Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Gaza

Oleh

image-gnews
Iklan

Palestina": mungkin ini sepatah kata dengan ge-ma kehilangan, dan jadi penting justru karena kehilangan, pada zaman ini. Ketika tank-tank Merkava Israel memasuki wilayah Gaza pada akhir Juni 2006, dunia mendengar gema kata itu kembali, dengan rasa ngilu. "Lihat," Israel yang menyerbu itu seakan-akan menegaskan, "orang Palestina boleh merasa punya peme-rintahan dan negara tersendiri, tapi itu hanya fiksi!"

Mungkin Mahmoud Darwish juga yang benar. Penyair Palestina itu menulis baris ini dalam sajaknya: "Kami bepergian seperti orang lain, tapi pulang ke sebuah tempat yang tak ada". Di situ seperti terungkap rasa sedih yang ditelan: tempat yang tak ada itu justru begitu berartitempat yang tak hadir tapi dibentangkan tiap hari:

Kami punya sebuah negeri kata-kata. Bicaralah, bicaralah

Agar kubuka jalanku, di batu sebuah batu

Yang menyedihkan tentang Palestina ialah bahwa sebenarnya ia seperti bangsa lain, juga seperti bangsa Israel: ia dimulai dengan kata, ditegakkan dengan bicara, ketika ada yang direnggutkan dari diri. Nasionalisme tumbuh dengan retorika tentang sebuah subyek yang kehilangan. Tapi tak banyak bangsa yang sampai di abad ke-21 ini masih terus seperti yang tampak di kamp pengungsi Jabalaya itu, juga agak jauh di sebelah selatan: orang Palestina menyiapkan barikade, mempersenjatai diri dengan granat, mortir, AK-47, dan sabuk berisi peledak, seraya tahu mereka akan kalah. Pesawat-pesawat tempur jet F-16 Isarel mengaum di langit, dan orang-orang itu hanya bisa mengatakan, "Kami punya tubuh yang bisa meledak."

Tubuh yang bisa meledak. Palestina bukan hanya "tanah tumpah darah" dalam arti yang harfiah, tapi juga sebuah komunitas yang dianggit dari rasa sakit dan terus-menerus dipenggal.

Kita tak tahu sampai kapan, tapi kita tahu justru sebab itu Palestina akan selalu hidup sebagai hasrat. Atau ia mengimbau seperti sebuah cakrawala: tiap kali didekati ia menjauh, namun di sanalah arah ditetapkan. Matahari terbit dan tenggelam dan terbit lagi, tapi repetisi itu tak terasa rutin, sebab tiap menit, tiap jam, dan tiap hari Pa-lestina selalu berisi ketegangan: antara amarah dan cita-cita, kemungkinan dan kematian, ketergusuran dan kepahlawanan, nostalgia dan sulitnya harapan.

Dalam ketegangan itulah "Palestina" diucapkan dan Palestina berdiri, dengan sosok yang tak selalu serupa dengan retorika dan panji-panji yang berubah-ubah; du-lu pernah Marxis, pernah nasionalis, dan kini Islamis. "Bicaralah, bicaralah," kata sajak Darwish itu, "agar kubuka jalanku, di batu sebuah batu."

Palestina mungkin kini satu-satunya bangsa yang me-nuntut untuk selalu diutarakan, sebab ia dibatasi bukan oleh sebuah wilayah, tapi oleh sebuah paradoks: ia dibentuk oleh rasa penuh, bahkan meluap-luap, dalam ke-kosongan.

Fiksikah ia? Jawabnya dapat diambil dari sejarah nasionalisme umumnya: kita ingat Bennedict Anderson menyebut bangsa sebagai sebuah imagined community, dan kita tahu setiap gagasan "persatuan" atau "keru-kunan" nasional selalu mengandung "buah rindu" (untuk me-makai kiasan penyair Amir Hamzah) yang masak dan jadi imajinasi, bahkan fantasi, yang lahir dari hasrat yang terpotong. Tapi tak hanya itu. Tak kalah penting buat di-sebutkan ialah bahwa biarpun "fiksi", ia efektif untuk mengatur hubungan sosial sehari-hari, antara petani di Gaza dan guru di Tepi Barat, antara padri di Bethlehem dan penjual piring porselin di Yerusalem. Ia juga "fiksi" yang bisa membedakan, sering dengan darah dan besi, a-ntara si Palestina dan si Israel.

