Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Potret

Oleh

image-gnews
Iklan

SEMOGA Tuhan menyelamatkan kita dari potret. Semoga Tuhan menyelamatkan pepohonan Indonesia, tiang listrik Indonesia, pagar desa dan tembok kota Indonesia, dan segala hal yang berdiri dengan sabar di Indonesia, dari gambar manusia.

Bukan karena membuat gambar manusia itu dikutuk Allah. Tapi.

Sebaiknya lebih dulu perlu saya terangkan, terutama bagi para pembaca yang sedang tak di negeri ini, atau yang selama lima bulan belum keluar rumah: adapun gambar manusia itu adalah potret wajah para "ca-leg". Atau "ca-bup". Atau "ca-wali". Atau "ca-gub". Atau "ca-pres". Demokrasi telah marak di Indonesia, para pembaca yang budiman, juga kelatahan.

Kelatahan, mungkin juga konformisme. Kini hampir tiap orang yang mencalonkan diri untuk dipilih siap maju buat bersaingsebuah tekad yang bagus sebetulnya. Tapi rupanya mekanisme persaingan politik kini mengandung sebuah paradoks.

Di satu pihak, siapa yang ingin menang harus lebih menonjol ketimbang yang lain. Tapi, di lain pihak, sebagaimana tampak dalam potret-potret yang menempel atau bergelantungan di sepanjang tepi jalan itu, tak seorang pun tampak ingin berbeda dari yang lain.

Saya lihat potret M. Tongtongsot dari Partai Bulan Pecah terpasang berdampingan dengan gambar G. Gundulpringis dari Partai Bintang Bujel. Kedua-keduanya tampil berpeci, mengenakan jas dan dasi. Kedua-duanya memasang sederet huruf, maksudnya singkatan, di dekat nama mereka, dimaksudkan sebagai gelar yang diharapkan membuat diri gagah: "H", atau "Drs", atau "MA", atau "MSc". Kedua-duanya terpampang dengan muka lurus ke depan, dengan tatapan tanpa emosi, seperti foto ijazah kursus montir.

Dengan kata lain, orang-orang itu memasarkan diri bukan sebagai pribadi, dengan watak yang tersendiri. Yang tampak di sana hanyalah sebuah tipe. Tipe itu menyatukan entah berapa banyak potret yang berderet-deret, hampir tanpa jarak, dengan nama-nama yang tak akan kita tangkap dengan jelas, apalagi kita ingat, ketika kita lewat di atas motor atau bus. Seorang kawan yang berpengalaman memilih foto wajah buat sampul majalah menyatakan penilaiannya kepada saya: "92% dari deretan wajah itu tak menarik." Ia mengatakannya dengan yakin: "Saya telah berjalan dari ujung Jawa Timur sampai Banten untuk mengamati potret kampanye."

Apa gerangan yang hendak didapat para pemasang gambar? Jawabnya jelas: mereka ingin dipilih di antara ratusan orang lain. Potret mereka ingin direkam dalam ingatan orang pada menit-menit yang sunyi di depan kotak suara pada hari pemilihan nanti. Nama mereka ingin dihafal. Mereka keluarkan dana berjuta-juta untuk mencapai semua itu dengan memanfaatkan dan mengotori pohon, tembok, dan tiang listrik. Tapi belum saya dengar mereka pernah meneliti sejauh mana kampanye pasang-tampang itu tak sia-sia.

"Tapi saya tak mau ketinggalan," agaknya demikianlah alasan mereka untuk memakai teknik kampanye ini. Tentu, alasan itu bisa diterima. Namun yang terjadi, yang bisa disebut sebagai kelatahan, justru akan menyebabkan mereka ketinggalan: mereka akan terpaku di tempat, sebagai repetisi, ketika waktu berjalan dan orang-orang jadi jenuh.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Memang ada yang mengatakan, menirukan keyakinan juru propaganda Partai Nazi, bahwa repetisi akan punya hasil positif; bahkan dusta yang terus-menerus diulang akan jadi kebenaran. Partai yang sering memasang iklan di televisi memang tercatatoleh juru jajak pendapatmulai menuai hasil: dikenal, dan kadang-kadang dikenal tanpa orang bilang, "ah, tidak".

