Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Selat

Oleh

image-gnews
Iklan

kepada bangsaku

Hari Sabtu itu, 22 April 2006, kita tahu apa arti 17.000 pulau. Tujuh belas ribu pulau sama dengan sekian juta meter pantai. Tujuh belas ribu pulau berarti beratus-ratus selat.

Tapi kita tahu bukan jumlah itu yang menjadikannya i-stimewa.

Sebab pantai adalah tepi. Tepi bukan hanya berarti per-batas-an, sebuah garis yang menutup dan menampik. Tepi juga ambang pintu. Tepi juga gerbang sebelum beranda.

Di tiap tepi selalu ada "yang-lain" yang menyentuhmungkin laut yang diberi nama oleh para pengelana asing, mung-kin ladang yang diolah kaum yang menyukai gandum, mungkin kota X yang mengirimkan berita tentang sirkus dan raja-raja. Di tiap tepi ada pertemuan, juga ketegangan, bahkan seng-keta. Di tiap tepi benda-benda dipertukarkan, lembing di-hunus, meriam diisi. Tapi ke sana juga anak-anak bermain di atas pasir melepaskan merpati yang melintas ke seberang.

Sebab tepi ini adalah pantai yang terentang di sepanjang 17.000 pulauartinya tepi yang lebih sering bersinggungan dengan selat, bukan dengan samudra.

Selat, laut sempit itu, adalah sebuah kesempatan: selat juga-lah yang menyebabkan persentuhan dengan "yang-lain" b-ukan sesuatu yang ajaib, bukan seperti ketika nun di sebuah gurun yang kosong dan luas datang seorang musafir dengan topi yang ganjil dan kita bertanya: Dewikah tuan? Atau iblis? Atau pangeran kecil dari asteroid di mana mawar tumbuh?

Di tiap pantai yang menggaris selat, "yang-lain" adalah "lain", tapi ia singgah dengan mudah. Terkadang ia sebilah p-a-pan dari jung Cina yang pecah, bangkai pelaut Peranggi yang dipukul badai, sebuah peti hanyut yang penuh dengan kain bersulam tak bertanda. Terkadang ia muncul dengan kapal yang mengeluarkan asap pekat atau sekoci dengan terompet yang serak dan para kelasi yang tak berpenterjemah.

Di hadapan itu semua, "yang-lain" itu "lain", tapi kita tak terkejut. Di negeri 17.000 pulau, adakah yang bisa menyebabkan kita terkejut?

Memang pernah ada yang memakai "pulau" sebagai kiasan untuk dunia yang tersisih, seperti ketika John Donne menulis sajaknya yang termasyhur:

No man is an island, entire of itselfevery man is a piece of the continent

Tapi sang penyair, John Donne, hidup di Inggris pada abad ke-17dengan kata lain, di sebuah pulau yang seakan-akan menyendiri di seberang Benua Eropa, sebuah pulau dengan satu selat yang dirundung perang. Donne tak mengenal apa artinya nusantara. Ia memandang benua sebagai sumber, totalitas yang jadi asal-usul keanekaragaman: "tiap orang adalah sepotong fragmen dari sang benua", demikian ia berkata. Maka ia lebih menggugah kita untuk mengingat apa yang "eka" ketimbang yang "bhineka" dalam manusia. Para pakar menyebut rohaniawan dan sastrawan inimula-mula sebagai cemooh"penyair metafisik".

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tapi bagi yang hidup di pantai kepulauan, yang pertama kali menarik perhatian adalah yang "fisik", benda-benda konkret: terumbu dengan hijau yang berbeda dari hijau bakau, mayang yang kuningnya tak sama dengan kuning mumbang, belanak rapang yang lain dari belanak jumpul, dayung jukung yang bukan kemudi biduk. Bagi yang hidup di tepi selat, benda dan nama begitu beraneka, tak mudah di-ringkus dalam identitas yang tunggal dan tetap. Seakan-akan mengalir. Itu sebabnya Derek Walcott, yang hidup di satu titik di pulau-pulau Karibia, bisa menulis:

My race began as the sea began,with no nouns, and with no horizon, with pebbles under my tongue, with a different fix on the stars.

Bangsaku bermula sebagaimana laut berawal, tanpa kata benda, tanpa cakrawala.

Juga bangsa kita. Mungkin itu sebabnya di nusantara de-ngan ribuan selat ini, identitas adalah sesuatu yang bergerak terus, cair. Suku-suku memang diberi nama, tapi sebenar-nya kita tak tahu oleh siapa dan kenapa. Hanya administrasi k-olonial dan negara modern yang membuat kata benda itu seperti cap besi panas yang diterakan di kulit ternak: "Jawa", "Melayu", "Dayak", "Papua".