Sebab ia bisa merasuk bahkan ke dalam sebuah hari yang bersahaja. Sepotong fragmen The Third Way: A Journal of Life in the West Bank oleh Raja Shehadeh:

"Terkadang, bila aku berjalan di perbukitan, dan secara tak sadar menikmati sentuhan tanah yang keras di telapak kakiku, menghidu bau perdu dan bukit dan pohon-pohon di sekelilingku-aku tak sengaja memandangi sepucuk pokok zaitun, dan di depan mataku ia seakan-akan berubah jadi lambang samidin, perjuangan kami, kehilangan kami. Dan pada saat itu juga, aku merasa direnggutkan dari pohon itu, dan sebagai gantinya tampak sebuah rongga yang melompong ke mana amarah dan rasa sakitku mengalir, masuk."

Shehadeh berbicara tentang "rongga yang melompong". Ia bandingkan pohon yang di-ce-rabut itu dengan tanah merah yang baru dibalik, kawat berduri dan buldoser yang kukuh, hal yang mengingatkannya kepada permukiman bangsa Yahudi dari mana orang Palestina tergusur.

Lukisan Shehadeh mengisyaratkan bahwa "fiksi" itu juga bisa menemukan ekspresinya dalam sesuatu yang lebih dalam dan lebih dahsyatdalam puisi Darwish, juga dalam laku yang bengis. Kita tahu "tubuh yang meledak" itu untuk membuat Palestina mungkin, juga harga diri, bangsa, tanah air, keadilan, kemerdekaan, dan pel-bagai suara dan penanda lain yang bisa menggugah semua orang meskipun dengan tafsir yang berbeda-beda.

Memang, akhirnya tak akan ada yang sepenuhnya bisa jadi tafsir kata (dan buah rindu) Palestina. "Ruang-ruang beraneka ragam yang di sini dan di sana di tengah kita memang dapat menampung, tapi tak dapat menangkap lengkap, masa lalu," tulis Edward Said dalam After the Last Sky, renungannya sebagai seorang cendekiawan Pa-lestina di tanah asing. Ruang-ruang itu mewakili gedung tanpa tujuan yang menyeluruh. Wilayah itu belum dipeta-kan dan hanya sebagiannya yang diketahui.

Itu sebabnya PLO ataupun Hamas tak bisa jadi satu-satu-nya wakil "Palestina"kata dengan gema kehilangan itu. Satu-satunya tafsir adalah rasa kehilangan itu sendiri, rongga yang gerowong dan pohon yang tercerabut, yang lahir dari perasaan dizalimi, seperti ketika tank-tank Merkava itu menderu masuk Gaza pada akhir Juni.

Goenawan MohamadPalestina": mungkin ini sepatah kata dengan ge-ma kehilangan, dan jadi penting justru karena kehilangan, pada zaman ini. Ketika tank-tank Merkava Israel memasuki wilayah Gaza pada akhir Juni 2006, dunia mendengar gema kata itu kembali, dengan rasa ngilu. "Lihat," Israel yang menyerbu itu seakan-akan menegaskan, "orang Palestina boleh merasa punya peme-rintahan dan negara tersendiri, tapi itu hanya fiksi!"

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Mungkin Mahmoud Darwish juga yang benar. Penyair Palestina itu menulis baris ini dalam sajaknya: "Kami bepergian seperti orang lain, tapi pulang ke sebuah tempat yang tak ada". Di situ seperti terungkap rasa sedih yang ditelan: tempat yang tak ada itu justru begitu berartitempat yang tak hadir tapi dibentangkan tiap hari:

Kami punya sebuah negeri kata-kata. Bicaralah, bicaralah

Agar kubuka jalanku, di batu sebuah batu

Yang menyedihkan tentang Palestina ialah bahwa sebenarnya ia seperti bangsa lain, juga seperti bangsa Israel: ia dimulai dengan kata, ditegakkan dengan bicara, ketika ada yang direnggutkan dari diri. Nasionalisme tumbuh dengan retorika tentang sebuah subyek yang kehilangan. Tapi tak banyak bangsa yang sampai di abad ke-21 ini masih terus seperti yang tampak di kamp pengungsi Jabalaya itu, juga agak jauh di sebelah selatan: orang Palestina menyiapkan barikade, mempersenjatai diri dengan granat, mortir, AK-47, dan sabuk berisi peledak, seraya tahu mereka akan kalah. Pesawat-pesawat tempur jet F-16 Isarel mengaum di langit, dan orang-orang itu hanya bisa mengatakan, "Kami punya tubuh yang bisa meledak."

