Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Tembok

Oleh

image-gnews
Iklan
DI balik tembok itu, rasa murung dan utopia. Keduanya bekerja sama lebih dari seperempat abad. Orang-orang yang masuk melalui Checkpoint Charlie akan melihat polisi perbatasan Republik Demokrasi Jerman berdiri tak jauh dari kawat berduri, dan agak menjauh lagi, jalanan terhampar, bersih dan pucat, seperti raut muka mayat yang baru dibasuh. Gedung-gedung kaku dan arsitektur sosialis membisu bahkan juga di siang Berlin di bulan April. Tembok itu suram dan seperti menular. Mungkinkah itu sebabnya Gunter Grass pernah menulis: melankoli dan utopia adalah dua sisi dari gobang yang sama? Harapan tentang hidup yang sempurna justru hanya hadir dalam kesedihan, dan selalu ada yang sayu dalam tiap harapan bahwa yang mustahil akan datang. Aku ingat seorang anak muda: Peter Fechter. Umurnya 18 tahun di hari itu, 17 Agustus 1962. Ia mencoba memanjat tembok itu untuk lari ke wilayah Barat. Polisi membidik. Tembakan terdengar. Peter terjungkal. Ia dibiarkan tergeletak di sana, dengan darah yang mengalir terus sampai mati. Kekejaman ini perlu, kata para pemimpin partai di kantor mereka yang tanpa ornamen di bawah atap asbes. Sosialisme harus diselamatkan, kekuatan harus disusun, sebab kapitalisme mengepung sebelum musuh itu hancur. Sejak tahun 1961 sosialisme hendak diselamatkan dengan dinding sepanjang 166 kilometer, setinggi 4 meter, yang membagi Kota Berlin jadi dua. Tapi hanya sedikit orang yang setuju bahwa tembok itu untuk menyiapkan sebuah masa depan, kalau perlu dengan wajah yang asam. Beratus orang di sisi Timur melarikan diri. Hanya sedikit sekali yang berhasil. Peter Fechter adalah salah satu dari lebih dari 100 orang yang terbunuh ketika mencoba menyeberangi tembok. Akhirnya 9 November 1989, ketika sosialisme yang hendak diselamatkan itu terguncang—dan satu dasawarsa kemudian, ketika utopia itu dikenang dengan nostalgia, dengan melankoli baru, dirindukan tetapi tak diinginkan kembali. "Ingat, 9 November!" Kalimat itu kemudian tertera dalam poster tentang Berlin. Di bawahnya kita lihat: foto ribuan orang merayakan hari perlawanan sebuah tembok. Sebuah dinding. Sebuah lambang. Sebuah tanda sejarah yang suram. Tapi--seperti halnya setiap tanda sejarah—ia hanya menandai satu era. Hanya beberapa saat setelah pemimpin partai komunis Jerman, Gunter Scabowksi, mengumumkan bahwa perbatasan Jerman dibuka—pukul 7 malam 9 November 1989 itu—seluruh Berlin Timur mendengar bunyi berdentang-dentang. Beratus-ratus orang menggunakan martil atau apa saja untuk menghantam penjara yang mengungkung mereka sejak tahun 1961 itu. Kini, 10 tahun setelah Dinding Berlin dan komunisme runtuh, apa yang didapat? Dunia berubah dengan radikal, tanpa ledakan besar, dan mungkin sebab itu tak semua orang menyadarinya: bahwa dinding itu menandai sebuah masa yang disebut Perang Dingin, yang telah membelah dunia jadi komunisme dan anti-komunisme, "Barat" versus "Timur", Nefo dan Oldefo. Berapa banyak peluru kendali nuklir disiapkan, berapa banyak kudeta dihalalkan, berapa banyak perang gerilya digelar, berapa banyak pembantaian dilakukan, juga propaganda dan paranoia? Tentu, semua itu sudah mengubah banyak hal. Tapi sebenarnya sebuah salah duga. Akhirnya utopia itu berantakan, dan seluruh dalih yang menyebabkan Peter Fechter dibiarkan mati di Tembok Berlin jadi kosong. Tapi juga jadi kosong seluruh alasan yang menganggap komunisme seperti Iblis yang tak mati-mati—anggapan yang menyebabkan senjata nuklir dihimpun, perang tertutup dan terbuka dilancarkan, dan penyakit "komunistofobia" begitu parah. Banyak sebab mengapa eksperimen besar yang dimulai oleh Lenin di tahun 1917 itu akhirnya gagal. Banyak unsur yang menyebabkan Tembok Berlin jadi tidak penting. Tetapi satu hal yang baru, yang menakjubkan sebenarnya, ialah bahwa dengan ribuan orang yang tidak bersenjata, yang berhimpun bersama, dan akhirnya hanya memakai ribuan martil, sejarah berubah. Revolusi? Bukankah "revolusi" selama ini, sejak Revolusi Prancis sampai dengan Revolusi Oktober, diartikan dengan perubahan radikal, yang meniscayakan kekerasan, pembersihan, dan pembaharuan yang murni? Timothy Garton Ash memperingati satu dasawarsa runtuhnya Tembok Berlin itu dalam The New York Review of Books dan inilah salah satu kesimpulannya: "Ide besar yang baru dari revolusi ini adalah tentang revolusi itu sendiri." Di sini yang penting bukan "apa", melainkan "bagaimana". Dengan kata lain, masalah cara. Kekerasan tidak perlu, sebab kekerasan hanya bisa dihalalkan oleh tujuan yang demikian mulia sehingga benar-benar tak dapat digantikan. Tetapi di masa pasca-komunisme, tujuan yang disucikan seperti itu tidak ada lagi, setidaknya bagi orang yang membaca sejarah kegagalan manusia dengan saksama. Timothy Garton Ash sebab itu menyebut perubahan di tahun 1989 itu "refolusi", dengan "f". Cirinya adalah gerakan pembangkangan tanpa kekerasan, pemanfaatan media massa dan opini publik di dunia—dan juga kesediaan untuk mengadakan negosiasi dan kompromi. Para pembangkang harus bisa mengerti batas harapan dan kapasitas mereka sendiri. Siapa yang menghendaki aksi yang maksimal, dan hasil yang maksimal, pada akhirnya memang harus tidak memilih jalan 1989. Kekecewaan mudah terjadi. Tapi apakah alternatifnya? Kaum maksimalis--sebut saja Pol Pot di Kamboja—juga gagal, karena dunia hanya subur untuk langkah-langkah kecil. Memang tepat juga buat mengutip seorang sosialis pengkritik Lenin itu, yang dimaki sebagai revisionis, Eduard Bernstein: "Tujuan itu bukan apa-apa, gerak itulah segala-galanya." Goenawan Mohamad
Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Demi Konten, Turis di Cina Mempertaruhkan Nyawanya Bergelantungan di Tebing

