Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Memangku

Oleh

image-gnews
Iklan

Para raja di Jawa adalah ekspresi sebuah idaman. Terutama idaman tentang stabilitas. Kita ingat nama-nama mereka: Amangkurat dan Mangkubumi berarti "memangku bumi". Hamengku Buwono berarti "memangku benua". Paku Buwono: "paku" atau "pasak" yang membuat kontinen tak bergerak terus, terpacak tak terguncang-guncang.

Sering kali kita lupa, nama-nama itu relatif baru. Mereka muncul dalam sejarah monarki Jawa sejak abad ke-17. Sebelum itu, dimulai dengan zaman raja-raja Mataram Lama sampai awal Mataram Baru, kita hanya menemukan nama-nama pribadi: Sanjaya, Syailendra, Mpu Sindok, Airlangga, Hayam Wuruk, Raden Patah, Trenggono, Hadiwijaya, Panembahan Senapati. Kemudian, pada 1641, muncul gelar "Sultan Agung Senapati ing Ngalaga Abdurrahman": transisi dari yang personal ke dalam yang simbolik. Setelah itu, Amangkurat I.

Simbol, berbeda dengan tanda, mengacu ke sehimpun informasi yang tak persis dan pasti. Yang simbolik mengandung sesuatu yang tak hendak dikatakan. Dalam nama "Amangkurat" atau "Paku Buwono" terasa satu kesadaran tentang geografi yang berbeda: sang penguasa membayangkan wilayah yang tak terbatas hanya pada daerah yang dikuasainya langsung. Tapi sejauh mana wilayah itu, tak ada garis yang persis. Kita ingat mithos yang terkenal itu: hubungan yang akrab namun misterius Panembahan Senapati, pendiri Kerajaan Mataram, dengan yang bertakhta di "Laut Selatan" dan di "Merapi". Dalam kisah ini, tersamar hasrat yang ekspansif yang tak hendak dikatakan.

Mungkin itu pertanda megalomania. Tapi mungkin juga lain. Jika ditilik lebih dalam, nama-nama itu bukan mensugestikan hasrat menaklukkan. Dalam kata "memangku" ada makna "menampung" dan "merawat". Pangkuan adalah sesuatu yang mesra, tenteram, dan protektif. Bahkan "paku", dalam nama "Paku Buwono", lebih berasosiasi dengan penjagaan.

Namun pada saat yang sama, ada faset lain yang bisa dicatat: apa yang dipangku dan dijaga dengan sendirinya sesuatu yang dianggap stabil, tak lasaksesuatu yang betah dengan wadah tempat ia berada. Dengan kata lain, negeri atau masyarakat yang ada di haribaan raja diharapkan tak punya antagonisme dalam diri mereka dan dengan sang raja.

Tentu saja, seperti saya sebut di atas, itu hanya sebuah idaman. Simbol punya peran lain: bukan representasi sesuatu, melainkan sebuah ikhtiar untuk mencapai sesuatu yang tak ada.

Dalam sejarah Mataram, yang tak ada itu justru harmoni antara yang memangku dan yang dipangku. Sejak Amangkurat I, kekerasan berkecamuk. Raja ini membantai 3.000 ulama di alun-alun dalam waktu setengah jam. Raja ini pula yang akhirnya menimbulkan pemberontakan Trunojoyo; ia bahkan disanggah anaknya sendiri hingga lari dari istana. Ia meninggal jauh di pesisir utara.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kasus Amangkurat I menunjukkan, ikhtiar simbolisme itu lahir bersama kondisi raja sebagai sosok yang terbelah. Ia bertaut dengan sesuatu yang mithologis; sebagai pemangku bumi ia tak merupakan bagian dari bumi itu. Dengan posisi itulah ia diharapkan (dan mengharap) jadi pemersatu alam. Tapi pada saat yang sama, ia berada di dalam kegalauan bumi. Harapan untuk jadi "pemersatu" itu berlebihan. Selisih pun timbul.

