Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Balsam

Oleh

image-gnews
Iklan

Perempuan itu digantung sepanjang malam di sebuah pohon. Hampir seharian opsir itu menginterogasinya dan tak berhasil mendapatkan sepatah pengakuan apa pun. Perempuan setengah baya itu, seorang anggota SOBSI, selama beberapa jam telah ditelanjangi dan dipukuli di depan para tahanan lain, tapi ia tetap diam, dan ketika hari menjelang malam ia digantung. Tangannya diikat ke pohon, kakinya terjuntai hampir menyentuh tanah. Ia merasakan kesakitan yang amat sangat.

Malam itu Sri Ambar pasti tak tahu bahwa itu belum siksaan yang paling mengerikan yang akan dialaminya. Beberapa hari kemudian, setelah di depan para tahanan lain ia ditelanjangi lagi dan dipukuli berkali-kali, atas perintah sang opsir TNI pantat kiri Ambar ditusuk dengan sebilah pisau komando. Ketika ia tetap tak mengaku, pantat kanannya dicubles. Ia jatuh pingsan karena begitu banyak darah keluar.

Malam itu ia belum tahu semua itu akan terjadi. Tergantung kedinginan di pohon itu, yang diingatnya hanya ini: ketika tak ada seorang tentara pun tampak di halaman tengah kamp itu, seorang pegawai sipil yang sudah tua datang mengendap-endap mendekatinya. Ia membawa secangkir teh manis panas, dan ditolongnya Ambar minum. Lalu pak tua itu mengambil dari dalam sakunya sebotol kecil balsam, yang diusapkannya ke tubuh yang tergantung itu. "Maaf, saya menyentuhmu," ujarnya berbisik.

Apa gerangan yang mendorongnya berbuat demikian? Tak seorang pun menyuruhnya. Ia mempertaruhkan keselamatan dirinya. Ia hanya seorang pegawai sipil di tengah kamp yang dikuasai para interogator militer yang ganas, di masa ketika ribuan orang ditangkap dan dibunuh hanya karena diduga jadi pendukung PKI. Bila ia ketahuan menolong tahanan politik seperti yang dilakukannya itu, ia pasti akan disiksa. Apa yang menggerakkan hatinya, padahal tak dikenalnya Ambar, dan tak ada yang akan memberinya upah dan pujian?

Buku Carmel Budiardjo, Bertahan Hidup di Gulag Indonesia, mengisahkan semua itu, tanpa menanyakan dan menjawab pertanyaan apa pun, dan memang buku ini bertugas merekam peristiwa yang mengerikan pada tahun 1960-an itu. Tapi adegan di rumah penyiksaan di Jalan Gunung Sahari, Jakarta, itu tetap mengusik hati. Sejarah Indonesia punya noda hitam yang sampai hari ini tak diakui: ternyata di antara kita ada yang tega untuk jadi amat jahat, bukan pada saat mereka menggarong, tapi pada saat merasa berbuat baik.

Para interogator di kamp itu mungkin bisa tidur nyenyak setelah menghalalkan kebiadaban mereka sendiri dengan mengatakan, "Ini untuk Republik kita". Para komandan kamp itu mungkin bisa makan malam dengan anak dan istri setelah 24 jam mereka mengelola kebengisan, karena mereka yakin bahwa mereka tengah membereskan "orang komunis yang tak bertuhan itu". Mereka menyediakan buku agama untuk para tapol, menyuruh orang-orang yang dikurung itu beribadat?seraya sampai hati menelanjangi si tak-berdaya untuk dinista dan dicederai, dipukuli payudaranya, digigit kupingnya sampai putus, disiksa anak-anaknya di depan mata sang ibu, disetrum kemaluannya, dicabut kukunya dengan tang?.

Tuhan, agama, tanah air?saya tak tahu lagi apa hubungan semua itu dengan kedurjanaan di satu pihak dan perbuatan mulia di lain pihak. Si petugas tua di rumah siksa di Jalan Gunung Sahari itu mungkin seorang yang saleh: akankah ia masuk surga karena mencoba mengurangi rasa sakit seorang perempuan yang dianiaya? Atau ke neraka, karena menolong seorang atheis? Berpikirkah ia tentang surga dan neraka, atau hanya inilah yang mendorong hatinya: "Aku harus lakukan ini untuk seseorang yang kesakitan, aku harus lakukan ini?"?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kesewenang-wenangan manusia sangat merisaukan, terutama jika dilakukan oleh orang-orang dekat kita, atas nama "kebaikan". Tapi di sisi lain ada sesuatu yang selalu membuat kita takjub: "bintang-bintang di angkasa raya dan hukum moral di dalam hati".

