Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Jalan

Oleh

image-gnews
Iklan

Saya menuliskan ini di sebuah pagi, dan saya mendengar suara burung tik-tik-tir di luar jendela. Mungkin ia hinggap di salah satu dahan asam ranji di depan rumah, mungkin di bubungan tetangga di sebelah kiri. Di Jakarta, setiap suara burung yang bebas berbunyi tak akan bisa terdengar keras, tapi ia seperti suara degup jantung yang tiba-tiba kita dengar, setelah lama kita merasa bahwa segala hal lancar di dalam aorta dan arus darah kita.

Kini saya dengar suara burung itu: ada yang membuat lega di nada itu, ada yang membuat saya seakan-akan tergerak untuk berterima kasih, tapi tiba-tiba saya sadar bahwa mungkin ada yang tak beres di sini. Ketika suara burung membuat kita kembali menyadari hidup, kicau itu pun menjadi sesuatu yang istimewa pada sebuah pagi yang sebenarnya sederhana dan rutin.

Tapi saya hidup di sebuah kota tempat burung-burung tak lazim bernyanyi di dahan asam ranji, tapi tersembunyi di pojok rumah dan los pasar hewan. Inilah sebuah kota tempat ketilang dikurung, mina dipulut, perkutut dikerek ke ujung galah, dan merpati diatur dalam pagupon untuk dinikmati yang empunya. Di Jakarta, burung bukan bagian dari kota, bukan seperti ribuan ekor dara yang menghiasi Venezia atau ribuan ekor tekukur di Honolulu, yang akan hinggap untuk siapa saja, bermain dengan siapa saja, baik di piazza yang terbentang maupun di taman dengan puluhan pohon.

Saya dengar suara burung itu, dan saya tiba-tiba sadar: burung dan ruang bersama adalah dua elemen yang saling meneguhkan. Keduanya seharusnya merupakan tanda sebuah kota yang mengakui hak kita untuk kesukaan, waktu santai, pertemuan kebetulan yang dinikmati. Tapi di sekitar saya burung dan ruang disisihkan, diletakkan di tempat yang tak bisa selalu saya jangkau, tempat taman kehilangan arti dan piazza—yang di kota-kota kecil di Jawa disebut alun-alun—menjadi sebuah surprise.

Di dekat rumah saya pernah ada sebuah lapangan luas, dengan rumput hijau, tempat anak-anak bermain bola atau memulukkan layang-layang. Kini lapangan itu sudah jadi serangkaian apartemen bagus. Di sana ada pelbagai tempat olahraga yang setiap saat mengundang pemain, tapi di sekitar itu ada pagar tinggi dan penjaga. Dan anak-anak? Mereka bermain bola di sela-sela lalu-lintas, seperti pengungsi di sebuah negeri yang bakhil, seperti penduduk ilegal yang tak diterima. Ya, saya hidup di sebuah kota dengan privatisasi burung, privatisasi rumput hijau, privatisasi sport, privatisasi waktu santai….

Ada saatnya ketika privatisasi dengan dahsyat membangun sebuah kota. Rumah pribadi, gedung perkantoran, seluruh bisnis tanah dan bangunan telah membangkitkan perekonomian—dan pasar pun hidup oleh perdagangan semen dan engsel pintu, jasa pemborong, keringat para kuli, dan keangkeran para satpam. Privatisasi juga yang menyalakan kreativitas di kantor arsitek dan ahli desain interior, dan mengasah kepintaran para insinyur. Kota, seperti banyak hal, menjadi sesuatu karena kapital dan laba melahirkan dan membentuknya—seperti zaman modern yang bangkit dengan mengagumkan di tangan kaum borjuasi, seperti dikatakan oleh Marx dan Engels sendiri.

