Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Maaf

Oleh

image-gnews
Iklan

Mohon maaf, lahir batin". Kartu Lebaran beterbangan, pesan pendek di telepon genggam mondar-mandir. Hari Lebaran adalah hari ketika maaf otomatis dimohon dan secara langsung diberikan.

Tapi maaf bukanlah pemberian.

Memberikan maaf bukanlah menghadiahi, melainkan mengakui yang tak abadi. Ada sebuah sajak Alun Lewis, seorang penyair Welsh yang membisikkan pengakuan itu: di air kolam di hutan itu tampak parasnya sendiri seakan tengggelam, di celah daun-daun yang jatuh terapung:

Forgive this strange inconstancy of soul,The face distorted in a jungle poolThat drowns its image in a mort of leaves

Maafkan jiwa ini, katanya, tak ada yang tetap di sana: lihatlah pantulan wajah itu, sesuatu yang tak kekal. Memang dulu seorang anak melihat ke cermin yang disiapkan orang tuanya dan menyangka dirinya sosok yang utuh. Tapi di usia dewasa ia tahu dalam dirinya tersirat "this strange inconstancy of soul". Ia subyek yang retak, tak selamanya ajek dan mantap, terdorong niat dan hasrat untuk mencapai yang sempurna, tapi apa daya tangan tak sampai.

Tentu saja, maaf tak semata-mata mengakui yang tak abadi dan tak terjangkau. Maaf (kecuali "maaf" rutin pada hari Lebaran) jadi tindakan yang berarti bila ia tak dapat diramalkan lebih dulu, bila ia merupakan pilihan yang tegang antara memaafkan dan tak memaafkan, bila yang memaafkan seakan-akan meloncat dari masa lalu yang disakiti ke masa depan yang penuh teka-teki. Artinya, bila ia mendorong dirinya sendiri untuk membuka diri kepada yang "lain", memulihkan pertalian dengan yang "lain".

"Yang-lain" bisa berarti apa yang tak terduga oleh ukuran lurus kita, yang tak sepenuhnya tercerap kita dengan jelas dan tegas, dan sebab itu tak mudah dinilai dan dihakimi.

Tapi benarkah kita tak mampu menghakimi? Sekelompok orang menangkap tiga murid perempuan SMA Kristen yang kebetulan lewat di tepi hutan Poso, memenggal leher mereka, dan mengirim tiga potong kepala ke tengah kota, agar menimbulkan marah, ngeri, dan onar. Sebelum dan setelah mereka menyembelih anak-anak yang tak berdosa itu, saya bayangkan mereka mengutip sabda yang mereka yakini dan memaklumkan yang mereka anggap luhur, dan berseru: Kami lain! Nilai-nilai kami tak sama dengan nilai-nilai kalian!

Bisakah kita memaafkan mereka, hanya karena mereka berada di luar ukuran kita, dengan nilai-nilai yang tak cocok dengan nilai-nilai kita?

Mungkin ini sebuah pendekatan yang salah. Maaf lahir bukan karena kita harus mengikuti logika perbedaan, melainkan justru karena ada harapan akan titik-titik persamaan.

Dalam riuh-rendah "politik identitas", yang berkecamuk tiga dasawarsa yang lalu, pelbagai kelompok memang memproklamasikan diri "berbeda". Kaum X, agar dapat diakui kehadirannya, harus menemukan identitas sendiri yang bukan seperti kaum Y. Kaum A, untuk menegaskan kemandiriannya, menuding bahwa norma yang samayang universalhanya sebuah bentuk penjajahan kaum B, dan sebab itu yang universal sebenarnya tak pernah ada.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Gema "politik identitas" itu masih terus, kecemasan kehilangan "jati diri" terus berkecamuk. Memang harus diakui: tatanan normatif yang kita terima sering datang dari "luar". Tradisi Islam tak mengenal, misalnya, proses peradilan yang berdasarkan praduga tak bersalah, yang mengharuskan ada pembela bagi si tertuduh dan memungkinkannya naik banding. Posisi hegemonik "Barat"-lah yang menyebabkan norma itu diadopsi di mana-mana.

Tapi benarkah posisi itu menjelaskan segala-galanya, hingga tak ada yang universal yang berarti? Jika masing-masing pihak menegaskan identitas diri sepenuhnya, secara mutlak, bagaimana kita punya nilai-nilai bersama? Bagaimana tuan bisa bilang "tidak!" kepada para penyembelih anak-anak?