Kata-kata Kant dari abad ke-18 ini berbicara tentang kenyataan sehari-hari yang sebenarnya ajaib: begitu kecilnya tubuh dan tempat manusia di alam semesta, tapi begitu kuatnya "hukum moral" yang tersimpul dalam dirinya, yang membuat manusia dengan ikhlas menolong dan menjabat tangan sesama, dan menjalankan "keharusan kategoris" seperti yang dilakukan pak tua itu: mempertaruhkan keselamatan diri untuk membawa segelas teh kepada seorang perempuan yang tergantung sepanjang malam, tanpa bertanya kenapa ia dihukum, percayakah ia kepada Allah, atau dari mana ia berasal.

Hari ini saya teringat itu semua, ketika orang ramai menyebut Tuhan dan Islam?terkadang untuk menyejukkan hati, terkadang untuk mencurigai?tapi lupa, jangan-jangan yang penting adalah "hukum moral di dalam hati". Ribuan orang mati di Aceh, bencana alam itu begitu dahsyat, dan dunia terkejut. Dari hampir tiap sudut Indonesia, juga dari hampir setiap pojok bumi, dari Kuwait sampai Timor Leste, dari Meksiko sampai Tokyo, orang menghimpun bantuan. Beratus-ratus manusia?berseragam atau tidak, beragama atau tidak, punya dosa atau tidak?datang untuk meringankan penderitaan. Seorang tentara Amerika berkata, ia lebih senang bekerja menolong Aceh ketimbang berperang di Bagdad; seorang sopir taksi di Finlandia tiba-tiba menghentikan mobilnya untuk mengheningkan cipta; sejumlah perempuan Prancis tiba dari Paris untuk mengangkut jenazah yang membusuk di pojok-pojok Aceh. Apa yang menggerakkan hati mereka?

Pasti ada pamrih, kata sebagian orang. Mungkin. Tapi bagaimana kita menduga pamrih? Sejauh mana kita tak memproyeksikan dengki dan pamrih kita sendiri kepada orang lain ketika berkata, "Awas, ada pamrih"? Tak akan ada jawab, selain mengira-ngira. Sebab itu, di tengah kesakitannya yang sangat, Sri Ambar tak bertanya kenapa. Ia hanya tahu laki-laki itu menggosokkan balsam ke tubuhnya dengan lembut, dan berbisik, "Maaf, saya menyentuhmu"?sebuah sikap hormat, bukan hanya belas.

Goenawan Mohamad

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

37 hari lalu

Film Djakarta 1966. imdb.com
Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

Peristiwa Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar disertai gelombang demo mahasiswa terekam dalam film Djakarta 66 karya Arifin C. Noer


53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

42 hari lalu

Wartawan Senior TEMPO Fikri Jufri (Kiri) bersama Kepala Pemberitaan Korporat TEMPO Toriq Hadad dan Redaktur Senior TEMPO Goenawan Mohamad dalam acara perayaan Ulang Tahun Komunitas Salihara Ke-4, Jakarta, Minggu (08/07). Komunitas Salihara adalah sebuah kantong budaya yang berkiprah sejak 8 Agustus 2008 dan pusat kesenian multidisiplin swasta pertama di Indonesia yang berlokasi di Jl. Salihara 16, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. TEMPO/Dhemas Reviyanto
53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

Majalah Tempo telah berusia 53 tahuh, pada 6 Maret 2024. Panjang sudah perjalanannya. Berikut profil para pendiri, Goenawan Mohamad (GM) dan lainnya.