1 detik lalu

Paiya Mountain, Cina (dpxq.gov.cn)
Demi Konten, Turis di Cina Mempertaruhkan Nyawanya Bergelantungan di Tebing

Warganet menyayangkan sikap turis di Cina tersebut karena tidak hanya membahayakan diri sendiri tetapi juga pihak lain.


Hasil Survey UI, ICEL dan Greenpeace Ingatkan Dampak Lingkungan Sampah Plastik Scahet dan Pouch

7 menit lalu

Sampah sachet dari lima perusahaan mencemari perairan Jakarta. Foto Tim Brand Audit
Hasil Survey UI, ICEL dan Greenpeace Ingatkan Dampak Lingkungan Sampah Plastik Scahet dan Pouch

Dari total timbunan sampah plastik, ditaksir sekitar 14-16 persen itu berupa sachet dan pouch.


Merger Garuda Indonesia dengan InJourney Ditarget Tahun Ini, Manajemen: Asal Memenuhi Faktor

8 menit lalu

Pekerja tengah melakukan perawatan pesawat Garuda Indonesia di fasilitas PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk (GMFI) di Cengkareng, Tangerang, Banten, Selasa 26 Maret 2024. PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) dan Citilink menyediakan 1,4 juta tempat duduk dan 170 extra flight untuk musim mudik lebaran 2024. GIAA memperkirakan akan terjadi kenaikan jumlah penumpang sebanyak 18% dari tahun lalu. TEMPO/Tony Hartawan
Merger Garuda Indonesia dengan InJourney Ditarget Tahun Ini, Manajemen: Asal Memenuhi Faktor

Rencana merger antara Garuda Indonesia dan InJourney bisa beres tahun ini asal memenuhi beberapa faktor.


Benarkah Bumi Akan Alami Kegelapan pada 8 April 2024?

9 menit lalu

Penampakan gerhana bulan sebagian atau Parsial di langit Jakarta, Minggu, 29 Oktober 2023. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) peristiwa gerhana bulan parsial terjadi saat posisi Bulan, Matahari dan Bumi sejajar membuat sebagian piringan bulan masuk ke umbra (bayangan gelap) Bumi sehingga saat puncak gerhana terjadi Bulan akan terlihat gelap sedikit kemerahan di bagian yang terkena umbra Bumi. ANTARA FOTO/Bayu Pratama S.
Benarkah Bumi Akan Alami Kegelapan pada 8 April 2024?

