Anak-anak muda gemar memakai kata Jaka Sembung untuk mengejek orang yang asal ngomong. Jaka Sembung naik ojek, gak nyambung lu jek. Anas Urbaningrum, Ketua Umum Partai Demokrat, yang tak lagi muda itu, ikut-ikutan memakai kata tersebut. Anas memakainya untuk menangkis tudingan Nazaruddin, bendahara partai, yang gencar menuduhnya melakukan politik uang
Jaka Sembung jangan dipakai untuk mengolok-olok. Tokoh fiksi Jaka Sembung, setidak-tidaknya dalam film aksi laga pertama Indonesia pada 1981 dan serial komik karya Djair, adalah seorang hero.
Jaka Sembung digambarkan sebagai pejuang yang gigih melawan penjajah Belanda. Jagoan Kandanghaur itu menentang kewajiban kerja paksa bagi kaum pribumi. Akibat pengkhianatan seorang pribumi, Jaka Sembung ditangkap Belanda. Kedua matanya dicongkel. Akhir kisah, berkat pengorbanan kekasihnya yang menyerahkan kedua matanya, Jaka Sembung mendapatkan kembali penglihatannya melalui upacara yang sangat mistis. Dia pun meneruskan perjuangan melawan penjajah Belanda.
Jaka Sembung membela rakyat kecil, Nazaruddin sebelum lari banyak membela orang-orang besar. Jadi, mengejek Nazar dengan kata Jaka Sembung pun tak pantas, itu bukan pengandaian yang padan. Lagi pula, dalam urusan yang menyangkut Anas, kian hari kian terasa omongan Nazaruddin tidak semua kagak nyambung.
Nazar mengaku mengucurkan US$ 20 juta untuk memuluskan jalan Anas meraih kursi ketua umum partai. Anas menjawab, "Tak ada pembelian suara. Tapi kalau operasional pemenangan, ya, ada. Untuk konsumsi, akomodasi, transportasi." Masalahnya, kalau pengurus cabang partai mendapat bantuan operasional, apa masuk akal kalau suaranya tidak dipersembahkan kepada yang membantu? Kalau Nazar menyebut praktek begini sebagai politik uang, apa dia bisa disebut kagak nyambung?
Gejala gak konek memang banyak terjadi seputar kasus Nazar. Misalnya Anas mengakui istrinya, Athiyyah, pernah aktif di PT Dutasari Citralaras, yang diketahui memiliki piutang di beberapa badan usaha milik negara. Sejumlah dokumen juga menguatkan peran sang istri. Sedangkan Athiyyah mengaku belum pernah mendengar nama Dutasari.
Demam gak nyambung ternyata meluas sampai ke Senayan. Mendengar tudingan Nazar bahwa sejumlah petinggi Komisi Pemberantasan Korupsi terlibat pengaturan penyidikan wisma atlet, Ketua DPR Marzuki Alie mendadak punya gagasan aneh bin ajaib: bubarkan KPK. Barangkali inilah ide paling kagak nyambung tahun ini. Marzuki seperti lupa bahwa tingkat korupsi Indonesia masih sangat tinggi. Seandainya pun kelak terbukti benar petinggi KPK terlibat, bukankah petinggi KPK itu yang harus ditindak, Komisi biarlah terus bekerja membabat korupsi.
Aneh juga Marzuki tidak mengimbau partainya agar lebih giat mengusut mereka yang terlibat soal Nazar. Pimpinan KPK sudah menyatakan akan memeriksa orang KPK yang disebut Nazar. Sementara Partai Demokrat masih juga belum memecat Nazar, atau bahkan belum membuat tim verifikasi untuk mengusut tuduhan Nazar.
Dalam keadaan begini, ide Marzuki untuk memutihkan semua dosa koruptor, asalkan mereka membawa uang mereka kembali ke dalam negeri, juga terdengar hambar. Bukankah dengan ide itu Partai Demokrat bisa bebas dari pengusutan soal Nazar--yang diduga banyak melibatkan banyak orang top di dalam dan luar partai itu. Dilontarkan pada saat Partai Demokrat "terjepit", gagasan itu kagak nyambung dengan program pemberantasan koruptor yang menjadi jualan utama Demokrat.
Tapi, sekali lagi, jangan mengejek dengan Jaka Sembung. Masih banyak yang lain. Ikan kembung naik ojek, kalau mau dipilih, ya, jangan sering gak nyambung jek.