Tubuh yang bisa meledak. Palestina bukan hanya "tanah tumpah darah" dalam arti yang harfiah, tapi juga sebuah komunitas yang dianggit dari rasa sakit dan terus-menerus dipenggal.

Kita tak tahu sampai kapan, tapi kita tahu justru sebab itu Palestina akan selalu hidup sebagai hasrat. Atau ia mengimbau seperti sebuah cakrawala: tiap kali didekati ia menjauh, namun di sanalah arah ditetapkan. Matahari terbit dan tenggelam dan terbit lagi, tapi repetisi itu tak terasa rutin, sebab tiap menit, tiap jam, dan tiap hari Pa-lestina selalu berisi ketegangan: antara amarah dan cita-cita, kemungkinan dan kematian, ketergusuran dan kepahlawanan, nostalgia dan sulitnya harapan.

Dalam ketegangan itulah "Palestina" diucapkan dan Palestina berdiri, dengan sosok yang tak selalu serupa dengan retorika dan panji-panji yang berubah-ubah; du-lu pernah Marxis, pernah nasionalis, dan kini Islamis. "Bicaralah, bicaralah," kata sajak Darwish itu, "agar kubuka jalanku, di batu sebuah batu."

Palestina mungkin kini satu-satunya bangsa yang me-nuntut untuk selalu diutarakan, sebab ia dibatasi bukan oleh sebuah wilayah, tapi oleh sebuah paradoks: ia dibentuk oleh rasa penuh, bahkan meluap-luap, dalam ke-kosongan.

Fiksikah ia? Jawabnya dapat diambil dari sejarah nasionalisme umumnya: kita ingat Bennedict Anderson menyebut bangsa sebagai sebuah imagined community, dan kita tahu setiap gagasan "persatuan" atau "keru-kunan" nasional selalu mengandung "buah rindu" (untuk me-makai kiasan penyair Amir Hamzah) yang masak dan jadi imajinasi, bahkan fantasi, yang lahir dari hasrat yang terpotong. Tapi tak hanya itu. Tak kalah penting buat di-sebutkan ialah bahwa biarpun "fiksi", ia efektif untuk mengatur hubungan sosial sehari-hari, antara petani di Gaza dan guru di Tepi Barat, antara padri di Bethlehem dan penjual piring porselin di Yerusalem. Ia juga "fiksi" yang bisa membedakan, sering dengan darah dan besi, a-ntara si Palestina dan si Israel.

Sebab ia bisa merasuk bahkan ke dalam sebuah hari yang bersahaja. Sepotong fragmen The Third Way: A Journal of Life in the West Bank oleh Raja Shehadeh:

"Terkadang, bila aku berjalan di perbukitan, dan secara tak sadar menikmati sentuhan tanah yang keras di telapak kakiku, menghidu bau perdu dan bukit dan pohon-pohon di sekelilingku-aku tak sengaja memandangi sepucuk pokok zaitun, dan di depan mataku ia seakan-akan berubah jadi lambang samidin, perjuangan kami, kehilangan kami. Dan pada saat itu juga, aku merasa direnggutkan dari pohon itu, dan sebagai gantinya tampak sebuah rongga yang melompong ke mana amarah dan rasa sakitku mengalir, masuk."

Shehadeh berbicara tentang "rongga yang melompong". Ia bandingkan pohon yang di-ce-rabut itu dengan tanah merah yang baru dibalik, kawat berduri dan buldoser yang kukuh, hal yang mengingatkannya kepada permukiman bangsa Yahudi dari mana orang Palestina tergusur.

Lukisan Shehadeh mengisyaratkan bahwa "fiksi" itu juga bisa menemukan ekspresinya dalam sesuatu yang lebih dalam dan lebih dahsyatdalam puisi Darwish, juga dalam laku yang bengis. Kita tahu "tubuh yang meledak" itu untuk membuat Palestina mungkin, juga harga diri, bangsa, tanah air, keadilan, kemerdekaan, dan pel-bagai suara dan penanda lain yang bisa menggugah semua orang meskipun dengan tafsir yang berbeda-beda.