Kini pelbagai keyakinan dapat tempat, semuanya membawakan "kebenaran" yang dinyatakan berlaku kapan-saja-di-mana-saja. Sementara itu juga orang tambah sadar, atau tambah curiga, bahwa konsensus untuk menerima nilai-nilai yang universal selalu dicapai lewat pergulatan politik.

Bersama Marx dan setelah Marx, kita tak percaya lagi ada fondasi yang "universal" yang berada di atas sejarah, tak berubah. Kian tampak, yang "universal" bukan wahyu Tuhan dan hasil kecerdasan, tapi hasil pergulatan dalam ruang dan waktu.

Itu sebabnya setelah Marx, ada Laclau, mengikuti Gramsci: ia mengakui, bahwa apa yang universal memang ditentukan oleh posisi hegemonik dari salah satu suara dalam kehidupan bersama, tapi tak berarti yang universal tak ada. Ada yang salah dalam "politik identitas": tak ada identitas yang bisa penuh, tak ada suara sepihak yang sepenuhnya tertutup rapat dari suara pihak lain. Suara B efektif diterima karena ia tak mutlak menampik suara A, karena apa yang "benar" dan "adil"meskipun tak bisa dirumuskanjuga bisa menggerakkan dan menggetarkan pihak "sana".

Dalam keadaan itu, tiap suara yang ingin menegakkan satu tata normatif mengaku sebagai inkarnasi dari yang universal. Tapi yang universal selamanya tak terucapkan, terasa jauh tapi dekat, ibarat cakrawala yang membisu. Sebagaimana cakrawala, tiap kali didekati, ia tetap tak terjangkau. Tapi kita tahu ia ada justru dalam ketidakhadirannya.

Walhasil, kita bisa menghakimi para penyembelih anak-anak di hutan Poso. Kita bisa mengatakan bahwa mereka tak bisa pura-pura 100 persen berbeda dari kita. Mereka tahu perbuatan mereka keji. Teror dan provokasi hanya efektif bila dinilai siapa saja, juga oleh kaum yang di seberang sana, sebagai sesuatu yang keji.

Hanya sebuah fantasi yang muluk bila kita melihat diri sendiri ("this strange inconstancy of soul") sebagai sesuatu yang utuh, kekal, dan mutlak dalam berbeda dari yang lain. Sejarah menunjukkan, manusia mengerti kenapa tangan selalu bisa diulurkan dan maaf datang dengan kearifannya: maaf sebagai pengakuan bahwa tiap pihak, juga atas nama Tuhan yang sempurna dan abadi, tak akan pernah mencapai permusuhan yang sempurna dan abadi.

Goenawan Mohamad

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Demi Konten, Turis di Cina Mempertaruhkan Nyawanya Bergelantungan di Tebing

1 detik lalu

Paiya Mountain, Cina (dpxq.gov.cn)
Demi Konten, Turis di Cina Mempertaruhkan Nyawanya Bergelantungan di Tebing

Warganet menyayangkan sikap turis di Cina tersebut karena tidak hanya membahayakan diri sendiri tetapi juga pihak lain.


Polisi Belum Mau Buka Identitas Mahasiswa Pelapor Kasus TPPO Ferienjob: Masih Dilindungi dan Diperiksa

8 menit lalu

Karopenmas Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Trunoyudo Wisnu Andiko memberikan keterangan pers di lingkungan Markas Besar Polri pada Rabu, 6 Maret 2024. Tempo/ Adil Al Hasan
Polisi Belum Mau Buka Identitas Mahasiswa Pelapor Kasus TPPO Ferienjob: Masih Dilindungi dan Diperiksa

Dugaan TPPO di balik program ferienjob ini bermula dari pengaduan empat mahasiswa ke KBRI di Jerman.


Tidak Ajukan Eksepsi, Dirut PT Sansaine Exindo Terima Dakwaan Rugikan Negara Rp 8 Triliun di Kasus Korupsi BTS 4G

17 menit lalu

Suasana sidang lanjutan kasus korupsi proyek pengadaan BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 Bakti Kominfo di PN Jakarta Pusat pada Selasa, 28 November 2023. Jaksa penuntut umum menghadirkan tujuh orang saksi untuk terdakwa Windi Purnama dan Muhammad Yusrizki Muliawan. TEMPO/Sultan Abdurrahman
Tidak Ajukan Eksepsi, Dirut PT Sansaine Exindo Terima Dakwaan Rugikan Negara Rp 8 Triliun di Kasus Korupsi BTS 4G

Kuasa hukum Dirut PT. Sansaine Exindo, Jemy Sutjiawan menyatakan menerima dakwaan dan tidak mengajukan eksepsi di kasus korupsi BTS 4G.


