Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Hijau

Oleh

image-gnews
Iklan

Di dunia yang letih, orang mengutip sebaris sajak Federico Garcia Lorca: Verde que te quiero verde

Hijau, kumau engkau hijau: Bintang agung beku dingin Tiba dengan bayang ikan Yang merintis fajar

Puisi Lorca mempesona karena loncatan-loncatannya - warna hijau, bintang agung, bayang ikan, hari fajar -- yang tak pernah bisa dipertalikan rapi dalam satu tafsir, tapi memperkaya kita dengan imaji-imaji yang mengejutkan, baru, segar, tak terulangi, seperti dalam mimpi.

Maka di dunia yang mulai lelah, puisi, atau imaji yang menari, segar, meloncat-loncat, dan tak disangka-sangka -- ya, juga warna hijau -- jadi alternatif (yang tak diakui) bagi sebuah kehidupan yang mengabaikan itu semua. Modal, mesin dan birokrasi telah membuat sistem yang meringkus tarian seperti itu, dan hanya kenal rapinya lajur laporan keuangan dan bagan eksak di buku-buku teknik. Baik kapitalisme (digerakkan orang Eropa dan Amerika) maupun sosialisme (dimulai di Uni Soviet dan Cina) sama-sama membentuk dunia dalam garis lurus -- garis "modernitas" dan "kemajuan", garis nalar yang menghitung, mencapai, dan menghasilkan. Itulah garis penaklukan dunia. Puisi yang menari, sebaliknya, tak hendak menaklukkan, tak hendak memaksa apa yang di luar dirinya, elemen hidup yang tak terduga. "Le poete ne force pas le reel," kata Rene Char.

Sudah lama sebenarnya masalah ini dikemukakan. Tapi sebagaimana Lorca hanya mengutarakan hasratnya di antara lanskap yang memukau tapi tragis di Andalusia, puisi -- dan pelbagai suara yang gundah menyaksikan "modernitas" dan "kemajuan" -- hanya bisa bicara secara terbatas.

Memang suara yang menghendaki "hijau" itu terkadang membingungkan. Ia tak menawarkan cara bagaimana menghentikan keniscayaan pertumbuhan ekonomi dan perlunya kemajuan teknologi. Sesekali bahkan ia mengandung racun kecurigaan dan kebencian: di tahun 1930-an, di Jerman, pemujaan akan Blut und Boden ("darah dan tanah") dikobarkan para penganjur Naziisme, yang ingin menjaga kemurnian Jerman dengan tradisi dan alamnya yang perawan, agar Volk, bangsa atau ras, tak tercemar oleh persentuhan dengan "yang-asing" dan "yang- borjuis" di kota besar.

Memang ada yang indah, tapi kuno, juga konyol, atau reaksioner dalam seruan "hijau" di masa lampau.

Tapi abad ke-21 mengubah semua itu. Sambutan kepada film dokumenter An Incovenient Truth adalah indikasinya: film dokumenter yang dibuat dengan ongkos satu juta dollar in begitu laris di mana-mana; ia dapat menghjimpun dana 49 juta dollar lebih. Al Gore, tokoh di pusat film yang memperingatkan perubahan iklim global itu, mendapatkan Hadiah Nobel Perdamaian tahun 2007. Berjuta-juta penonton akan selalu ingat suaranya:

"Anda pandang sungai yang lembut mengalir melintasi itu. Anda perhatikan daun berkerisik pada angin. Anda dengar suara burung; anda dengar katak pohon. Di kejauhan ada lenguh seekor lembu. Anda rasakan rerumputan itu.Hening; damai. Dan tiba-tiba, ada yang bergerak berubah dalam diri anda. Rasanya seperti menarik nafas dalam-dalam dan berbisik, "Ah, ya, aku telah lupa semua ini."

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Kata-kata itu tak istimewa, sebenarnya. Tapi mau tak mau, bersama itulah hasrat Lorca, "kumau engkau hijau," menemukan makna dan wibawa lain. "Hijau" telah jadi hasrat untuk menggapai sesuatu yang terasa begitu menggerakkan hati tapi tak hadir: bumi yang tak rusak oleh polusi dan keserakahan.

"Hijau", melalui proses percakapan dan pergulatan kepentingan, berangsur-angsur telah jadi kepentingan umum. Ia jadi pesan yang universal.

