Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Konsensus

Oleh

image-gnews
Iklan

Kita bersama-sama mencari persatuan philosophische grondslag, mencari satu "Weltanschauung" yang kita semua setujui Yang Saudara Yamin setujui, yang Ki Bagoes setujui, yang Ki Hajar setujui, yang Saudara Sanusi setujui, yang Saudara Abikoesno setujui, yang Saudara Lim Koen Hian setujui. Bung Karno, 1 Juni 1945.

Suaranya bergelora. Tapi di sana-sini terasa pidato Bung Karno di depan sidang Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai itu menutupi sebuah rasa cemas.

Ia mencoba menenteramkan rekan-rekannya yang "gentar-hati". Ia sendiri mungkin juga dicekam demam panggung: sebuah republik sedang akan lahir, sebuah bangsa sedang mengartikulasikan diri. Mampukah ia bertahan?

Tak mengherankan bila pidato hari itudiucapkan tanpa teks yang dipersiapkanberulang-ulang bicara tentang dua hal. Yang pertama kemerdekaan. Yang kedua persatuan.

Tapi bila yang pertama telah jadi sebuah keputusan, yang kedua masih satu persoalan gen-ting. Bila yang pertama dapat dipersiapkandan mereka yang duduk di "Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan" itu memang te-ngah mempersiapkannyamaka yang kedua masih harus diteguhkan.

Itulah sebabnya Bung Karno menyebut perlu-nya mencari satu pandangan hidup atau fil-safat, Weltanschauung, yang "kita semua setujui".

Ada yang sebenarnya belum terjawab: benar-kah diperlukan satu philosophische grondslag atau "dasar fil-safat" agar sebuah bangsa bisa bersatu? Pada tahun 1945 itu, jawabannya adalah "ya". Berbeda dengan sekarang, pada masa itu "narasi besar", kata lain dari "dasar filsafat" dan WeltanschauungNaziisme, Fascisme, dan Marxismememang masih bertiup kuat. "Kita melihat," kata Bung Karno, "dalam dunia ini, bahwa banyak negeri-nege-ri yang merdeka, dan banyak di antara negeri-negeri yang merdeka itu berdiri di atas suatu Weltanschauung."

Tentu tak 100 persen benar. Banyak negeri yang berdiri tanpa satu rumusan ideologis, namun tetap tak terpecah-pecah, seperti Meksiko dan Brasil. Dengan kata lain, tak ada hubungan kodrati antara persatuan dan ideologise-suatu yang ditegaskan oleh perkembangan kemudian, ketika "narasi besar" akhirnya hanya kotak kosong, ketika Fascisme runtuh, Naziisme habis, dan Marxisme-Leninisme gagal.

Juga belum terjawab: apa arti kata-kata Bung Karno, "kita semua setuju"? Siapakah kita?

Kita sebenarnya sesuatu yang tak ada sebelumnya. Kita juga sesuatu yang mustahil untuk "jadi" selama-lamanya. Kecenderungan "saling memahami" tak dapat dianggap su-dah hadir terlebih dahulu dalam diri pihak-pihak yang berhubungandan dalam hal ini agaknya pandangan ala Habermas tak tepat ketika ia meniscayakan konsensus. Konsensus selalu punya dimensi politik; sebuah kebersama-an selalu terbangun dari hubungan-hubungan kekuasaan. Proses politik tak dapat dielakkan, bahkan ia menampakkan diri, seperti kata Ranciere, "persis ketika terbukti palsu asumsi bahwa komunitas sudah ada, dan bahwa tiap orang sudah termasuk di dalamnya."

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dengan kata lain, sebuah komunitas baru terbentuk dan bersuara ketika satu elemen membuat dirinya jadi wa-kil dari "tiap orang" dan jadi juru bicara kebersamaan. Da-lam proses itu, selalu ada ketimpangan posisi. Mereka yang menjelang Juni 1945 itu diundang dan hadir dalam sidang-sidang persiapan kemerdekaan itu (yang ditunjuk oleh administrasi pendudukan Jepang) meletakkan diri sebagai wakil bangsa Indonesia seluruhnya. Tapi benarkah? Apa ukurannya? Kenapa dalam daftar peserta itu tak ada, misalnya, seorang komunis pun?

