Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Bendera

Oleh

image-gnews
Iklan

Surabaya, 19 September 1945.

Di hotel dengan gaya art deco yang elegan dari masa sebelum perang itu, sebuah tim Anglo-Dutch Country Section menempati kamar No. 33.

Di jalanan, juga di Jalan Tunjungan itu, Surabaya serak oleh suara kemerdekaan. Republik Indonesia baru berdiri, dengan bangga, yakin, nekat, cemas. Ini revolusi, Bung, kita tak akan biarkan kolonialisme kembali! Surabaya mendengus siap perang. Sebuah transisi besar terasa tegang sampai ke saraf kaki.

Bisa diduga kenapa tim yang terdiri atas sekitar 20 orang asing itu ada di sana. ADCS adalah organisasi intelijen gabungan Inggris-Belanda yang berpusat di Kolombo, Sri Lanka. Kamar No. 33 hotel itu jadi kantor mereka untuk beroperasi. Mereka harus bekerja agar Indonesia tak lepas dari kekuasaan Belanda.

Ada yang simbolik dari hotel yang kini bernama "Majapahit" itu. Saya coba bayangkan hari itu perasaan orang-orang Belanda yang ada dalam Kamar No. 33. Ketika mereka datang, hotel yang dibangun di tahun 1910 oleh Lucas Sarkies, orang Armenia, itu telah berubah nama; sampai tahun 1943, namanya "Oranje". Kemudian Jepang datang, pemerintahan Hindia Belanda bertekuk lutut, dan hotel itu jadi "Yamato"yang juga markas tentara. Militer Jepang telah mengambil alih semuanya, juga nostalgia. Dan ketika di bulan September 1945 Jepang tak berkuasa lagi, "Nederlandsche Indie" juga sudah tak ada. Di mana-mana terdengar pekik "Merdeka", dan ribuan orang siap mati untuk kemerdekaan itu.

Saya bayangkan perasaan orang-orang Belanda itu: mereka tak hendak ditampar ketiga kalinya oleh sejarah. Maka pagi-pagi sekali, pukul enam, di atas hotel itu (ingat, namanya "Oranje"!), mereka kibarkan Merah-Putih-Biru. Mereka berharap Surabaya akan bangun dari tidur dan melihat: Belanda tetap di sini.

Apakah sebuah bendera, sebenarnya? Selembar kain yang diberi harga untuk menandai "kami" yang "bukan-mereka" dan "mereka" yang "bukan-kami". Bendera adalah saksi sejarah bahwa identitasku punya arti karena ada perbatasan dengan "dia" yang di luar diriku. Dalam arti itu, yang di luar itu jugalah yang membentuk diriku, hingga "aku" jadi sebuah totalitas yang seakan-akan utuh. Tapi sementara itu, yang di luar itu pula yang selalu mengancam akan melenyapkan aku. Identitas selamanya genting.

Pagi itu, bendera di atas Hotel "Oranje" itu menegaskan kembali perannya dalam suasana genting. Di tahun 1572 ia bagian dari perlawanan orang Belanda menghadapi penjajahan Spanyol. Di tahun 1945, di Surabaya, ia bagian dari ingin kembalinya daulat Belanda yang terancam oleh para "inlander" yang mau memberontak.

Tapi yang memberontak juga punya bendera. Mereka punya sebuah penanda yang maknanya secara a priori tak ada, dan sebab itu bisa disambut pelbagai unsur dan interpretasi yang berbeda-beda. Ketika pagi itu orang Surabaya melihat Sang Tiga Warna berkibar, mereka tahu: ada penanda lain, bukan milik mereka, yang dipasang oleh "mereka" yang mengancam "kami".

Maka sebelum hari siang, Sudirman, residen Surabaya, wakil Republik, datang. Ia merasa punya otoritas dan kewajiban meminta agar bendera Belanda itu diturunkan. Tapi ia ditampik; konon seorang Belanda dalam tim ADCS itu bahkan mencabut pistolnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Di luar, berpuluh-puluh pemuda tak sabar lagi. Bentrokan tak dapat dielakkan. Seorang Belanda tewas ditikam. Empat orang pemuda Surabaya mati. Beberapa orang memasang tangga dan mencapai tempat tiang dipasang. Merah-Putih-Biru itu pun diturunkan. Warna birunya digunting, lalu dibuang. Sisanya, kini jadi Merah-Putih, dikibarkan di tempat yang semula. Di Jalan Tunjungan orang ramai menyaksikan bendera itu naik. Dengan mata yang jadi basah, mereka berseru, "Merdeka! Indonesia merdeka!"