Memang, akhirnya tak akan ada yang sepenuhnya bisa jadi tafsir kata (dan buah rindu) Palestina. "Ruang-ruang beraneka ragam yang di sini dan di sana di tengah kita memang dapat menampung, tapi tak dapat menangkap lengkap, masa lalu," tulis Edward Said dalam After the Last Sky, renungannya sebagai seorang cendekiawan Pa-lestina di tanah asing. Ruang-ruang itu mewakili gedung tanpa tujuan yang menyeluruh. Wilayah itu belum dipeta-kan dan hanya sebagiannya yang diketahui.

Itu sebabnya PLO ataupun Hamas tak bisa jadi satu-satu-nya wakil "Palestina"kata dengan gema kehilangan itu. Satu-satunya tafsir adalah rasa kehilangan itu sendiri, rongga yang gerowong dan pohon yang tercerabut, yang lahir dari perasaan dizalimi, seperti ketika tank-tank Merkava itu menderu masuk Gaza pada akhir Juni.

Goenawan Mohamad

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


KPU Tetapkan Prabowo-Gibran Presiden dan Wapres Terpilih Pagi Ini, Anies dan Ganjar Diundang

10 menit lalu

Foto presiden dan wakil presiden terpilih periode 2024 - 2029 di jual di lapak penjual bingkai foto di Pasar Baru, Jakarta, Selasa 23 April 2024. Pasangan Prabowo - Gibran resmi keluar sebagai pemenang Pilpres 2024 setalah dalam sidang putusan PHPU Pilpres 2024 Mahkamah Konstitusi menolak semua permohonan sengketa pemilu yang diajukan oleh pasangan Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar dan pasangan Ganjar Pranowo - Mahfud MD. TEMPO/Subekti
KPU Tetapkan Prabowo-Gibran Presiden dan Wapres Terpilih Pagi Ini, Anies dan Ganjar Diundang

KPU RI akan menetapkan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka (Prabowo-Gibran) sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih


Pertemuan PKB dan NasDem tanpa PKS, Cak Imin: Koalisi Perubahan Lagi Cari Waktu

18 menit lalu

Mantan Cawapres nomor urut 01 Muhaimin Iskandar (Cak Imin) menggelar konferensi pers bersama Ketum NasDem Surya Paloh usai pertemuan keduanya terkait putusan MK. Pertemuan tersebut dilakukan di NasDem Tower, Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat pada Selasa, 23 April 2024. TEMPO/Adinda Jasmine
Pertemuan PKB dan NasDem tanpa PKS, Cak Imin: Koalisi Perubahan Lagi Cari Waktu

Elite PKB dan elite Partai NasDem menggelar pertemuan di NasDem Tower tanpa ada perwakilan PKS


NasDem-PKB Oposisi atau Gabung Prabowo, Surya Paloh: Pemerintah Perlu Dukungan

1 jam lalu

Mantan Cawapres nomor urut 01 Muhaimin Iskandar (Cak Imin) menggelar konferensi pers bersama Ketum NasDem Surya Paloh usai pertemuan keduanya terkait putusan MK. Pertemuan tersebut dilakukan di NasDem Tower, Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat pada Selasa, 23 April 2024. TEMPO/Adinda Jasmine
NasDem-PKB Oposisi atau Gabung Prabowo, Surya Paloh: Pemerintah Perlu Dukungan

Surya Paloh mengatakan Partai NasDem dan PKB mengapresiasi kemenangan Prabowo-Gibran dalam Pilpres 2024


Gen Z Dikenal Selalu Ingin Memaknai Hidup

1 jam lalu

Marina Beauty Journey 2024/Marina
Gen Z Dikenal Selalu Ingin Memaknai Hidup

Karakter Gen Z berevolusi menjadi pribadi yang lebih sadar untuk memaknai kehidupan tidak mementingkan kebahagiaan sendiri.