Di tepi selat, kita selalu melihat pulau seberang itu, meskipun sayup-sayup: kita tahu kita tak pernah sendiri, terkucil dan terpenjara. Kita tahu sejarah nusantara ini adalah s-ejarah migrasi, kisah-kisah nenek-moyang yang pelaut, tambo para saudagar, perompak, penyelundup, perantau, dan pen-jelajah. Kita tahu pantai-pantai kita adalah pintu yang tak akan bisa dikunci.

Itu sebabnya kebhinekaan kita adalah kebhinekaan yang terbuka, dengan "jati-diri" yang seperti laut: tampa-knya sama, tapi bergerak terus, dengan riak air yang selalu ber-ubahcerita tentang sesuatu yang men-jadi, bukan sesuatu yang sudah-jadi. Bahkan ketika identitas-identitas baru muncul, dengan nama yang kekal dan universal ("Buddha", "Hindu", "Islam", "Kristen"), mereka juga terbentuk oleh dinamika laut yang cair, pantai yang tak terkunci, dan selat-selat yang tak mengucilkan kita.

Demikianlah bukan hanya kita yang jadi "Hindu", tapi juga Hindu yang men-jadi "kita", bukan hanya kita yang jadi "Islam", tapi juga Islam yang men-jadi "kita", dan seterusnya. Salahkah kepulauan ini karena itu? Bila Hindu Bali berbeda dari Hindu di India dan Amerika, perlukah kita risau? Bila Islam Indonesia berbeda dari Islam di Arab Saudi atau Eropa, apakah kita berdosa?

Hari Sabtu itu, ketika di ibu kota Republik kita menyatakan diri dalam keanekaragaman, ketika kita berbaris panjang dengan gembira dalam dandanan warna-warni, ketika kita bergerak dari sebuah monumen kebangsaan ke pusat lalu lintas yang ramai tempat pelbagai bangsa, kita tahu kita tak berdosa. Kita tak berdosa untuk hidup sebagaimana layaknya orang hidup dalam arus bolak-balik di 17.000 pulau yang kita sebut "Indonesia": sebuah bangsa yang bermula sebagaimana laut berawalsebuah bangsa yang terus-menerus men-jadi, tanpa dibekukan dalam kata benda, tanpa dikungkung sebuah cakrawala.

Sungguh, sebuah bangsa yang bangun badannya, bangun jiwanya.

Goenawan Mohamad

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Kecelakaan KM 58 Tol Cikampek, Sopir Gran Max Diduga Alami Microsleep

56 detik lalu

Petugas mengevakuasi bangkai kendaraan yang mengalami kecelakaan di Tol Jakarta-CIkampek KM 58, Karawang Timur, Jawa Barat, Senin, 8 April 2024. Kecelakaan yang  melibatkan tiga kendaraan yaitu Bus Primajasa, Grand Max dan Daihatsu Terios tersebut mengakibatkan 12 orang tewas. ANTARA/Awaludin
Kecelakaan KM 58 Tol Cikampek, Sopir Gran Max Diduga Alami Microsleep

Polri mengungkap kelelahan sopir Gran Max menjadi penyebab kecelakaan di KM 58 Jalan Tol Jakarta-Cikampek yang menewaskan 12 orang.


Jasa Raharja Tinjau Arus Balik di Pelabuhan Panjang dan Bakauheni

1 menit lalu

Jasa Raharja Tinjau Arus Balik di Pelabuhan Panjang dan Bakauheni

Kegiatan ini menjadi salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan keselamatan pemudik.


Bursa Transfer Proliga 2024: Jakarta LavAni Allo Bank Datangkan Pemain Asing Kedua, Mohammad Reza Beik dari Iran

4 menit lalu

Mohammad Reza Beik. (Instagram/@mohammad_reza.beik.8)
Bursa Transfer Proliga 2024: Jakarta LavAni Allo Bank Datangkan Pemain Asing Kedua, Mohammad Reza Beik dari Iran

Klub voli putra Jakarta LavAni Allo Bank berhasil melengkapi kuota pemain asingnya untuk Proliga 2024 dengan mendatangkan Mohammad Reza Beik.


Ekonom Dukung Kritik Faisal Basri terhadap 3 Menteri yang Bersaksi soal Politisasi Bansos di MK

5 menit lalu

(ki-ka) Menko PMK Muhadjir Effendy, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani hadir dalam sidang perselisihan hasil Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat 5 April 2024. Agenda hari ini ialah mendengarkan kesaksian empat menteri kabinet Jokowi-Ma'ruf Amin. TEMPO/Subekti.
Ekonom Dukung Kritik Faisal Basri terhadap 3 Menteri yang Bersaksi soal Politisasi Bansos di MK

Yusuf Wibisono menilai pendapat ketiga menteri di hadapan majelis hakim MK mengecewakan publik.


