Putu Setia
Telah lahir akun Twitter yang langsung mendapat pengikut (follower) ribuan akun lain, dalam hitungan jam. Itulah akun @istanarakyat milik Susilo Bambang Yudhoyono alias SBY. Kita tahu, SBY adalah presiden di negeri ini dengan berbagai jabatan sampingan. Jagat maya sempat mempertanyakan apakah akun itu milik pribadi, atas nama presiden, atau mungkin untuk sarana Ketua Umum Partai Demokrat menjelang Pemilu 2014.
Saya mem-follow, tanpa perlu berpikir tiga kali. Kebiasaan saya untuk mengikuti akun lain memang butuh tiga kali berpikir. Pertama, adakah akun itu berterus-terang tentang siapa dirinya. Kedua, apakah akun itu bertutur sopan dan tidak jorok. Ketiga, apakah ia berkicau untuk pencerahan atau sekadar untuk memuaskan dirinya. Banyak kicauan yang hanya ngomong untuk dirinya sendiri, bukan untuk orang lain. Misalnya, begitu bangun, ia menulis: "Aku sudah bangun." Ketika lapar, ia menulis: "Makan apa, ya?" Berangkat sekolah, ia menulis: "Dag, Mama Papa. Sekolah dulu, ya." (Contoh-contoh ini dari akun cucu saya, murid kelas I sekolah dasar).
Pertimbangan itu lantaran saya masih punya kesibukan, tak mungkin mengikuti semua obrolan. Usia saya sudah "senja", meski lebih "pagi" daripada usia SBY. Jadi, perlu selektif. Kecuali kicauan yang banyak lelucon, karena saya sulit tertawa dan saya selalu mendapat hikmah dari guyonan itu.
Nah, akun SBY--karena milik pribadi tanpa mempertimbangkan SBY sebagai apa--langsung saya ikuti karena pemiliknya jelas, bukan tuyul. Maka, saya memperoleh informasi: wow SBY sedang di istana, wow SBY sedang makan, wow makannya ubi. Saya tertegun sebentar, kok isinya mirip akun cucu saya?
Tiba-tiba akun bercerita soal Istana Cipanas dengan seluk-beluknya. Saya membayangkan, setelah serial Istana Cipanas, akan ada Istana Bogor, Istana Tampak Siring, Istana Merdeka, dan seterusnya. Saya lagi tertegun, ini akun tentang sejarah istana atau apa?
Mungkin ini baru awal, dan SBY masih kikuk serta gamang menulis di Twitter--secara formal harus saya katakan itu tulisan SBY karena saya bukan Eyang, yang tahu secara persis. Saya ingin akun ini lebih bermartabat, lebih dewasa, karena pemiliknya lebih "senja" daripada saya, punya arti untuk orang lain, mencerahkan serta menenteramkan, dan pada ujung-ujungnya akun ini harus berwibawa. Wong pemiliknya presiden kok, bukan anak remaja, apalagi bukan anak sekolah dasar.
Nasihat saya--sekali lagi saya bukan Eyang, boleh tidak diikuti--jika akun itu milik pribadi dan bagaimanapun mengutak-atik SBY tetap presiden kami, berilah pengikutnya arah kebijaksanaan yang akan ditempuh dalam mengatur bangsa ini. Respons masalah di masyarakat, soal banjir Bengawan Solo, penyerbuan bui, dan sejenisnya, bukan soal makan sekoteng dan ubi rebus. Kalimatnya harus menyejukkan, sesekali dengan humor agar Pak SBY lebih humanis dan panjang umur.
Jika SBY tak bisa begitu, rimba raya Twitter ini justru jadi bumerang, akun ini bisa dibanjiri sampah yang penuh dengan caci-maki, celaan, hinaan--dan saya yang paling sedih, karena Bapak masih presiden, yang harus saya bela dengan semangat "jiwa korsa tanah air".
Nasihat kedua dan terakhir (menasihati presiden tak boleh banyak), SBY pasti lebih sibuk daripada saya, bagaimana mungkin bisa merespons setiap masalah. Jadi, lebih baik tak mengklaim akun itu sebagai milik pribadi, ralat saja, sebut akun itu dikelola oleh staf kepresidenan dalam mendukung tugas-tugas Ketua Umum, eh, Presiden. Sementara itu, Pak SBY buat akun baru, misalnya, @sbyudhoyono. Pasti ditunggu, meski jarang ngetwitt.