Zulhas Ungkap Arahan Prabowo untuk Bahas Koalisi Lanjutan setelah Penetapan KPU

1 jam lalu

Calon Presiden terpilih Prabowo Subianto (kiri) bersama Ketua Umum PAN Zulkfili Hasan (kanan) menunggu waktu berbuka puasa dalam acara buka puasa bersama DPP PAN di Jakarta, Kamis 21 Maret 2024. Kegiatan tersebut merupakan kegiatan buka puasa bersama pertama usai Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka diputuskan oleh KPU dalam Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 menjadi pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih. ANTARA FOTO/ Rivan Awal Lingga
Zulhas Ungkap Arahan Prabowo untuk Bahas Koalisi Lanjutan setelah Penetapan KPU

Partai NasDem dan PPP santer dirumorkan akan bergabung dengan Koalisi Indonesia Maju di pemerintahan Prabowo-Gibran


UGM Buka Pendaftaran Seleksi Mandiri, Simak Syarat dan Panduan Pendaftaran

1 jam lalu

Wakil Rektor Bidang Pendidikan, Pengajaran, dan Kemahasiswaan UGM Djagal Wiseso Marseno meninjau pelaksanaan UTBK Gelombang Pertama di Kampus UGM, Sabtu (13/4/2019). (ANTARA/Luqman Hakim)
UGM Buka Pendaftaran Seleksi Mandiri, Simak Syarat dan Panduan Pendaftaran

Universitas Gajah Mada buka pendaftaran online seleksi mandiri UGM sejak 17 April hingga 7 Mei 2024. Lokasi ujian mandirinya?


Cak Imin Sungkan Tanya Surya Paloh soal Posisi NasDem Usai Pemilu, Oposisi atau Gabung ke Pemerintah

1 jam lalu

Mantan Cawapres nomor urut 01 Muhaimin Iskandar (Cak Imin) saat ditemui di area NasDem Tower, Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat usai pertemuannya dengan Ketum NasDem Surya Paloh pada Selasa, 23 April 2024 terkait hasil putusan sengketa Pilpres 2024 di MK. TEMPO/Adinda Jasmine
Cak Imin Sungkan Tanya Surya Paloh soal Posisi NasDem Usai Pemilu, Oposisi atau Gabung ke Pemerintah

Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar menemui Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh hari ini. Apa saja yang dibahas?


Incubus Gelar Konser Malam Ini, Fans Padati Tennis Indoor Senayan Sejak Sore

1 jam lalu

Para penggemar Band Metal asal Amerika Serikat, Incubus antusias dalam antrean foto di sebuah standing banner bergambar anggota Incubus, mulai dari Brandon Boyd, Mike Einziger, Jos Pasillas, Chris Kilmore, dan Ben Kenney, untuk mengabadikan momen saat menonton konser yang diselenggarakan di Tennis Indoor Senayan pada Selasa, 23 April 2024. Foto: TEMPO| Yuni Rahmawati.
Incubus Gelar Konser Malam Ini, Fans Padati Tennis Indoor Senayan Sejak Sore

Malam ini merupakan kali keempat Incubus menyambangi dan menghibur penggemarnya yang berada di Indonesia.


Hotman Ungkap Ada Pihak yang Adu Domba Prabowo dan Jokowi

1 jam lalu

Wakil Ketua Tim Pembela Prabowo-Gibran, Otto Hasibuan (kanan) dan Anggota Tim Pembela Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Hotman Paris Hutapea saat memberikan keterangan di konferensi pers pada jeda sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat pada Jumat, 5 April 2024. TEMPO/Adinda Jasmine
Hotman Ungkap Ada Pihak yang Adu Domba Prabowo dan Jokowi

Pada pertemuan tim hukum Prabowo-Gibran hari ini di rumah dinasnya, Prabowo Subianto berpesan soal isu adu domba dia dengan Jokowi.


LBH Padang Desak Pemerintah Cabut Izin Tambang Galian C di Kabupaten Solok

1 jam lalu

Peta pusat gempa Magnitudo 6,2 yang mengguncang Pasaman Barat, Sumatera Barat, pada Jumat pagi 25 Februari 2022. ANTARA/HO-BMKG
LBH Padang Desak Pemerintah Cabut Izin Tambang Galian C di Kabupaten Solok

LBH Padang mendesak pemerintah mencabut izin tambang untuk melindungi lingkungan dan jalan nasional di Air Dingin, Kabupaten Solok.