Dalam arti tertentu, di sini telah berlangsung "globalisasi" yang berbeda dengan globalisasi kapital, justru ketika bangunan global satu-satunya ini terancam musnah. Kini yang diserukan Barbara Ward dan Rene Dubos dalam buku mereka yang terkenal, Only One Earth (dalam bahasa Indonesia, Hanya Satu Bumi), yang ditulis buat Konferensi PBB di Stockholm di tahun 1972, mendapatkan pendengar. Pelbagai identitas yang berbeda-beda - yang ditandai nama negara, bangsa, kelompok etnis, kelas sosial, gender -- berada dalam posisi setara, di bulatan bumi yang satu, di sebutir planet yang genting.

Di saat seperti ini, identitas makin tak bisa berlaku seperti benteng tertutup. Dalam diri tiap negara, atau bangsa, atau kelompok etnis, atau kelas, atau gender, ada anasir yang akan membuka diri ke luar, memahami nasib "hanya satu bumi" ini. Tapi ada juga yang justru akan melihat "hanya satu bumi" hanyalah ilusi; mereka akan kembali menutup pintu, bersiaga. Dengan kata lain, "globalisasi" kecemasan ini tak berarti akan menghasilkan sebuah dunia yang tanpa konflik - tak peduli betapa bersemangat, tulus, dan sopannya para kepala negara berbicara di Bali.

Tapi tak bisakah kita berharap? Saya kira bisa. Justru kini harapan lebih punya sandaran ketimbang di masa lampau, ketika pesan yang universal datang secara menakutkan dan mencurigakan, seperti ketika Eropa mengkristenkan orang Amerika Selatan atau ketika "Pencerahan"-nya mengubah muka bumi dengan kolonialisme dan "kemajuan", yang sebenarnya satu ekspansi "peradaban" sekelompok manusia dengan sejarah tertentu ke kelompok-kelompok manusia lain.

Kini, apa yang universal adalah sebuah utopia hijau melawan kematian - yakni kematian yang akan mengenai siapa saja. Juga melawan ketidak-adilan, karena mereka yang kaya adalah yang paling merusak bumi, sementara yang miskin akan jadi korban pertama kali. Walhasil, pesan yang universal kali ini datang bukan dari si kuasa, tapi dari yang terancam - dan itu praktis berarti siapa saja.

Kini aku bukan diriku Rumahku bukan rumahku Biarkan aku sebentar naik ke beranda tinggi Biarkan aku pergi! Biarkan aku naik Ke beranda hijau Tempat air bergema pelan Di balustrada bulan.

Goenawan Mohamad

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Demi Konten, Turis di Cina Mempertaruhkan Nyawanya Bergelantungan di Tebing

1 detik lalu

Paiya Mountain, Cina (dpxq.gov.cn)
Demi Konten, Turis di Cina Mempertaruhkan Nyawanya Bergelantungan di Tebing

Warganet menyayangkan sikap turis di Cina tersebut karena tidak hanya membahayakan diri sendiri tetapi juga pihak lain.


Menhub Budi Karya Sebut Pesawat Bisnis Tak Ada Tarif Batas Atas: Bukan Kewenangan Kami

2 menit lalu

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi saat meninjau kesiapan pesawat dan bandara menjelang mudik Lebaran 2024 di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang pada Jumat, 29 Maret 2024. Tempo/Novali Panji
Menhub Budi Karya Sebut Pesawat Bisnis Tak Ada Tarif Batas Atas: Bukan Kewenangan Kami

Menurut Menhub Budi Karya, kebanyakan masyarakat yang komplain perihal tingginya harga pesawat ialah mereka yang menaiki pesawat kelas Bisnis.


Pakar Hukum Nilai MK Bisa Perintahkan Menteri untuk Bersaksi di Sidang Sengketa Pilpres

3 menit lalu

Kuasa hukum Komisi Pemilihan Umum (KPU) membacakan pandangan saat Pemeriksaan Persidangan Penyampaian Jawaban Termohon, Keterangan Pihak Terkait, dan Keterangan Bawaslu pada sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis, 28 Maret 2024. TEMPO/Subekti.
Pakar Hukum Nilai MK Bisa Perintahkan Menteri untuk Bersaksi di Sidang Sengketa Pilpres

Kehadiran para menteri dalam sengketa Pilpres 2024 penting untuk mengklarifikasi argumentasi dan dalil-dalil yang mengemuka dalam persidangan.