Tapi kota adalah kota karena ia ada jalan, dan jalan adalah jalan karena ia sebuah ruang bersama. Jalan, seperti alun-alun, piazza dan taman, bukan hanya fungsi perekonomian. Setiap ruang publik, dalam sejarah kota di mana saja, punya arti politik. Itu sebabnya ada idiom "turun ke jalan": sebuah aksi unjuk rasa yang dilakukan orang ramai untuk memperoleh sesuatu melalui kekuasaan. Spiro Kostof menulis sebuah buku yang bagus bentuknya dan bernilai isinya tentang kota sepanjang sejarah, The City Assembled, dan ia menyebut bahwa "kenyataan fundamental dari jalan adalah sifatnya yang politis". Terutama karena sifat jalan itu sendiri: jalan adalah sebuah wilayah publik yang didahulukan di atas hak individu—misalnya hak untuk memilih tempat buat sebuah rumah tinggal. Jalan pula yang memberi struktur pada sebuah komunitas.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dengan kata lain, jalan menunjukkan satu hal: ada hal-hal yang tak boleh disentuh oleh privatisasi. Kalau tidak, kita tak tahu apa yang akan terjadi, kecuali konflik, tabrakan, desak-mendesak yang saling menghancurkan. Di sinilah jalan berperan seperti alun-alun, tempat orang berkumpul, menonton permainan, menunjukkan solidaritas. Maka kota bukanlah sehimpun gedung dan rumah tinggal. Kota—dan di sini jalan bisa menjadi metaforanya—adalah sebuah pertemuan, proses tukar-menukar, gerak, perubahan posisi, juga kesetiakawanan. Sebab itu kota juga sebuah percakapan, kalau bukan perdebatan, publik.

Yang menyedihkan kini di Jakarta ialah bahkan kekuasaan publik yang seharusnya mengatur jalan itu telah juga diprivatkan: korupsi dan penyuapan—yang menyangkut hampir tiap urusan dengan pemerintah daerah—mengubah apa yang penting bagi umum menjadi apa yang penting bagi hidup pribadi sang pejabat.

Saya telah hidup di Jakarta selama 40 tahun: saya mungkin salah satu yang menyaksikan bagaimana Jakarta berangsur-angsur rusak karena ia menghancurkan "jalan"—apa yang publik, apa yang politik, apa yang solider, dan apa yang berinteraksi. Di masa Ali Sadikin—pembangun Jakarta yang tak akan bisa dilupakan itu—kota ini bukan saja sebuah kebangkitan dalam bentuk bangunan-bangunan baru, tapi juga sebuah komunitas. Orang diajak berunding, didebat, digebrak, ditanggapi, dan dengan langsung atau tak langsung merupakan bagian dari kota yang tegak dari heterogenitas ini—bahkan mereka bagian yang bangga.

Kini apa yang ada, selain sisa-sisa dari kekuasaan yang selamanya ingin menutup jalan, menyumbat segala ruang bersama untuk kita dan burung-burung?

Goenawan Mohamad

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


5 Tips Padu Padan Pakaian dengan Sepatu Kets

29 menit lalu

Padu Padan Pakaian dengan Sepatu Kets/Pexels-Antara
5 Tips Padu Padan Pakaian dengan Sepatu Kets

Ini beberapa tips fashion yang bisa dikombinasikan dengan sepatu kets yang membuat Anda terlihat berbeda.


Hati-hati, Asap Rokok Tingkatkan Risiko Kanker Paru hingga 20 Kali Lipat

1 jam lalu

ILustrasi larangan merokok. REUTERS/Eric Gaillard
Hati-hati, Asap Rokok Tingkatkan Risiko Kanker Paru hingga 20 Kali Lipat

Hati-hati, asap rokok dapat meningkatkan 20 kali risiko utama kanker paru, baik pada perokok aktif maupun pasif. Simak saran pakar.


