomor 360/2024 tentang penetapan hasil pemilu di Gedung Mahkamah Kontitusi, Jakarta, Rabu 27 Maret 2024. TEMPO/Subekti.
Puji Hasyim Asy'ari, Kuasa Hukum KPU Ditegur Ketua MK: Jangan Ditambah-ditambah!

Ketua MK Suhartoyo menegur Kuasa Hukum KPU RI dalam sidang sengketa Pilpres pada hari ini.


2 Film Horor Indonesia Tayang Saat Libur Lebaran

21 menit lalu

Poster film Siksa Kubur. Dok. Poplicist
2 Film Horor Indonesia Tayang Saat Libur Lebaran

Pada April 2024, dua film horor akan tayang saat momentum libur Lebaran, yaitu Siksa Kubur dan Badarawuhi di Desa Penari


Sumber Kekayaan Helena Lim, Crazy Rich PIK yang Jadi Tersangka Korupsi Timah

23 menit lalu

Helena Lim. Instagram
Sumber Kekayaan Helena Lim, Crazy Rich PIK yang Jadi Tersangka Korupsi Timah

Helena Lim yang dikenal sebagai crazy rich PIK terseret kasus korupsi Timah. Bermula sebagai pegawai bank dari mana sumber kekayaannya?


LPEI Bertemu 3 Bos Perbankan, Bahas Penguatan Ekosistem Ekspor Indonesia

25 menit lalu

LPEI Bertemu 3 Bos Perbankan, Bahas Penguatan Ekosistem Ekspor Indonesia

Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) bertemu dengan pimpinan perbankan untuk mendorong pertumbuhan ekspor Indonesia.