Gunung Semeru Erupsi Disertai Gempa Awan Panas Guguran Selama 27 Menit

41 menit lalu

Gunung Semeru erupsi pada Sabtu, 9 Maret 2024, pukul 08.28 WIB (ANTARA/HO-PVMBG)
Gunung Semeru Erupsi Disertai Gempa Awan Panas Guguran Selama 27 Menit

Pos Pengamatan Gunung Api (PGA) Gunung Semeru melaporkan adanya erupsi disertai gempa awan panas guguran selama 27 menit, Kamis sore, 28 Maret 2024,


Polisi Beberkan Modus dan Bukti Pemalsuan BBM di 4 SPBU Tangerang, Jakarta, dan Depok

1 jam lalu

Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Nunung Syaifuddin (kanan), memberikan keterangan tentang pemalsuan bahan bakar minyak (BBM) Pertalite menjadi Pertamax di empat SPBU, di Gedung Bareskrim, Jalan Trunojoyo No. 3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis, 28 Maret 2024. TEMPO/Ihsan Reliubun
Polisi Beberkan Modus dan Bukti Pemalsuan BBM di 4 SPBU Tangerang, Jakarta, dan Depok

Bareskrim Polri mengungkap modus dalam kasus pemalsuan bahan bakar minyak atau BBM Pertamax yang libatkan empat tangki pendam di 4 SPBU.


Kiai Abal-Abal Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Santri di Semarang Dituntut 15 Tahun Penjara

1 jam lalu

Muh Anwar alias Bayu Aji Anwari. Facebook
Kiai Abal-Abal Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Santri di Semarang Dituntut 15 Tahun Penjara

Bayu Aji Anwari, pimpinan Yayasan Islam Nuril Anwar Kota Semarang dituntut 15 tahun penjara. Didakwa melakukan kekerasan seksual terhadap 6 santri.


Waspada Demam Berdarah Menjelang Libur Hari Raya Idul Fitri

1 jam lalu

Ilustrasi demam berdarah dengue atau DBD. Pexels/Tima Miroscheniko
Waspada Demam Berdarah Menjelang Libur Hari Raya Idul Fitri

Seorang individu tidak hanya berisiko terkena demam berdarah dengue (DBD), tetapi juga berpotensi menyebarkan virus dengue apabila telah terinfeksi.


Setelah Jadi Tersangka 3 Kasus Korupsi, Bupati Kepulauan Meranti Kini Jadi Tersangka Gratifikasi dan TPPU Puluhan Miliar Rupiah

1 jam lalu

Tersangka Bupati Kepulauan Meranti (nonaktif), Muhammad Adil, menjalani pemeriksaan lanjutan, di Gedung KPK, Jakarta, Selasa, 27 Juni 2023. Muhammad Adil diperiksa dalam kasus dugaan korupsi pemotongan anggaran seolah-olah sebagai utang kepada penyelenggara negara atau yang mewakilinya tahun anggaran 2022 s/d 2023, serta tindak pidana korupsi penerimaan fee jasa travel umrah dan dugaan korupsi pemberian suap pengkondisian pemeriksaan keuangan tahun 2022 di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Kepulauan Meranti. TEMPO/Imam Sukamto
Setelah Jadi Tersangka 3 Kasus Korupsi, Bupati Kepulauan Meranti Kini Jadi Tersangka Gratifikasi dan TPPU Puluhan Miliar Rupiah

KPK kembali menetapkan Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil sebagai tersangka gratifikasi dan pencucian uang.


KPK Dalami Temuan Catatan Proyek Kementan dari Rumah Pengusaha Pakaian Dalam Hanan Supangkat

1 jam lalu

Ilustrasi KPK. TEMPO/Imam Sukamto
KPK Dalami Temuan Catatan Proyek Kementan dari Rumah Pengusaha Pakaian Dalam Hanan Supangkat

KPK menemukan catatan-catatan penting yang berhubungan dengan proyek-proyek di Kementerian Pertanian saat menggeledah kediaman CEO PT Mulia Knitting Factory Hanan Supangkat.


194 Tahun Lalu Pangeran Diponegoro Ditangkap Belanda, Ini Kilas Peristiwanya

1 jam lalu

Pangeran Diponegoro. ikpni.or.id
194 Tahun Lalu Pangeran Diponegoro Ditangkap Belanda, Ini Kilas Peristiwanya

Pangeran Diponegoro ketika itu bersedia menyerahkan diri dengan syarat sisa anggota laskarnya yang tersisa dibebaskan.