Apakah selembar bendera sebetulnya? Sesuatu yang mewakili sebuah wacana yang disebut "Indonesia". Sebuah signan yang dipilih untuk mematok wacana itu: dengan itulah, "Indonesia", sepatah kata yang tak henti-hentinya melahirkan arti, telah terpacak (setidaknya dalam satu atau beberapa jenak) dalam lambang Sang Merah Putih.

Yang menarik dari insiden itu ialah bahwa "Indonesia" tak dipacak oleh konsep yang jelas dan lengkap, melainkan oleh perbuatan orang-orang yang tiba-tiba jadi dahsyat, seakan-akan tiwikrama, seakan-akan berubah dalam sebuah proses di mana kebenaran menggugah. Hari itu "Indonesia" lahir dalam sebuah kejadian yang transformatif: untuk meminjam kata Alain Badiou, karena subyek yang bangkit oleh l'evenement.

Tapi kebangkitan itu bukanlah suatu mukjizat. Ia tak datang dari langit. Merah-Putih itu beberapa menit yang lalu adalah Merah-Putih-Biru. Sebagaimana Merah-Putih-Biru itu juga lahir dari sejarah, dan sebab itu sebenarnya tak kekal (dulu ia disebut "Oranje-Wit-Blau"), "Indonesia" muncul bukan dari ketiadaan total. Ada masa lalu yang tetap membayang.

Tapi pada sisi lain, "Indonesia" berkibar setelah sebuah pemotongan. Ada yang ditiadakan dari bendera yang terpasang di atas Hotel "Oranje" jam 6 pagi tadi. Itu sebabnya saya selalu ingat: peristiwa di Hotel "Oranje" itu sesuatu yang heroik, tapi para pahlawan memberi kita sebuah warisan yang terbelah dan kurang.

Ia terbelah, karena di satu pihak ia lahir dari sebuah kejadian yang transformatif. Tapi di lain pihak, masa lalubahkan masa lalu yang traumatikterus-menerus membayanginya. Ia kurang, karena memang begitulah ia dibentuk: dari pemotongan.

Maka Indonesia tak akan henti-hentinya mendamba, berhasrat, agar dirinya utuh. Ia punya utopianya sendiri yang tak akan pernah ada: Indonesia sebagai sebuah harmoni yang lengkap. Tapi utopia itu bukanlah khayal tempat kita lari menghibur diri dari pedihnya ketakutuhan dan kekurangan. Utopia itu, untuk meminjam kata Paul Ricoeur, adalah "satu tangan kritik".

Dengan itu kita tahu, "kerja belum selesai, belum apa-apa", tapi tiap kali kita bisa memberinya arti.

Goenawan Mohamad

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


5 Tips Padu Padan Pakaian dengan Sepatu Kets

29 menit lalu

Padu Padan Pakaian dengan Sepatu Kets/Pexels-Antara
5 Tips Padu Padan Pakaian dengan Sepatu Kets

Ini beberapa tips fashion yang bisa dikombinasikan dengan sepatu kets yang membuat Anda terlihat berbeda.


Hati-hati, Asap Rokok Tingkatkan Risiko Kanker Paru hingga 20 Kali Lipat

1 jam lalu

ILustrasi larangan merokok. REUTERS/Eric Gaillard
Hati-hati, Asap Rokok Tingkatkan Risiko Kanker Paru hingga 20 Kali Lipat

Hati-hati, asap rokok dapat meningkatkan 20 kali risiko utama kanker paru, baik pada perokok aktif maupun pasif. Simak saran pakar.


