Putu Setia
PIMPINAN Komisi Pemberantasan Korupsi sudah dilantik. Nunun Nurbaetie sudah tertangkap. Muhammad Nazaruddin sudah diadili. Wa Ode Nurhayati pun sudah jadi tersangka. Sedangkan Tim Pengawas Kasus Century di Dewan Perwakilan Rakyat telah diperpanjang masa kerjanya.
Lalu adakah angin segar yang akan bertiup, yang akan mengusir kegelapan dalam berbagai kasus yang menyangkut korupsi di tanah air ini? Semestinya ada, kalau tidak ada, orang Jawa bilang kebangetan.
Entah kenapa, negeri tercinta ini sedang tertimpa banyak masalah, sementara pemerintah hanya sedikit bisa mengatasi masalah. Dari berbagai sudut masalah muncul: jembatan runtuh, pemerkosaan di angkutan kota, pembantaian di Lampung, sampai PSSI yang ricuh melulu. Sepertinya hanya Perum Pegadaian yang bisa mengatasi masalah tanpa masalah, walau berupa slogan saja. Tapi kita kan tidak ingin menggadaikan negeri ini kepada orang lain? Apalagi digadaikan kepada koruptor.
Dengan wajah baru pimpinan KPK yang katanya (kalau "katanya" diulang-ulang mirip omongan Nazaruddin sebelum kabur, yang kini jadi lelucon) makin berani dan makin profesional, kita berharap ada kegelapan yang segera terkuak. Kasus Bank Century, misalnya. Kenapa begitu lama mengambang? Kebijakan dalam menangani kasus bank yang kolaps itu memang tak perlu dipersoalkan, pasti ada yang pro ada yang kontra. Masalahnya pun tidak di sana. Yang jadi masalah, duit talangan itu sudah dialirkan dengan benar atau menyimpang? Saya heran: masak mengusut begini saja bertahun-tahun. Kalau KPK benar berani (bukan "katanya"), panggil orang yang tahu masalah aliran uang itu, periksa dan umumkan, ada penyimpangan atau tidak.
Kuncinya, semua orang mau buka-bukaan. Setelah Nunun tertangkap, segera diusut siapa yang menyuruh dia memberi duit kepada anggota DPR dan dari mana duit itu. Orang curiga pada Miranda Goeltom, saya pun sependapat. Tapi apa dia sendirian? Uang yang dikeluarkan untuk nombok anggota DPR itu kan jauh lebih besar daripada gaji sebagai Deputi Gubernur Senior BI selama lima tahun masa jabatan, meskipun gajinya luar biasa pula? Pasti ada orang lain, kelompok orang yang mengambil keuntungan dengan terpilihnya Miranda, para pemburu rente, misalnya. Artinya, Miranda memang bisa "diperalat" dan bersedia "diperalat", karena itu orang mau memberi dana talangan. Tapi siapa? Tak mungkin tuyul.
Wa Ode, yang justru pertama kali mengungkap mafia anggaran di DPR lewat talk show di televisi, kini jadi tersangka. Kesempatan bagi Wa Ode untuk buka-bukaan, sehingga mafia yang menistakan parlemen itu terkuak. Wa Ode--ternyata dia juga kaya--mungkin ikut salah. Namun, seperti halnya Nunun, orang lain akan banyak yang ketahuan ikut salah. Bicaralah Wa Ode, masuk penjara ramai-ramai kan lebih asyik.
Begitu pula Nazaruddin, yang liciknya tak kepalang. Biarkan ia "bernyanyi" di dalam sidang, tak usah dibatasi. Meski orang tahu dia pembual sebagaimana tabiat orang licik, tapi ada ungkapan: "dalam seember bualan ada setitik kebenaran". Nazar sudah berkoar berember-ember. Kalau sepuluh persennya saja ada yang benar, ini kan bisa menjelaskan apakah Anas Urbaningrum, Anggie, dan Andi Mallarangeng terlibat apa tidak. Bahkan yayasan milik Achmad Mubarok pun bisa diperiksa--dan sepanjang sejarah pendirian yayasan oleh "orang gede", sumber dana dari "merampok" seperti yang disebutkan Nazar banyak benarnya.
Persoalan sekarang, apakah pimpinan KPK yang baru mau memaksa orang-orang itu buka-bukaan. Dan apakah KPK sendiri juga mau buka-bukaan? Jika tidak, Abraham Samad pulang saja ke Makassar.