Ahli Astronomi dan Astrofisika BRIN Thomas Djamaluddin mengatakan informasi yang menybut Bumi akan mengalami kegelapan pada 8 April 2024 tidak benar.


Para Caleg Populer PDIP Kehilangan Kursi di DPR: Arteria Dahlan, Johan Budi sampai Kris Dayanti

11 menit lalu

Anggota komisi III DPR fraksi PDI P Arteria Dahlan tertidur saat sidang putusan sistem pemilihan umum (Pemilu) di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Kamis, 15 Juni 2023. Dalam putusannya, MK menolak permohonan para pemohon secara keseluruhannya dan tetap menggunakan proporsional terbuka untuk pemilu 2024. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Para Caleg Populer PDIP Kehilangan Kursi di DPR: Arteria Dahlan, Johan Budi sampai Kris Dayanti

Beberapa caleg petahana dari PDIP gagal lolos ke Senayan, padahal nama mereka begitu populer. Selain Kris Dayanti dan Arteria Dahlan, siapa lagi?


Mengapa Banyak Orang Senang Nonton Film Horor?

15 menit lalu

Ilustrasi menonton film horor. Freepik.com
Mengapa Banyak Orang Senang Nonton Film Horor?

Bioskop yang menayangkan film horor masih terus diminati. Kenapa orang senang nonton film horor? Adakah manfaat bagi kesehatan?


Demonstran Yordania Desak Diakhirinya Perjanjian Damai dengan Israel

16 menit lalu

Massa melakukan protes untuk mendukung warga Palestina di Gaza, di dekat kedutaan Israel di Amman, Yordania, 28 Maret 2024. REUTERS/Alaa Al-Sukhni
Demonstran Yordania Desak Diakhirinya Perjanjian Damai dengan Israel

Ribuan warga Yordania menyerukan diakhirinya perjanjian perdamaian antara negara itu dengan Israel, sebagai protes atas gesonida di Gaza


Cerita Bos PT SHB Tersangka TPPO Berkedok Magang Ferienjob saat Pertama Kali Libatkan Mahasiswa Indonesia

21 menit lalu

Enik Waldkonig, WNI tinggal di Jerman tersangka dugaan  TPPO, FOTO: istimewa
Cerita Bos PT SHB Tersangka TPPO Berkedok Magang Ferienjob saat Pertama Kali Libatkan Mahasiswa Indonesia

Bos PT SHB, Enik Waldkonig, menyebut ia pertama kali melibatkan mahasiswa Indonesia di program ferienjob pada 2022


Jadwal Liga Jerman Pekan Ke-27: Ada Der Klassiker Bayern Munchen vs Borussia Dortmund, Simak 5 Fakta Menariknya

21 menit lalu

Pemain Bayern Munchen, Harry Kane, Serge Gnabry, Eric Dier, Thomas Mueller dan Leon Goretzka merayakan kemenangan timnya setelah kalahkan Lazio dalam Leg Kedua Liga Champions di Allianz Arena, Munich, Jerman, 5 Maret 2024. REUTERS/Angelika Warmuth
Jadwal Liga Jerman Pekan Ke-27: Ada Der Klassiker Bayern Munchen vs Borussia Dortmund, Simak 5 Fakta Menariknya

Jadwal Liga Jerman pekan ke-27, akhir minggu ini, akan menampilkan laga Der Klassiker Bayern Munchen vs Borussia Dortmund. Simak 5 fakta menariknya.


Tim Ganjar-Mahfud Ungkap 4 Aspek Abuse of Power Jokowi dalam Politisasi Bansos

24 menit lalu

Presiden Joko Widodo menyerahkan bantuan pangan atau bansos beras kepada masyarakat penerima manfaat di Kompleks Pergudangan Bulog Kampung Melayu, Kota Singkawang, Provinsi Kalimantan Barat, pada Rabu, 20 Maret 2024. Foto Sekretariat Presiden
Tim Ganjar-Mahfud Ungkap 4 Aspek Abuse of Power Jokowi dalam Politisasi Bansos

Menurut Chico, Ganjar-Mahfud tidak mempersoalkan siapa yang menang dan kalah, namun menggugat masalah penyelenggaraan Pemilu 2024.