Tak berarti mereka yang tak hadir dengan sendirinya tak diwakili suaranya. Tak berarti sebuah hubungan selama-nya dibentuk oleh perbedaan yang antagonistis. Tapi de-ngan demikian diperlukan satu kondisi untuk membangun momen ketika kita terjadi dan se-tuju tercapai: di arena itu, suara-suara yang berembuk dan bergulat dalam usaha mencapai hegemoni (dalam pengertian Gramsci), mau tak mau harus bergerak dari pandang-an yang partikular ("sempit") ke arah yang umum, dari sebuah identitas yang tertutup jadi elemen sebuah keseluruhan. Bila tidak, mereka akan gagal dan terpinggirkan.

Dengan kata lain, mereka harus merumuskan segi pandang dan kepentingan masing-masing dengan membuka diri ke arah sebuah acuan yang universal.

Pancasila adalah artikulasi dari acuan yang universal itu. Justru sebab itu ia tak merupakan sebuah fil-safat yang sistematik dan mendetail. Bung Karno tepat ke-tika ia menolak merumuskan sebuah "filsafat dasar" yang rinci, njlimet. "Kalau benar semua hal ini harus disele-sai-kan lebih dulu, sampai njlimet," katanya, "maka saya ti-dak akan meng-alami Indonesia Merdeka."

Sebab itu Pancasila adalah sejumlah penanda yang terbuka (empty signifiers, kata Laclau): penanda yang me-nunjuk-kan bahwa ada hal-hal dalam hidup yang tak dapat kita rumuskan tapi tak putus-putusnya memanggil-manggil, justru ketika kita merasakan kekurangan akan hal-hal itu, misalnya "perikemanusiaan" atau "keadilan".

Di hadapan penanda yang terbuka, siapa saja dapat mencoba mengisinya. Di hadapan empty signifiers, siapa saja dapat mencoba jadi pelaksananya. Tentu ia harus mencapai posisi hegemonik. Tapi sejarah menunjukkan, tak ada yang selama-lamanya berada dalam posisi hegemonik. Tak ada yang dapat terus-menerus mewakili kita. Selamanya kita hanya sebuah momen, yang gumantung, contingent, pada suatu masa, di suatu tempat, dan genting.

Tapi berkat yang universal, yang disebut dalam sederet penanda yang terbuka seperti Pancasila, kita bukan sesuatu yang mustahil, meskipun tak dengan sendirinya mungkin. Sebab itu manusia bersyukur justru dengan berendah-hati.

Goenawan Mohamad

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Warga Kota Isfahan Iran Tidak Dengar Apa pun soal Serangan Israel

30 detik lalu

Bendera Iran terlihat berkibar di atas sebuah jalan di Teheran, Iran, 1 Februari 2023. Majid Asgaripour/WANA (Kantor Berita Asia Barat) via REUTERS
Warga Kota Isfahan Iran Tidak Dengar Apa pun soal Serangan Israel

Warga di Kota Isfahan, Iran, mengatakan mereka tidak mendengar apa pun di tengah laporan serangan Israel ke daerah tersebut.


Utang Luar Negeri RI Tercatat Rp USD 407,3 Miliar, Banyak Pembiayaan Proyek Pemerintah

1 menit lalu

Suasana gedung-gedung bertingkat di Jakarta, Selasa, 14 Maret 2023. Bank Indonesia (BI) menyebutkan utang luar negeri (ULN) Indonesia meningkat dari 396,8 miliar dolar AS pada kuartal IV 2022 menjadi 404,9 miliar dolar AS pada Januari 2023. ANTARA/Aditya Pradana Putra
Utang Luar Negeri RI Tercatat Rp USD 407,3 Miliar, Banyak Pembiayaan Proyek Pemerintah

BI mencatat jumlah utang luar negeri Indonesia jumlahnya naik 1,4 persen secara tahunan.


11 Rekomendasi Tas Tangan yang Cocok untuk Aktivitas Sehari-hari

1 menit lalu

Ilustrasi Tas Tangan. isitimewa
11 Rekomendasi Tas Tangan yang Cocok untuk Aktivitas Sehari-hari

Tas jinjing alias tas tangan sehari-hari ini membantu memenuhi kebutuhan penyimpanan saat bepergian.


