Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Halaman Dua

Oleh

image-gnews
Iklan

Putu Setia

Kalau saya membeli buku, ada kriteria yang dijadikan patokan. Pertama, siapa penulisnya. Kalaupun belum terkenal, dilihat dulu latar belakangnya. Kemudian, apa yang diulas. Saya tak akan membeli buku tentang peternakan ular, karena saya takut ular. Lalu, tidak terlalu tebal, karena buku itu akan dibaca, bukan dijadikan bantal. Nah, kalau buku itu tidak dibungkus plastik, biasanya saya baca halaman pertama.

Halaman pertama sering kali membatalkan niat saya membeli. Jika halaman itu isinya "Pendahuluan. Buku ini kami tulis dengan maksud....", langsung saya kembalikan ke rak. Ini skripsi atau laporan studi banding wakil rakyat di daerah--saya tak menyebut wakil rakyat di pusat, karena tak pernah membukukan laporannya.

Buku yang layak dibaca adalah yang halaman pertamanya menjanjikan. Isinya bisa rangkuman permasalahan atau janji akan ada suatu misteri yang diungkap atau langsung menggebrak. Tentu menulisnya sulit. Saya pernah gagal membuat buku seperti itu. Kegagalan lebih disebabkan oleh nafsu menggebrak dan memberi janji yang kelewat tinggi, sementara saya tak punya data yang cukup untuk mendukungnya. Atau, masih mengais-ngais data. Menulis halaman kedua jadi sulit. Tetap menurunkan data yang kadarnya lebih rendah membuat mutu berkurang. Tetap menggebrak dengan data yang belum tentu benar akan jadi cemoohan di kemudian hari. Ya, terpaksa hanya berhenti di halaman pertama. Gagal, tak ada halaman kedua.

Anas Urbaningrum, yang baru saja mengundurkan diri sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, memang tak menyebutkan akan menulis buku. Tapi pernyataannya soal halaman pertama bisa saja kita analogikan sebagai membuat buku. Gebrakan Anas termasuk dinantikan. Di halaman pertama dia sudah menyiratkan akan membongkar misteri besar di republik ini. Anas meminta, halaman-halaman selanjutnya dibaca dengan baik. Ini menyiratkan sebuah buku yang amat berharga--dan mahal. Berhari-hari media massa mengulas dan menebak-nebak halaman kedua dari "buku" Anas itu. Ada yang mengira isinya soal kasus Bank Century, ada yang menebak soal aliran dana kasus Hambalang, ada yang menuduh Anas berani melawan SBY. Bermacam-macam terkaan orang, sementara saya kira Anas justru sedang mengumpulkan data untuk mendukung halaman pertama itu.

Anas pasti sulit menulis halaman kedua. Penyebabnya, di halaman pertama dia sudah telanjur membuat orang berharap. Dalam kasus Bank Century, misalnya, harapan orang adalah Anas mendapat bocoran ada uang yang masuk ke petinggi Demokrat. Kalau tak ada bocoran itu, isi kepala Anas sama dengan anggota Tim Pengawas Kasus Century, karena Anas waktu itu adalah anggota DPR yang menjadi ketua fraksi. Dalam kasus Hambalang, bisa jadi Anas tahu siapa saja yang mendapat aliran dana. Tapi, bukankah hal itu akan memukul balik dia, karena Anas justru jadi tersangka dalam kasus ini? Itu bukan gebrakan, tapi membuat peti mati. Akan halnya ketika Anas menyebut dirinya "bayi yang tidak diharapkan" sebagai bentuk perlawanan kepada SBY, itu sudah dibaca oleh publik sebagai hal yang keliru. Bukankah Anas tetap ketua umum sebelum dinyatakan tersangka oleh KPK?

Jadi, apa yang akan dikatakan Anas di halaman kedua? Kalau "buku" tetap dipaksakan terbit, saya kira isinya jadi semacam ralat yang dikemas dengan bahasa elegan dan puitis, untuk mengelabui pembaca bahwa sebenarnya tak ada sesuatu yang menggebrak. Kalau begitu, ada baiknya Anas menggantung halaman kedua itu di puncak Monas supaya tak ada yang baca, lalu fokus pada persoalan hukum yang menimpanya sehingga ia terlepas dari jeratan Monas.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Demi Konten, Turis di Cina Mempertaruhkan Nyawanya Bergelantungan di Tebing

1 detik lalu

Paiya Mountain, Cina (dpxq.gov.cn)
Demi Konten, Turis di Cina Mempertaruhkan Nyawanya Bergelantungan di Tebing

Warganet menyayangkan sikap turis di Cina tersebut karena tidak hanya membahayakan diri sendiri tetapi juga pihak lain.


Bawaslu Tak Singgung Nepotisme dalam Sidang MK, Tim Amin: Kalau Tidak Bantah, Artinya Sudah Terjadi

4 menit lalu

Ketua Tim Hukum Nasional AMIN Ari Yusuf Amir (tengah) bersama anggotanya saat jeda sidang kedua sengketa Pilpres di Gedung MK, Jakarta Pusat pada Kamis, 28 Maret 2024. TEMPO/Amelia Rahima Sari
Bawaslu Tak Singgung Nepotisme dalam Sidang MK, Tim Amin: Kalau Tidak Bantah, Artinya Sudah Terjadi

Tim Hukum Nasional Paslon 01 menyoroti bahwa secara tak langsung Bawaslu mengakui adanya nepotisme.