Bos Apple Tim Cook Kunjungi Apple Developer Academy Binus di Tangerang

2 jam lalu

CEO Apple, Tim Cook (kiri) melambaikan tangan setibanya di  Apple Developer Academy di Green Office Park, BSD, Kabupaten Tangerang, Banten, Rabu 17 April 2024. Kunjungan tersebut dalam rangka rencana Apple membuat pengembangan (offset) tingkat komponen dalam negeri atau TKDN untuk produk-produk buatan Apple. ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal
Bos Apple Tim Cook Kunjungi Apple Developer Academy Binus di Tangerang

CEO Apple Tim Cook kunjungi Apple Developer Academy Binus di BSD City, Tangerang. Sudah memiliki 1.500 lulusan.


Erick Thohir Buka Peluang Naturalisasi Emil Audero, tapi Tak Ingin Memaksa

2 jam lalu

Ketua Umum PSSI Erick Thohir dan penjaga gawang Inter Milan Emil Audero. Sumber Instagram @erickthohir.
Erick Thohir Buka Peluang Naturalisasi Emil Audero, tapi Tak Ingin Memaksa

Erick Thohir memberi sinyal positif soal rencana naturalisasi penjaga gawang keturunan Indonesia, Emil Audero Mulyadi.


ITB Gelar Bursa Kerja, Diikuti Perusahaan dari Dalam dan Luar Negeri

2 jam lalu

Kampus ITB Jatinangor. Dokumentasi: ITB.
ITB Gelar Bursa Kerja, Diikuti Perusahaan dari Dalam dan Luar Negeri

Institut Teknologi Bandung (ITB) menggelar bursa kerja selama dua hari 19-20 April 2024 di gedung Sasana Budaya Ganesha.


Ini Prediksi Setlist Konser TVXQ 20&2 di Jakarta, Siap-siap Nyanyi Bareng!

3 jam lalu

Grup idola K-pop TVXQ yang beranggotakan Yunho dan Changmin.  Foto: Instagram/@tvxq.official
Ini Prediksi Setlist Konser TVXQ 20&2 di Jakarta, Siap-siap Nyanyi Bareng!

Prediksi setlist konser TVXQ 20&2 di Jakarta, Sabtu, 20 April 2024 di ICE BSD.


Film Dokumenter Celine Dion akan Tayang di Prime Video

3 jam lalu

Celine Dion menghadiri Grammy Awards 2024 di Los Angeles, California, 4 Februari 2024. Foto: Instagram/@recordingacademy
Film Dokumenter Celine Dion akan Tayang di Prime Video

Film dokumenter I Am: Celine Dion akan tayang di Prime Video pada 25 Juni 2024


Jawab Protes Warga Soal Penutupan Jalan Serpong-Parung, BRIN Akan Sediakan Sentra UMKM di Jalan Lingkar

3 jam lalu

Ratusan warga Kabupaten Bogor dan Kota Tangerang Selatan menutup akses menuju kantor BRIN, Kamis 18 April 2024. TEMPO/Muhammad Iqbal
Jawab Protes Warga Soal Penutupan Jalan Serpong-Parung, BRIN Akan Sediakan Sentra UMKM di Jalan Lingkar

Warga Bogor dan Tangsel memprotes rencana BRIN menutup jalan yang selama ini berada di kawasan lembaga riset itu.


Ingin Jadi Pusat Seni dan Budaya, Hong Kong Dirikan Museum Sastra

4 jam lalu

Wan Chai, Hong Kong. Unsplash.com/Letian Zhang
Ingin Jadi Pusat Seni dan Budaya, Hong Kong Dirikan Museum Sastra

Museum Sasta Hong Kong akan dibuka pada Juni


TKN Sebut Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi Saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres

4 jam lalu

Ketua Koordinator Strategis Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran Sufmi Dasco Ahmad memberikan keterangan pers di Media Center TKN Prabowo-Gibran, Jakarta, Kamis, 30 November 2023. TKN Prabowo-Gibran meminta agar tidak ada lagi yang menuding pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai Cawapres cacat hukum. TEMPO/M Taufan Rengganis
TKN Sebut Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi Saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres

Menurut Dasco, Prabowo juga berpesan kepada para pendukungnya untuk mempercayakan hasil putusan sengketa PHPU Pilpres 2024 ke hakim MK.