Tapi yang berlangsung kini bukan cuma repetisi. Yang kita saksikan penyeragaman: perlombaan untuk memperlihatkan diri tapi ada saat yang sama takut tampak "lain". Maka yang akhirnya saya ingat dari deretan gambar di tepi jalan itu bukanlah wajah calon anggota DPR wilayah saya, melainkan tampang yang lain dari yang lain: tampang dalam iklan kartu telepon XLmuka monyet.

Sebab yang berulang-ulang datang kini bukanlah semboyan yang menggugah, dari retorika yang menggetarkan. Repetisi dalam politik hari ini adalah muka orang yang terpampang di bidang datar. Muka dua dimensi. Muka yang dengan gampang menyesuaikan diri dengan pola umum, ukuran yang lazim, dan bentuk persegi tertentu. Muka yang pada dasarnya menyerah tertempel, tanpa pesona.

Saya kira pada mulanya adalah sebuah salah paham. Serbuan yang visual ke dunia pancaindra kita punya akar di sebuah premis tua bahwa "melihat" sama dengan "mengetahui".

Kesalahpahaman oculocentric ini sudah ada sejak Plato di Yunani Kuno memakai perumpamaan orang yang hidup dalam gua, yang dari kegelapan melihat terang. Tapi tak berhenti di situ. Orang Jawa abad ke-21 tetap memakai kata weruh (melihat) sebagai akar kata kawruh (pengetahuan atau ilmu). Kini televisi merupakan sumber "pengetahuan" yang tak tertandingi. Kita pun menonton iklan di layar itu, atau melihat (biarpun dengan sekilas) potret-potret di pohon itu, seraya hampir lupa bahwa, seperti pernah ditulis oleh seorang buta, "indra penglihatan adalah indra berjarak". Indra lainpenghidu, pendengar, peraba, misalnyaberangkat untuk sesuatu yang dekat, bahkan akrab. Jauh sebelum Plato, dalam bahasa Aramaik, orang buta disebut sagi nahor, atau "penglihatan yang hebat".

Hari-hari ini saya pun ingin bersikap sebagai sagi nahor. Saya ingin berdoa: semoga mata orang Indonesia tak akan membuat Indonesia tersesat. Demokrasi perlu dirindukan lagi sebagai tempat suara berseru dengan gema yang kuat, dengan keberanian berbedabukan konformisme yang menyerahkan apa yang berharga dalam pribadi ke dalam sebuah pasfoto. Potret itu tak bicara apa-apa.

Goenawan Mohamad

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Grup TWICE, Berawal dari Pencarian Bakat Hingga Mendunia

1 detik lalu

TWICE. Foto: Instagram/@twicetagram
Grup TWICE, Berawal dari Pencarian Bakat Hingga Mendunia

TWICE ini terdiri dari sembilan anggota yang memiliki beragam keahlian di bidang menyanyi dan menari.


Ini Negara dengan Internet Tercepat di Dunia, Indonesia Urutan ke Berapa?

22 detik lalu

Ilustrasi orang menggunakan smartphone atau handphone. Freepik
Ini Negara dengan Internet Tercepat di Dunia, Indonesia Urutan ke Berapa?

Speedtest Global Index Ookla membuat peringkat kecepatan Internet di 142 negara per Maret 2024. Indonesia kalah dari Kamboja.


