Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Cermin

Oleh

image-gnews
Iklan
Ada sebuah cerita Cina tentang cermin dan manusia. Alkisah, dulu di zaman Maharaja Kuning, dunia cermin dan dunia manusia tidak terpisah seperti di zaman ini. Keduanya berbeda satu sama lain. Tak ada makhluk, warna, dan rupa yang bersamaan. Kedua kerajaan itu hidup berdampingan dengan damai. Penghuni dari masing-masing kerajaan dapat masuk dan keluar melalui batas kaca yang memisahkan mereka.

Tapi pada suatu malam makhluk dari kerajaan cermin menyerbu bumi. Kekuatan mereka sangat besar. Meski demikian perang yang berdarah itu berakhir dengan kemenangan kerajaan manusia. Maharaja Kuning menggunakan sihir. Para penyerbu dipukul mundur, dan mereka kalah.

Musuh itu pun dipenjarakan dalam cermin. Sebagai hukuman, mereka harus menirukan--seakan-akan dalam mimpi--apa saja yang dilakukan manusia. Kekuatan mereka telah direnggutkan dari diri mereka, juga bentuk mereka. Mereka dibuat hanya sebagai pantulan yang patuh dari wujud manusia.

Namun keadaan seperti itu bukan untuk selama-lamanya. Pada suatu hari nanti, demikian yang empunya hikayat berkisah, sihir Sang Maharaja akan berakhir. Makhluk cermin akan membebaskan diri. Setidaknya begitulah dituliskan oleh Jorge Luis Borges, yang memasukkan cerita ini--atau bahkan yang mungkin mengarang sendiri cerita ini--ke dalam Buku Makhluk-Makhluk Imajiner, yang terbit tahun 1957.

Sebuah kisah atau narasi, seperti pernah dikatakan Borges sendiri, adalah "poros dari narasi yang tak terhitung jumlahnya". Dongeng tentang cermin dan manusia ini pun antara lain jadi sebuah tamsil. Dan seorang pemikir post-modernis, Jean-Francois Lyotard, misalnya, menganggap dongeng itu sebagai cerita tentang manusia modern yang menaklukkan dunia di luar dirinya. Manusia modern, menurut argumentasi ini, membangun dunia di luar itu seperti Sang Maharaja menyihir makhluk cermin: membuatnya agar persis menuruti sosok dirinya sendiri.

Dalam tafsir ini, Sang Maharaja hanya dapat mempertahankan posisinya selama ia melakukan represi terhadap makhluk-makhluk cermin itu, dan tetap menahan mereka di sisi lain itu. Eksistensi Sang Kuasa tergantung pada pemasungan itu. Sang Baginda bisa mengatakan, "aku ada" justru karena sisi yang lain itu ia buat mencerminkan dirinya.

Rasanya memang ada satu mekanisme dalam diri manusia agar tetap menaklukkan alam--yang harus membuat hal ihwal di luar dirinya seakan membeku: sebagai obyek untuk dirumuskan, di dalam sebuah konsep, atau teori, atau sasaran perencanaan. Sebab hanya dengan rumusan, konsep, dan perencanaan itulah dunia bisa aku kuasai. Dengan itu pula makhluk, atau manusia "yang lain" di seberang sana, hanya merupakan sekadar proyeksi dari diriku, atau bagian yang mengikuti apa saja yang datang dari diriku.

Pada mulanya adalah pertahanan diri. Pada akhirnya adalah kematian. Membuat segala hal beku, patuh, dan tak bisa lagi berbeda-beda adalah ibarat menjadi Raja Midas, yang menyentuh semua benda menjadi emas: mulus, cemerlang, tapi tak hidup.

Itulah kekerasan terhadap dunia yang plural, yang tak terduga-duga. Akhirnya jadilah sebuah dusta?dan juga kekerasan?kepada diri sendiri. Mengubah orang lain menjadi unit yang seragam dalam angka, menjadi hanya eksemplar dari sebuah kelompok, sama dengan memandang sungai deras hanya sebagai sehimpun unsur kimia H2O. Di dalam sikap itu manusia tak hidup lagi dalam waktu yang mengalir?sesuatu yang bebas.

"Waktu adalah susbtansi dari apa aku dibuat," tulis Borges dalam Labirin. "Waktu adalah sungai yang membawaku serta, tetapi akulah sang sungai; ia adalah harimau yang mengerkahku, tapi akulah sang harimau; ia adalah api yang membasmiku, tetapi akulah sang api."

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


MK Terima 52 Amicus Curiae Terhadap Sengketa Pilpres 2024, Berapa Amicus Curiae yang Akan Dipakai?

4 hari lalu

Perwakilan dari tiga ratus guru besar, akademisi dan masyarakat sipil, Sulistyowari Iriani (kanan) dan Ubedilah Badrun memberikan keterangan pers saat menyampaikan berkas Amicus Curiae terkait kasus Perkara Nomor 1/PHPU.PRES/XXII/2024 dan Perkara Nomor 2/PHPU.PRES/XXII/2024 perihal Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2024 kepada Mahkamah Konstitusi (MK) di Gedung 2 MK, Jakarta, Kamis, 28 Maret 2024. TEMPO/Subekti
MK Terima 52 Amicus Curiae Terhadap Sengketa Pilpres 2024, Berapa Amicus Curiae yang Akan Dipakai?