Kasus Anggota TNI Dikeroyok, Kapolres Metro Jakarta Pusat: Ada Tersangka Baru

6 menit lalu

Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Polisi Susatyo Purnomo Condro sambil berhadapan dengan massa di Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Selasa, 21 Februari 2023. ANTARA/Siti Nurhaliza
Kasus Anggota TNI Dikeroyok, Kapolres Metro Jakarta Pusat: Ada Tersangka Baru

Insiden bermula saat seorang pedagang di Pasar Cikini, Menteng, diperas tiga pria. Pedagang ini mengadukan pemalakan itu kepada putranya, anggota TNI.


Persija Jakarta Kembali Diperkuat 3 Pemain Timnas Indonesia saat Hadapi Bali United di Liga 1 Pekan Ke-30

8 menit lalu

Pemain timnas Indonesia Rizky Ridho. ANTARA FOTO/Galih Pradipta
Persija Jakarta Kembali Diperkuat 3 Pemain Timnas Indonesia saat Hadapi Bali United di Liga 1 Pekan Ke-30

Tiga pemain Timnas Indonesia yang berlaga untuk Kualifikasi Piala Dunia 2026 sudah kembali merapat memperkuat Persija Jakarta melawan Bali United.


Perjalanan Karier Park Hang-seo yang Dirumorkan Kembali Melatih Timnas Vietnam

9 menit lalu

Park Hang-seo turut mendampingi timnas Vietnam saat membuat kejutan dengan berhasil lolos ke final Piala Asia U-23 pada 2018. Hal itu merupakan sejarah bagi Vietnam lantaran baru pertama kali mencapai partai final Piala Asia U-23. Namun, Vietnam harus rela tersingkir setelah dikalahkan Uzbekistan dengan skor 1-2. Foto: VFF
Perjalanan Karier Park Hang-seo yang Dirumorkan Kembali Melatih Timnas Vietnam

Nama Park Hang-seo muncul dalam kandidat pengganti pelatih timnas Vietnam, Philippe Troussier


Rusia Minta Ada Cara Baru untuk Atasi Masalah di Semenanjung Korea

11 menit lalu

Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un mengunjungi Vladivostok dan mengunjungi berbagai lokasi, termasuk Universitas Federal Timur Jauh, Akuarium Primorsky, dan Pabrik Bio-Feed Arnika, selama kunjungannya ke Rusia pada 17 September 2023, dalam gambar yang dirilis oleh Kantor Berita Pusat Korea pada tanggal 18 September 2023. Dalam kunjungannya Kim Jong Un juga memeriksa pabrik jet tempur Rusia yang berada di bawah sanksi Barat, pembom strategis berkemampuan nuklir, rudal hipersonik, dan kapal perang pekan lalu. KCNA via REUTERS
Rusia Minta Ada Cara Baru untuk Atasi Masalah di Semenanjung Korea

Rusia juga menuduh Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya telah menaikkan ketegangan militer di kawasan Asia dan berupaya mencekik Korea Utara.


CekFakta #253 CrowdTangle, Alat Pantau Disinformasi di Media Sosial Tutup

11 menit lalu

Ilustrasi hoaks atau fake news. Shutterstock
CekFakta #253 CrowdTangle, Alat Pantau Disinformasi di Media Sosial Tutup

CrowdTangle, Alat Pantau Disinformasi di Media Sosial Tutup


Prabowo Sebut Golkar Punya Peran Besar di Pilpres 2024

18 menit lalu

Ketua Umum partai Golongan Karya (Golkar) Airlangga Hartato (tengah) menyambut kedatangan calon presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto (kanan) Menteri Pemuda dan Olahraga, Dito Ariotedjo (kiri) di acara buka bersama di DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Jumat, 29 Maret 2024. Pertemuan tersebut bertujuan untuk bersilaturahmi sekaligus bersyukur karena telah memenangkan Pemilu 2024 meskipun masih ada tahapan-tahapan yang belum mengesahkan. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Prabowo Sebut Golkar Punya Peran Besar di Pilpres 2024

Prabowo meminta maaf karena belum sempat mendatangi semua kader-kader Golkar di daerah dalam tahapan kampanye pemilu.


Xabi Alonso Umumkan Tetap Jadi Pelatih Bayer Leverkusen di Liga Jerman Musim Depan

19 menit lalu

Pelatih Bayer Leverkusen Xabi Alonso. REUTERS/Thilo Schmuelgen
Xabi Alonso Umumkan Tetap Jadi Pelatih Bayer Leverkusen di Liga Jerman Musim Depan

Xabi Alonso mengumumkan bahwa ia akan tetap menjadi pelatih klub Liga Jerman Bayer Leverkusen setidaknya hingga musim depan.