Sebentar lagi kita punya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang terlengkap di dunia. KUHP ini, kalau jadi disahkan, tidak hanya menyangkut masalah pidana yang ada hubungannya dengan masalah duniawi, tapi juga masalah mistik, klenik, sihir, dan mungkin takhayul.
Yang sudah ada dalam rancangan KUHP ini adalah pasal mengenai santet. Karena wakil rakyat kita sangat bernafsu untuk melengkapinya, apalagi urusannya bisa sambil pelesir ke luar negeri, pasal mengenai santet itu mungkin bisa bertambah dengan pasal mengenai sihir. Itu sebabnya, studi banding dilakukan di Eropa, biangnya dunia sihir seperti yang ada dalam cerita fiksi.
Aturan yang disebut pasal santet itu ada dalam Pasal 293 ayat (1). Bunyinya: Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, penderitaan mental atau fisik seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV.
Tak secara jelas disebut santet. Sejatinya, bagi para dukun santet di mana saja berada--di berbagai daerah di Nusantara ini ada santet dengan nama dan ciri-ciri berbeda-itu tak ada pengaruhnya, karena tak ada seorang pun yang perlu mengaku sebagai dukun santet. Kalau mengaku saja tak perlu, bagaimana pula memberitahukan dirinya dukun santet. Di dunia maya memang ada beberapa blog yang menawarkan berbagai jenis "pelayanan santet", tetapi semuanya memakai "akun palsu", tak jelas di mana alamatnya.
Misalnya ada orang meninggal dunia yang diduga karena ilmu santet. Lalu, siapa yang dituduh membunuh? Alat bukti apa yang dipakai? Katakanlah ada orang yang mengaku membunuhnya, tetapi ilmu santet itu didapat dari seorang dukun. Bagaimana menjerat sang dukun, apakah cukup dengan pengakuan yang bisa saja diberikan dengan tekanan? Pokoknya rumit.
Jika pasal itu disetujui, pasti akan ada usul pasal sejenis: pasal tuyul. Bunyinya kira-kira: Setiap orang yang menyatakan dirinya memelihara tuyul, lalu memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan atau memberikan bantuan jasa tuyul itu kepada orang lain untuk mendapatkan uang atau kekayaan dari korban-korbannya, dipidana....
Seorang anggota DPR menyebutkan, sebenarnya pasal yang disebut pasal santet itu hanya delik penipuan, bukan delik santet. Lalu, ada pembelaan bahwa pasal ini sangat perlu karena kenyataannya banyak dukun santet yang dihakimi massa. Jika bicara kenyataan, korban dari "operasi tuyul" itu pun dianggap nyata di masyarakat. Dan yang diduga memelihara tuyul juga dihakimi massa. Kalau persoalannya agar tidak ada "penghakiman massa", kenapa tidak membuat pasal yang melindungi orang-orang dari tuduhan dukun santet dan pemelihara tuyul? Pasal itu misalnya berbunyi: Setiap orang yang melakukan penyiksaan atau perbuatan yang tidak senonoh kepada seseorang yang dituduh dukun santet dan pemelihara tuyul--contoh bisa diperpanjang--yang mengakibatkan seseorang itu cacat tetap atau meninggal dunia, dipidana.
Jangan-jangan pasal santet ini hanya untuk sebuah siasat, supaya ingar-bingar pembahasan KUHP terpusat pada sang santet, bukan pada pasal-pasal lain. Pada akhirnya, ketika KUHP disahkan dengan menendang pasal santet, masyarakat bertepuk tangan dan memuji para wakil rakyat. Padahal KUHP ini banyak menyelipkan pasal yang seharusnya lebih ketat dikawal, seperti pelemahan KPK karena penyadapan dibatasi, atau soal hak asasi manusia. Waspadalah.