Kemenaker Sebut THR Ojol Belum Wajib Tahun Ini, Baru Dibahas Setelah Lebaran

8 menit lalu

Pengemudi ojek daring tengah menunggu penumpang di dekat Stasiun Sudirman, Jakarta, Selasa 19 Maret 2024 Kementerian Ketenagakerjaan telah menyatakan bahwa pengemudi ojek daring dan kurir logistik berhak mendapatkan tunjangan hari raya atau THR keagamaan. TEMPO/Tony Hartawan
Kemenaker Sebut THR Ojol Belum Wajib Tahun Ini, Baru Dibahas Setelah Lebaran

Aturan baru perihal perlindungan, jaminan sosial, termasuk THR kepada pengemudi ojek online (ojol) dan kurir baru akan dibahas setelah lebaran.


Indeks Keselamatan Jurnalis 2023: Ormas dan Polisi Paling Berpotensi Lakukan Kekerasan

12 menit lalu

Wartawan dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta menggelar aksi solidaritas untuk jurnalis Tempo Nurhadi, di kawasan Patung Kuda Arjuna Wijaya, Jakarta, Selasa, 11 Januari 2022. Jurnalis Tempo Nurhadi menjadi korban kekerasan ketika melaksanakan peliputan investigasi di Surabaya, Jawa Timur. TEMPO/Muhammad Hidayat
Indeks Keselamatan Jurnalis 2023: Ormas dan Polisi Paling Berpotensi Lakukan Kekerasan

Ormas dan kepolisian dianggap paling berpotensi melakukan kekerasan terhadap jurnalis.


Gunakan THR secara Bijak, Terapkan 8 Langkah Ini

29 menit lalu

Ilustrasi Uang THR. Shutterstock
Gunakan THR secara Bijak, Terapkan 8 Langkah Ini

THR atau Tunjangan Hari Raya kerap habis begitu saja setelah Lebaran. Begini cara bijak menggunakan THR?


Bukber Menteri Jokowi, Airlangga Ungkap Topik Pembicaraan Saat Duduk Semeja dengan Presiden dan Prabowo

32 menit lalu

Presiden Jokowi satu meja dengan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto saat mendengarkan kultum Wapres Ma'ruf Amin sebelum buka puasa bersama di Istana Negara, Kamis, 28 Maret 2024. TEMPO/Daniel A. Fajri
Bukber Menteri Jokowi, Airlangga Ungkap Topik Pembicaraan Saat Duduk Semeja dengan Presiden dan Prabowo

Apa yang Jokowi, Airlangga, dan Prabowo bahas?


Menjelang Mudik Lebaran 2024, Simak 5 Hal Ini

40 menit lalu

Ilustrasi arus mudik dan balik Lebaran. TEMPO/Hilman Fathurrahman
Menjelang Mudik Lebaran 2024, Simak 5 Hal Ini

Kementerian Perhubungan memprediksi puncak arus mudik Lebaran pada H-2 atau 8 April 2024


Kalimantan Timur Jadi Penerima Pertama Dana Karbon FCPF di Asia Pasifik

44 menit lalu

Monyet liar di hutan Kecamatan Samboja, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu, 28 Agustus 2019. Di kawasan yang akan menjadi lokasi ibu kota negara baru Indonesia itu masih banyak ditemui monyet-monyet liar. ANTARA
Kalimantan Timur Jadi Penerima Pertama Dana Karbon FCPF di Asia Pasifik

Kalimantan Timur menjadi penerima dana karbon pertama Forest Carbon Partnership Facility di Asia Pasifik.


Dokter Masih Mogok, Rumah Sakit Besar di Korea Selatan Tutup Bangsal

44 menit lalu

Para dokter mengambil bagian dalam protes terhadap rencana penerimaan lebih banyak siswa ke sekolah kedokteran, di depan Kantor Kepresidenan di Seoul, Korea Selatan, 22 Februari 2024. REUTERS/Kim Soo-Hyeon
Dokter Masih Mogok, Rumah Sakit Besar di Korea Selatan Tutup Bangsal

Korea Selatan menutup bangsal rumah sakit besar karena tak ada dokter.


Alasan Kubu Anies Minta MK Hadirkan Sri Mulyani, Risma, Zulhas, hingga Airlangga

51 menit lalu

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani saat Konferensi Pers: PDB Kuartal III 2023 serta Stimulus Fiskal di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Jakarta, Senin, 6 November 2023. Pemerintah menyiapkan sejumlah paket kebijakan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi, di antaranya bantuan pangan sampai akhir tahun dan 2024, insentif untuk sektor perumahan sampai tahun depan hingga insentif renovasi rumah bagi masyarakat miskin. TEMPO/Tony Hartawan
Alasan Kubu Anies Minta MK Hadirkan Sri Mulyani, Risma, Zulhas, hingga Airlangga

Tim Hukum Nasional Anies-Muhaimin meminta MK memanggil Menteri Keuangan, Menteri Sosial, Menteri Perdagangan, dan Menko Perekonomian sebagai saksi dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2024.