Amangkurat adalah contoh betapa sebenarnya sang pemangku bukan fondasi stabilitas. Ia sendiri tak punya penopang. Ia tumbuh dari konflik dan kekerasan yang membentuk sejarah: sejak Majapahit runtuh, sejak Kesultanan Demak lenyap dan Jipang hilang. Bahkan agaknya jauh sebelum Ken Arok membangun Tumapel dengan keris dan darah.

Juga sampai hari ini: kita harus mengakui, idaman akan stabilitas adalah idaman yang bagus tapi sia-sia. Tiap negeri, kerajaan, atau republik, bagaimanapun, terbentuk lewat bentrokan, persaingan, dan pergulatan hegemoni. Antagonisme tak pernah berakhir. Sejak Kautilya menulis Arthasastra di India di abad ke-4 sebelum Masehi, sejak Machiavelli menulis Il Principe di Italia di abad ke-16, sampai dengan kompetisi demokratik abad ke-21, para pemikir dan pelaku politik sadar: politik itu sejenis perang.

Apa boleh buat. Orang meciptakan kekuasaan untuk dirinya, tapi ia tak dapat menjadikan kekuasaan itu identik dengan dirinya: kita ingat Amangkurat yang lari dari keraton, raja-raja yang dimakzulkan dan dipenggal, khalif-khalif yang dibunuh dan dicemarkan. Yang penting tentu saja bukanlah mengakui kebrutalan itu sebagai sesuatu yang sah. Yang penting adalah meniadakan ilusi bahwa bumi akan berhenti gonjang-ganjing setelah dipangku dan dipaku. Kekuasaan selalu bergeser. Orang yang menciptakannya, dalam kata-kata Ernesto Laclau, "akan sia-sia mendapatkan hari ketujuh untuk beristirahat".

Kita, di Indonesia, mudah merindukan hari ketujuh itu: tercapainya konsensus. Saya tak sepenuhnya sepaham dengan Laclau bahwa antagonisme adalah satu-satunya dasar yang membentuk sebuah masyarakat. Tapi memang tak dapat diasumsikan bahwa konsensus pasti datang. Para pihak dalam kehidupan politik tak dengan sendirinya akan menemukan "rasionalitas" dan dengan itu bermufakat. Dalam sejarah Indonesia, dengan atau tanpa demokrasi, tak ada persaingan tanpa perlawanan. Politik tak mungkin hanya mengejar koalisi tanpa konfrontasi.

Dalam salah satu kitab Jawa abad ke-19 disebutkan agar para calon pemimpin berlapang hati, serba memuat dan memangku, "bagaikan lautan"den ajembar, momot lan mengku, den kaya segara. Petuah itu tampaknya dirumuskan seseorang yang merasa diri aman dari politik dan ditujukan kepada para pewaris sebuah kekuasaan yang sedang tenteram. Tapi di tanah air kita, laut bukanlah tasik yang tenang tak beriak. Ia punya prahara dan tsunami.

Goenawan Mohamad

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Pasca Putusan MK, CLS FH UGM Mendesak Pembatasan Kekuasaan Presiden

5 menit lalu

Pakar hukum sekaligus Ketua Departemen Hukum Tata Negara UGM Zainal Arifin Mochtar. Tempo/Pribadi Wicaksono.
Pasca Putusan MK, CLS FH UGM Mendesak Pembatasan Kekuasaan Presiden

"Rezim anaknya ini kan hanya melanjutkan apa yang terjadi," kata akademisi Zainal Arifin Mochtar soal nasib demokrasi pasca Putusan MK.


70 Persen dari Ribuan Korban Jiwa di Gaza adalah Perempuan

17 menit lalu

Seorang perempuan Palestina duduk diantara pakaian bekas di pasar loak mingguan di kamp pengungsian Nusseirat, Gaza, 15 Februari 2016. Permintaan untuk pakaian telah menjadi barometer bagi situasi ekonomi di Gaza. AP/Khalil Hamra
70 Persen dari Ribuan Korban Jiwa di Gaza adalah Perempuan

ActionAid mencatat setidaknya 70 persen dari ribuan korban jiwa di Gaza adalah perempuan dan anak perempuan.