Soal Rekonsiliasi Politik Anies - Prabowo - Ganjar, TKN: Rencana Pertemuan Ada, tapi Silaturahmi

7 menit lalu

Ketiga Capres dan Cawapres, Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar (kiri), Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka (tengah) dan Ganjar Pranowo - Mahfud MD (kanan) saling berpegangan tangan usai Debat Kelima Pilpres 2024 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Minggu, 4 Februari 2024. Debat kelima atau terakhir ini mengangkat tema kesejahteraan sosial, kebudayaan, pendidikan, teknologi informasi, kesehatan, ketenagakerjaan, sumber daya manusia, dan inklusi. TEMPO/M Taufan Rengganis
Soal Rekonsiliasi Politik Anies - Prabowo - Ganjar, TKN: Rencana Pertemuan Ada, tapi Silaturahmi

TKN mengklaim rencana pertemuan antara Prabowo dengan lawan politiknya dalam pilpres, yakni Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo, akan tetap ada.


Pemberian Tilang Elektronik selama Mudik Lebaran 2024 Meningkat 15,9 Persen

8 menit lalu

Kendaraan dengan perangkat sistem tilang elektronik (ETLE) Mobile yang diluncurkan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Selasa 13 Desember 2022. Polda Metro Jaya meluncurkan 11 kendaraan patroli khusus yang dilengkapi 'ETLE mobile' untuk bertugas di ruas-ruas jalan raya se-DKI Jakarta dan Tangerang Selatan yang tidak terpasang kamera ETLE statis. TEMPO/Martin Yogi
Pemberian Tilang Elektronik selama Mudik Lebaran 2024 Meningkat 15,9 Persen

Pemberian tilang elektronik meningkat seiring semakin banyak kamera ETLE yang terpasang dan merekam pelanggaran lalu lintas


KPU Sebut Asas Erga Omnes akan Diberlakukan Dalam Putusan MK Terhadap Sengketa Pilpres 2024, Apa Artinya?

11 menit lalu

Sidang sengketa hasil Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK) dengan agenda pemeriksaan saksi dan ahli pihak terkait atau Kubu Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di Gedung MK, Jakarta pada Kamis, 4 April 2024. TEMPO/Amelia Rahima Sari
KPU Sebut Asas Erga Omnes akan Diberlakukan Dalam Putusan MK Terhadap Sengketa Pilpres 2024, Apa Artinya?

Anggota KPU sebut MK akan berlaku asas erga omnes dalam putusan MK terhadap hasil sengketa pilpres atau PHPU pada Senin 22 April. Ini maksudnya.


Bawaslu Serahkan Kesimpulan Sidang Sengketa Pilpres ke MK Sore Ini

12 menit lalu

Ketua Bawaslu Rahmad Bagja (tengah) menghadiri pembacaan pemenang Pemilu 2024 di Gedung KPU, Menteng, Jakarta, Rabu, 20 Maret 2024. KPU mengumumkan pasangan Capres-Cawapres nomor urut 2 Prabowo-Gibran menang dengan jumlah 96.214.691 suara. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Bawaslu Serahkan Kesimpulan Sidang Sengketa Pilpres ke MK Sore Ini

Bawaslu akan menyerahkan kesimpulan sidang sengketa hasil Pilpres ke MK pada pukul 16.00 WIB hari ini.


10 Negara dengan Biaya Hidup Termurah di Dunia, Indonesia Masuk?

12 menit lalu

Polisi berjalan melewati orang-orang yang mengantri untuk memberikan suara mereka di luar tempat pemungutan suara saat pemilihan umum, di Peshawar, Pakistan, 8 Februari 2024. REUTERS/Fayaz Aziz
10 Negara dengan Biaya Hidup Termurah di Dunia, Indonesia Masuk?

Negara dengan biaya hidup termurah di dunia pada 2024, Pakistan berada di urutan pertama


4 Fakta Kekalahan Timnas U-23 Indonesia dari Qatar di Piala Asia U-23 2024

13 menit lalu

Pesepak bola Timnas U-23 Indonesia Muhammad Ferarri (kedua kanan) menyundul bola saat melawan Timnas U-23 Qatar pada Kualifikasi Grup A Piala Asia U-23 2024 di Stadion Jassim Bin Hamad, Doha, Qatar, Senin 15 April 2024. ANTARA FOTO/HO-PSSI
4 Fakta Kekalahan Timnas U-23 Indonesia dari Qatar di Piala Asia U-23 2024

Penalti kontroversial hingga wasit Nasrullo Kabirov diamuk netizen menjadi beberapa fakta kekalahan Timnas U-23 Indonesia di Piala Asia U-23 2024.