53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

43 hari lalu

Goenawan Mohamad dikerumuni wartawan di depan gedung Mahkamah Agung setelah sidang gugatan TEMPO pada Juni 1996. Setelah lengsernya Soeharto pada 1998, majalah Tempo kembali terbit hingga hari ini, bahkan, saat ini Tempo sudah menginjak usianya ke-50. Dok. TEMPO/Rully Kesuma
53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

Hari ini, Majalah Tempo rayakan hari jadinya ke-53. Setidaknya tercatat mengalami dua kali pembredelan pada masa Orde Baru.


Goenawan Mohamad Sebut Jokowi Tak Paham Reformasi, Merusak MA hingga Konstitusi

9 Februari 2024

Sastrawan Goenawan Mohamad dalam acara peluncuran buku
Goenawan Mohamad Sebut Jokowi Tak Paham Reformasi, Merusak MA hingga Konstitusi

Pendiri Majalah Tempo Goenawan Mohamad atau GM menilai pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat ini seolah pemerintahan Orde Baru.


Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya

9 Februari 2024

Sastrawan Goenawan Mohamad dalam acara peluncuran buku
Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya

Budayawan Goenawan Mohamad bilang ia tak jadi golput, apa alasannya? "Tanah Air sedang menghadapi kezaliman yang sistematis dan terstruktur," katanya.


ArtSociates Gelar Pameran Goenawan Mohamad di Galeri Lawangwangi Bandung

2 Februari 2024

Pengunjung melihat karya-karya Goenawan Mohamad dalam pameran tunggalnya di Lawangwangi Creative Space bertajuk Sejauh Ini... di Bandung, Jawa Barat, 2 Februari 2024. Sastrawan, budayawan, sekaligus pendiri Majalah Tempo ini memamerkan lebih dari 100 karya seni rupa yang dibuat sejak tahun 2016 sampai 2024. TEMPo/Prima mulia
ArtSociates Gelar Pameran Goenawan Mohamad di Galeri Lawangwangi Bandung

Karya Goenawan Mohamad yang ditampilkan berupa sketsa drawing atau gambar, seni grafis, lukisan, artist book, dan obyek wayang produksi 2016-2024.


AS Bebaskan Sekutu Presiden Venezuela dengan Imbalan Pembebasan Tahanan Warga Amerika

21 Desember 2023

Presiden Venezuela Nicolas Maduro memeluk Alex Saab, setelah dia dibebaskan oleh pemerintah AS, di Istana Miraflores, di Caracas, Venezuela, 20 Desember 2023. REUTERS/Leonardo Fernandez Viloria
AS Bebaskan Sekutu Presiden Venezuela dengan Imbalan Pembebasan Tahanan Warga Amerika

Venezuela dan Amerika Serikat melakukan pertukaran tahanan seiring menurunnya ketegangan kedua negara.


4 Prajurit Kostrad Gugur di Distrik Paro Nduga Papua, Ini Profil Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat

29 November 2023

Logo Kostrad. kostrad.mil.id
4 Prajurit Kostrad Gugur di Distrik Paro Nduga Papua, Ini Profil Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat

Kostrad merupakan salah satu pasukan elit yang dimiliki TNI AD. Begini sejarah pasukan ini.


Jelang Masa Kampanye Pemilu 2024, Forum Lintas Generasi Buat Seruan Jembatan Serong

27 November 2023

Ilustrasi Pemilu. ANTARA
Jelang Masa Kampanye Pemilu 2024, Forum Lintas Generasi Buat Seruan Jembatan Serong

Forum Lintas Generasi meminta masyarakat bersuara jujur dan jernih dalam Pemilu 2024.


Ratusan Tokoh Deklarasikan Gerakan Masyarakat untuk Kawal Pemilu 2024: Dari Goenawan Mohamad hingga Ketua BEM UI

21 November 2023

Sejumlah orang dari berbagai latar belakang mendeklarasikan gerakan masyarakat untuk mengawasi Pemilu 2024. Gerakan yang dinamai JagaPemilu itu diumumkan di Hotel JS Luwansa, Jakarta Pusat pada Selasa, 21 November 2023. TEMPO/Sultan Abdurrahman
Ratusan Tokoh Deklarasikan Gerakan Masyarakat untuk Kawal Pemilu 2024: Dari Goenawan Mohamad hingga Ketua BEM UI

Gerakan tersebut diawali dari kepedulian sekelompok orang yang tidak berpartai dan independen terhadap perhelatan Pemilu 2024.