PT Pabrik Gula Rajawali II di Cirebon Mulai Giling Tebu Pertengahan Mei 2024

17 menit lalu

Uap putih mengepul dari sela-sela mesin penggiling tebu di Pabrik Gula Tasikmadu Karanganyar, 27 Juni 2016. PG Tasikmadu merupakan salah satu pabrik gula tertua yang masih berproduksi. TEMPO/Ahmad Rafiq
PT Pabrik Gula Rajawali II di Cirebon Mulai Giling Tebu Pertengahan Mei 2024

Sekretaris Perusahaan PT Pabrik Gula Rajawali II, Karpo B. Nursi, menyatakan pihaknya menargetkan proses penggilingan dimulai pada bulan Mei 2024.


Hasil Proliga 2024: Jakarta BIN Kalahkan Jakarta Livin Mandiri 3-1, Kenapa Megawati Hangestri Tak Bermain?

22 menit lalu

Jakarta BIN saat berlaga di Proliga 2024. (PBVSI/Proliga)
Hasil Proliga 2024: Jakarta BIN Kalahkan Jakarta Livin Mandiri 3-1, Kenapa Megawati Hangestri Tak Bermain?

Tim bola voli putri Jakarta BIN memenangi laga pertamanya di Proliga 2024. Mereka mengalahkan Jakarta Livin Mandiri 3-1 ketika Megawati tak bermain.


Ditemukan Kuburan Massal di Khan Younis Gaza, Afrika Selatan Serukan Investigasi

22 menit lalu

Petugas menguburkan warga Palestina yang tewas dalam serangan Israel, setelah jenazah mereka dibebaskan oleh Israel, di tengah konflik antara Israel dan Hamas, di kuburan massal di Rafah, di Jalur Gaza selatan, 30 Januari 2024. REUTERS/Mohammed Salem
Ditemukan Kuburan Massal di Khan Younis Gaza, Afrika Selatan Serukan Investigasi

Afrika Selatan menyerukan pada komunitas internasional agar dilakukan investigasi yang menyeluruh terkait temuan kuburan massal di Gaza


Cara Nicholas Saputra dan Putri Marino Bangun Chemistry di Film The Architecture of Love

22 menit lalu

Film The Architecture of Love dibintangi Putri Marino dan Nicholas Saputra. Foto: Instagram/@filmtaol
Cara Nicholas Saputra dan Putri Marino Bangun Chemistry di Film The Architecture of Love

Putri Marino dan Nicholas Saputra dipertemukan pertama kali dalam satu film di The Architecture of Love.


Untan Investigasi Kasus Dosen yang Diduga Jadi Joki Nilai, Apa Hasilnya?

24 menit lalu

Ilustrasi jurnal ilmiah. Shutterstock
Untan Investigasi Kasus Dosen yang Diduga Jadi Joki Nilai, Apa Hasilnya?

Untan membentuk tim investigasi untuk kasus tersebut.


Lee Joo Bin akan Membintangi Drakor Guardians

35 menit lalu

Lee Joo Bin dalam drama Queen of Tears. Dok. tvN
Lee Joo Bin akan Membintangi Drakor Guardians

Aktris Korea Selatan, Lee Joo Bin dikabarkan akan membintangi drama terbaru berjudul Guardians


Nirina Zubir Heran eks ART Gugat BPN Meski Sudah Divonis Bersalah Kasus Mafia Tanah: Waw, Berani Ya

41 menit lalu

Nirina Zubir/Foto: Instagram/Nirina Zubir
Nirina Zubir Heran eks ART Gugat BPN Meski Sudah Divonis Bersalah Kasus Mafia Tanah: Waw, Berani Ya

PN Jakarta Barat telah memvonis eks ART Nirina Zubir 13 tahun penjara dalam perkara mafia tanah


Cara Membantu Penderita Hoarding Disorder, Gangguan Mental Suka Menimbun Barang

43 menit lalu

Ilustrasi wanita dengan lemari yang berantakan. shutterstock.com
Cara Membantu Penderita Hoarding Disorder, Gangguan Mental Suka Menimbun Barang

Hoarding disorder adalah gangguan kesehatan mental yang membuat orang ingin terus mengumpulkan barang hingga menumpuk.