Hakim MK telah memutuskan hanya 14 amicus curiae, yang dikirimkan ke MK sebelum 16 April 2024 pukul 16.00 WIB yang akan didalami di sengketa Pilpres.


Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

45 hari lalu

Film Djakarta 1966. imdb.com
Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

Peristiwa Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar disertai gelombang demo mahasiswa terekam dalam film Djakarta 66 karya Arifin C. Noer


53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

50 hari lalu

Wartawan Senior TEMPO Fikri Jufri (Kiri) bersama Kepala Pemberitaan Korporat TEMPO Toriq Hadad dan Redaktur Senior TEMPO Goenawan Mohamad dalam acara perayaan Ulang Tahun Komunitas Salihara Ke-4, Jakarta, Minggu (08/07). Komunitas Salihara adalah sebuah kantong budaya yang berkiprah sejak 8 Agustus 2008 dan pusat kesenian multidisiplin swasta pertama di Indonesia yang berlokasi di Jl. Salihara 16, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. TEMPO/Dhemas Reviyanto
53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

Majalah Tempo telah berusia 53 tahuh, pada 6 Maret 2024. Panjang sudah perjalanannya. Berikut profil para pendiri, Goenawan Mohamad (GM) dan lainnya.


53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

50 hari lalu

Goenawan Mohamad dikerumuni wartawan di depan gedung Mahkamah Agung setelah sidang gugatan TEMPO pada Juni 1996. Setelah lengsernya Soeharto pada 1998, majalah Tempo kembali terbit hingga hari ini, bahkan, saat ini Tempo sudah menginjak usianya ke-50. Dok. TEMPO/Rully Kesuma
53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

Hari ini, Majalah Tempo rayakan hari jadinya ke-53. Setidaknya tercatat mengalami dua kali pembredelan pada masa Orde Baru.


Goenawan Mohamad Sebut Jokowi Tak Paham Reformasi, Merusak MA hingga Konstitusi

9 Februari 2024

Sastrawan Goenawan Mohamad dalam acara peluncuran buku
Goenawan Mohamad Sebut Jokowi Tak Paham Reformasi, Merusak MA hingga Konstitusi

Pendiri Majalah Tempo Goenawan Mohamad atau GM menilai pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat ini seolah pemerintahan Orde Baru.


Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya

9 Februari 2024

Sastrawan Goenawan Mohamad dalam acara peluncuran buku
Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya

Budayawan Goenawan Mohamad bilang ia tak jadi golput, apa alasannya? "Tanah Air sedang menghadapi kezaliman yang sistematis dan terstruktur," katanya.


ArtSociates Gelar Pameran Goenawan Mohamad di Galeri Lawangwangi Bandung

2 Februari 2024

Pengunjung melihat karya-karya Goenawan Mohamad dalam pameran tunggalnya di Lawangwangi Creative Space bertajuk Sejauh Ini... di Bandung, Jawa Barat, 2 Februari 2024. Sastrawan, budayawan, sekaligus pendiri Majalah Tempo ini memamerkan lebih dari 100 karya seni rupa yang dibuat sejak tahun 2016 sampai 2024. TEMPo/Prima mulia
ArtSociates Gelar Pameran Goenawan Mohamad di Galeri Lawangwangi Bandung

Karya Goenawan Mohamad yang ditampilkan berupa sketsa drawing atau gambar, seni grafis, lukisan, artist book, dan obyek wayang produksi 2016-2024.


Jelang Masa Kampanye Pemilu 2024, Forum Lintas Generasi Buat Seruan Jembatan Serong

27 November 2023

Ilustrasi Pemilu. ANTARA
Jelang Masa Kampanye Pemilu 2024, Forum Lintas Generasi Buat Seruan Jembatan Serong

Forum Lintas Generasi meminta masyarakat bersuara jujur dan jernih dalam Pemilu 2024.


Ratusan Tokoh Deklarasikan Gerakan Masyarakat untuk Kawal Pemilu 2024: Dari Goenawan Mohamad hingga Ketua BEM UI

21 November 2023

Sejumlah orang dari berbagai latar belakang mendeklarasikan gerakan masyarakat untuk mengawasi Pemilu 2024. Gerakan yang dinamai JagaPemilu itu diumumkan di Hotel JS Luwansa, Jakarta Pusat pada Selasa, 21 November 2023. TEMPO/Sultan Abdurrahman
Ratusan Tokoh Deklarasikan Gerakan Masyarakat untuk Kawal Pemilu 2024: Dari Goenawan Mohamad hingga Ketua BEM UI

Gerakan tersebut diawali dari kepedulian sekelompok orang yang tidak berpartai dan independen terhadap perhelatan Pemilu 2024.


Fakta-fakta Para Tokoh Bangsa Temui Gus Mus Soal Mahkamah Konstitusi

14 November 2023

Gedung Mahkamah Konstitusi. TEMPO/MAGANG/MUHAMMAD FAHRUR ROZI.
Fakta-fakta Para Tokoh Bangsa Temui Gus Mus Soal Mahkamah Konstitusi

Aliansi yang tergabung dalam Majelis Permusyawaratan Rembang itu menyampaikan keprihatinan mereka ihwal merosotnya Mahkamah Konstitusi atau MK.