Higgs Domino, Permainan yang Cocok untuk Pemula

3 menit lalu

Higgs Domino, Permainan yang Cocok untuk Pemula

Terdapat permainan lainnya seperti Ludo, Cangkulan, Kamar 5 Kartu, Kartu 41, Dam, Congklak, Puzzle, Jagoan Ayam, Susun Kata, hingga Wood Blast.


Penyelamatan Ernando Ari Gagalkan Tendangan Penalti Australia Jadi Momen Penting Kemenangan Timnas U-23 Indonesia

4 menit lalu

Kiper Timnas Indonesia U-23 Ernando Ari. Instagram
Penyelamatan Ernando Ari Gagalkan Tendangan Penalti Australia Jadi Momen Penting Kemenangan Timnas U-23 Indonesia

Pelatih Australia U-23 mengatakan jalannya laga akan berbeda jika kiper timnas U-23 Indonesia Ernando Ari tidak mampu menggagalkan penalti itu.


Vivo Y200i Muncul di Situs Operator China, Ini Spesifikasi yang Terungkap

8 menit lalu

vivo ekspansi bisnis ke 6 negara Eropa.
Vivo Y200i Muncul di Situs Operator China, Ini Spesifikasi yang Terungkap

Ponsel Vivo Y200i ditenagai chipset Snapdragon 4 Gen 2 yang merupakan peningkatan dari 4 Gen 1 pada Y200.


Guru Besar UI Sebut Putusan MK Jadi Ujian Indonesia sebagai Negara Hukum

9 menit lalu

Peneliti Pusat Studi Politik Hukum Kepemiluan dan Demokrasi atau PoshDem Universitas Andalas, Feri Amsari, bersama Guru Besar Antropologi Hukum Universitas Indonesia, Sulistyowati Irianto, dalam dalam Diskusi Media: Landmark Decision MK yang digelar MMD Initiative di Gado-Gado Boplo Cikini, Jumat, 19 April 2024. TEMPO/Defara
Guru Besar UI Sebut Putusan MK Jadi Ujian Indonesia sebagai Negara Hukum

Guru Besar Antropologi Hukum UI , Sulistyowati Irianto, mengatakan putusan MK soal sengketa pilpres 2024 akan menjadi landmark decision.


Pemilu India Dimulai, Narendra Modi Incar Masa Jabatan Ketiga yang Bersejarah

12 menit lalu

Seorang pria memberikan suaranya di tempat pemungutan suara di desa Nongriat, selama tahap pertama pemilu, di Shillong di negara bagian Meghalaya, India, 19 April 2024. REUTERS/Adnan Abidi
Pemilu India Dimulai, Narendra Modi Incar Masa Jabatan Ketiga yang Bersejarah

Jika menang, Narendra Modi akan menjadi perdana menteri kedua yang terpilih tiga kali berturut-turut, setelah Jawaharlal Nehru.


Ragam 'Sentilan' Pendukung Prabowo-Gibran Lewat Karangan Bunga di MK

14 menit lalu

Belasan karangan bunga dikirim ke Gedung Mahkamah Konstitusi di Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat pagi ini, 19 April 2024. Karangan bunga tersebut menyatakan dukungannya terhadap paslon 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dalam sengketa hasil Pilpres yang tengah bergulir. TEMPO/Amelia Rahima Sari
Ragam 'Sentilan' Pendukung Prabowo-Gibran Lewat Karangan Bunga di MK

H-3 putusan sidang sengketa pilpres, pendukung Prabowo-Gibran mengirim karangan bunga ke MK yang berisikan 'sentilan'.


Sidang Promosi Doktor Ignatius Haryanto, Teliti Transformasi Digital Kompas dan Tempo

17 menit lalu

Sidang promosi doktor Ignatius Haryanto Djoewanto atas disertasi berjudul Disrupsi Digital, Journalistic Field (Arena Jurnalistik), dan Transformative Capital Kompas dan Tempo (1995-2020), di FISIP UI, Jumat, 20 April 2024. TEMPO/Intan Setiawanty
Sidang Promosi Doktor Ignatius Haryanto, Teliti Transformasi Digital Kompas dan Tempo

Ignatius Haryanto berharap disertasinya ini dapat memberikan masukan kepada para jurnalis dan media.