Bos Apple Tim Cook Kunjungi Apple Developer Academy Binus di Tangerang

2 jam lalu

CEO Apple, Tim Cook (kiri) melambaikan tangan setibanya di  Apple Developer Academy di Green Office Park, BSD, Kabupaten Tangerang, Banten, Rabu 17 April 2024. Kunjungan tersebut dalam rangka rencana Apple membuat pengembangan (offset) tingkat komponen dalam negeri atau TKDN untuk produk-produk buatan Apple. ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal
Bos Apple Tim Cook Kunjungi Apple Developer Academy Binus di Tangerang

CEO Apple Tim Cook kunjungi Apple Developer Academy Binus di BSD City, Tangerang. Sudah memiliki 1.500 lulusan.


Erick Thohir Buka Peluang Naturalisasi Emil Audero, tapi Tak Ingin Memaksa

2 jam lalu

Ketua Umum PSSI Erick Thohir dan penjaga gawang Inter Milan Emil Audero. Sumber Instagram @erickthohir.
Erick Thohir Buka Peluang Naturalisasi Emil Audero, tapi Tak Ingin Memaksa

Erick Thohir memberi sinyal positif soal rencana naturalisasi penjaga gawang keturunan Indonesia, Emil Audero Mulyadi.


ITB Gelar Bursa Kerja, Diikuti Perusahaan dari Dalam dan Luar Negeri

2 jam lalu

Kampus ITB Jatinangor. Dokumentasi: ITB.
ITB Gelar Bursa Kerja, Diikuti Perusahaan dari Dalam dan Luar Negeri

Institut Teknologi Bandung (ITB) menggelar bursa kerja selama dua hari 19-20 April 2024 di gedung Sasana Budaya Ganesha.


Ini Prediksi Setlist Konser TVXQ 20&2 di Jakarta, Siap-siap Nyanyi Bareng!

3 jam lalu

Grup idola K-pop TVXQ yang beranggotakan Yunho dan Changmin.  Foto: Instagram/@tvxq.official
Ini Prediksi Setlist Konser TVXQ 20&2 di Jakarta, Siap-siap Nyanyi Bareng!

Prediksi setlist konser TVXQ 20&2 di Jakarta, Sabtu, 20 April 2024 di ICE BSD.


Film Dokumenter Celine Dion akan Tayang di Prime Video

3 jam lalu

Celine Dion menghadiri Grammy Awards 2024 di Los Angeles, California, 4 Februari 2024. Foto: Instagram/@recordingacademy
Film Dokumenter Celine Dion akan Tayang di Prime Video

Film dokumenter I Am: Celine Dion akan tayang di Prime Video pada 25 Juni 2024


Jawab Protes Warga Soal Penutupan Jalan Serpong-Parung, BRIN Akan Sediakan Sentra UMKM di Jalan Lingkar

3 jam lalu

Ratusan warga Kabupaten Bogor dan Kota Tangerang Selatan menutup akses menuju kantor BRIN, Kamis 18 April 2024. TEMPO/Muhammad Iqbal
Jawab Protes Warga Soal Penutupan Jalan Serpong-Parung, BRIN Akan Sediakan Sentra UMKM di Jalan Lingkar

Warga Bogor dan Tangsel memprotes rencana BRIN menutup jalan yang selama ini berada di kawasan lembaga riset itu.


Ingin Jadi Pusat Seni dan Budaya, Hong Kong Dirikan Museum Sastra

4 jam lalu

Wan Chai, Hong Kong. Unsplash.com/Letian Zhang
Ingin Jadi Pusat Seni dan Budaya, Hong Kong Dirikan Museum Sastra

Museum Sasta Hong Kong akan dibuka pada Juni


TKN Sebut Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi Saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres

4 jam lalu

Ketua Koordinator Strategis Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran Sufmi Dasco Ahmad memberikan keterangan pers di Media Center TKN Prabowo-Gibran, Jakarta, Kamis, 30 November 2023. TKN Prabowo-Gibran meminta agar tidak ada lagi yang menuding pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai Cawapres cacat hukum. TEMPO/M Taufan Rengganis
TKN Sebut Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi Saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres

Menurut Dasco, Prabowo juga berpesan kepada para pendukungnya untuk mempercayakan hasil putusan sengketa PHPU Pilpres 2024 ke hakim MK.