Perang Saudara Myanmar: Kelompok Perlawanan Tarik Pasukan dari Perbatasan Thailand

3 menit lalu

Tentara berdiri di samping kendaraan militer ketika orang-orang berkumpul untuk memprotes kudeta militer, di Yangon, Myanmar, 15 Februari 2021. REUTERS/Stringer/File Photo
Perang Saudara Myanmar: Kelompok Perlawanan Tarik Pasukan dari Perbatasan Thailand

Tentara Pembebasan Nasional Karen memutuskan menarik pasukannya dari perbatasan Thailand setelah serangan balasan dari junta Myanmar.


Saling Mempengaruhi, Ini Hubungan Diabetes dengan Gangguan Tidur

4 menit lalu

Ilustrasi diabetes. Freepik.com
Saling Mempengaruhi, Ini Hubungan Diabetes dengan Gangguan Tidur

Penderita diabetes tipe 2 mengalami masalah gangguan tidur karena ketidakstabilan kadar gula darah dan gejala terkait diabetes.


Posisi TKN dan Koalisi Indonesia Maju Usai Prabowo-Gibran Ditetapkan sebagai Presiden dan Wapres

6 menit lalu

Ketua TKN Prabowo-Gibran Rosan Roeslani ditemui di luar Gedung Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, usai bertemu dengan Mensesneg Pratikno pada Senin, 25 Maret 2024. TEMPO/Daniel A. Fajri
Posisi TKN dan Koalisi Indonesia Maju Usai Prabowo-Gibran Ditetapkan sebagai Presiden dan Wapres

Prabowo-Gibran resmi ditetapkan sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI 2024-2029. Bagaimana posisi TKN dan Koalisi Indonesia Maju selanjutnya?


World Water Forum ke-10, Perpamsi: Momentum Perbaikan Tata Kelola Air

8 menit lalu

Seorang pria duduk di tepi kolam renang dengan latar belakang logo World Water Forum ke-10, di Jakarta pada 24 Maret 2024. (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/Spt)
World Water Forum ke-10, Perpamsi: Momentum Perbaikan Tata Kelola Air

World Water Forum ke-10 diharapkan membawa perubahan dari sisi tata kelola air.


BI Naikkan Suku Bunga Acuan, Bank Mandiri: Penting di Tengah Ketidakpastian dan Fluktuasi Global

13 menit lalu

Logo atau ilustrasi Bank Indonesia. TEMPO/Imam Sukamto
BI Naikkan Suku Bunga Acuan, Bank Mandiri: Penting di Tengah Ketidakpastian dan Fluktuasi Global

Bank Mandiri merespons soal kenaikan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI).


Kelola Stres Setiap Hari untuk Redakan Emosi

23 menit lalu

Ilustrasi mengurangi stress. Freepik.com/fabrikasimf
Kelola Stres Setiap Hari untuk Redakan Emosi

Mengelola stres adalah cara meredakan emosi yang harus terus dilatih setiap hari agar tidak mudah emosional si situasi yang buruk.


Jokowi Sebut Tak Bikin Tim Transisi Khusus untuk Prabowo-Gibran

28 menit lalu

Presiden Joko Widodo meninjau panen raya jagung di Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo pada Senin, 22 April 2024. Kunjungan ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk memastikan bahwa produksi jagung nasional terus meningkat dan mengurangi ketergantungan pada impor. Foto: Rusman - Biro Pers Sekretariat Presiden
Jokowi Sebut Tak Bikin Tim Transisi Khusus untuk Prabowo-Gibran

Presiden Jokowi menegaskan dirinya tidak membuat tim transisi khusus untuk Prabowo-Gibran.


Ini Isi Konten TikToker Galih Loss yang Diduga Lakukan Penistaan Agama

30 menit lalu

Galih Noval Aji Prakoso ditangkap polisi pada 22 April 2024 karena unggahan video di TikTok @galihloss3 soal penyebaran kebencian berbasis SARA. Sumber: Polda Metro Jaya
Ini Isi Konten TikToker Galih Loss yang Diduga Lakukan Penistaan Agama

TikToker Galih Loss ditetapkan sebagai tersangka oleh Ditreskrimsus Polda Metro Jaya.