Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Perang

Oleh

image-gnews
Iklan

"in the end, everybody breaks, bro. It's biology."

Agen CIA dalam film Zero Dark Thirty itu telah mengubah orang yang diinterogasinya: tahanan itu akhirnya cuma bangunan biologis. Tubuh itu dicancang pada kaki dan tangan. Sesekali ia dibaringkan seraya kepalanya dibungkus kain untuk ditenggelamkan dalam air sampai hampir tak bernapas. CIA ingin orang ini membuka celah ke persembunyian Usamah bin Ladin. Untuk itu, di ruang penyiksaan yang kumuh itu ia diformat jadi sebuah kantong yang diinjak agar dari dalamnya muncrat informasi.

Sebuah kantong yang diinjak, sebentuk benda biologis, sebuah kehidupan yang sepenuhnya bugil, la vita nuda: ia materi tanpa proteksi. Ketika orang dihilangkan harga diri, rasa malu, rasa bersalah, dan keyakinannya, ia tak diharap bisa bertahan. Everybody breaks.

Kita tahu film itu fiksi, tapi kebrutalan itu bukan. Dan sebuah fiksi, sebagaimana sebuah puisi, sering dibebani tafsir yang tak diniatkannya sendiri. Orang-orang kanan Amerika, para senator dan CIA, menuduh Zero Dark Thirty melebih-lebihkan peran penyiksaan dalam perburuan Bin Ladin, dan dengan demikian mencoreng muka Amerika. Sebaliknya orang-orang kiri menuduh sutradara Kathryn Bigelow bertindak seperti sineas Leni Riefenstahl mengagungkan Naziisme delapan dekade yang lalu. Seorang penulis terkenal memperingatkan Bigelow: kau akan dikenang sebagai "wanita pelayan penyiksaan".

Kontroversi belum berakhir. Tapi satu hal tercapai. Zero Dark Thirtydengan realisme yang mengesankantelah memaparkan bahwa "perang melawan terorisme" mengandung kontradiksi dalam dirinya sendiri. Para penggeraknya menyebutnya "perang yang adil", karena terorisme adalah keji. Tapi perang itu justru awal dari laku yang tak adil dan yang keji.

Ada sebuah masa ketika satu tatanan modern dalam hubungan internasional mendapatkan bentuknya. Itu di Eropa sejak 1648. Perjanjian Westfalia menghentikan perang orang Protestan vs Katolik yang meluluh-lantakkan kehidupan. Sejak itu, orientasi ruang lebih terarah, batas wilayah pun dipatok. Di situ dibangun sebuah tertib hukum. Lahir satuan hukum-dengan-ruang-hidup, Ordnung und Ortung. Sebuah Nomos, untuk memakai istilah Carl Schmitt.

Sejak itu, menurut Schmitt, perang jadi monopoli yang terjaga dari Negara. Konflik pun lebih mirip duel: sebuah "perang-yang-rancak", un guerre en forme. Ia bertolak dari pertimbangan rasional, bukan moral; ia bukan perang suci. Dengan rasionalitas pula ada aturan yang dipatuhi bersama. Lawan tak dianggap "musuh mutlak". Ia bukan Iblis, bajingan tengik, atau si barbar yang harus dimusnahkan atau ditobatkan. Ia tetap seperti "kita".

Paparan Schmitt, orang Jerman yang pro-Nazi ini, tentu saja Eropa-sentris dan terbatas; tak diceritakannya bagaimana tentara kolonial memperlakukan lawannya di Asia dan Afrika. Schmitt mengutarakannya untuk mengecam yang terjadi setelah kekalahan Jerman dalam Perang Dunia I. Dalam Perjanjian Versailles, Jerman tak diajak ikut di meja perundingan. Bangsa itu diperlakukan sebagai penjahat.

Tak mengherankan Schmitt hanya menampilkan segi yang bisa memperkuat thesisnya. Ia menghapus kenyataan bahwa juga dalam "perang-yang-rancak", aturan hanya dilihat sejenak. "Seolah-olah ada aturan untuk membunuh orang," tulis Leo Tolstoi dalam novel besarnya, Perang dan Damai, ketika mengisahkan keluhan Napoleon kepada Kutusov, panglima Rusia, dalam invasi tahun 1812: pasukan Prancis menggunakan pedang, sementara pasukan Rusiatentara rakyatmembalasnya dengan pemukul, "tanpa menghiraukan selera atau aturan siapa pun."

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sejarah perang yang "tanpa menghiraukan selera dan aturan siapa pun" itu, umumnya perlawanan rakyat, sama panjang dengan riwayat un guerre en forme, perang di antara tentara reguler dua negara yang bersengketa. Sejak Revolusi Amerika di abad ke-18 sampai dengan perang Afganistan di abad ini, tak ada batas jenis senjata yang dipakai, tak ada pula batas antara yang sipil dan yang militer. Semua bisa menembak. Semua bisa ditembak. Kekerasan bukan cuma urusan Negara. Korban bisa merambah ke mana-mana.

Tapi bukan itu masalahnya. Masalahnya adalah dalih perang itubaik dalih kaum gerilyawan maupun lawan mereka dalam counter-insurgency yang sama-sama tak berbatas.

Saya kira ada yang penting dari thesis Schmitt: ia memujikan "perang-yang-rancak" bukan karena perang itu tak brutal. Ia memujikannya sebagai perang yang bermula ketika negara berpisah dari dalih-dalih agama: perang itu bukan perang suci. Musuh bukan makhluk terkutuk. Ini perselisihan sesama manusia.

Tapi pada 11 September 2001 sepasang gedung World Trade Center New York dihantam dua pesawat dan ribuan orang tak bersalah tewas. Bush pun menyiapkan "perang melawan terorisme". Maka maraklah perang yang tak jelas indikator kemenangannya, sebab tak akan ada wakil kekuasaan lawan yang akan menandatangani traktat kekalahan.

Di saat itu, orang Amerika yang marah, juga para cendekiawan mereka, memekikkan dan merumuskan "perang yang adil"sejenis perang pembalasan dari pihak yang tak merasa bersalah, yang bersih, yang ber-Tuhan. Alasan moral pun masuk kembali seperti dalam Perang Salib. Sang musuh jadi Setan. Dunia harus diubah. Amerika menirukan Taliban.

Dalam semangat "perang yang adil" ala Taliban itulah Amerika merasa berhak memutuskan untuk menganggap siapa saja yang dimusuhinya bukan manusia. Segera setelah itu ia juga merasa berhak mengabaikan hukum internasionaldan dikumandangkannya satu dusta yang luar biasa dan diserbunya Irak yang sebenarnya tak sedang membahayakan dirinya.

Minggu ini dusta itu berumur 10 tahun.

Goenawan Mohamad

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Terkini Bisnis: Prediksi Ekonom Soal Politisasi Bansos, Sejumlah Penerbangan Lion Grup Dibatalkan

7 menit lalu

Presiden Joko Widodo saat penyerahan bantuan pangan beras cadangan pangan pemerintah kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM) di Gudang Bulog, Cibitung, Jawa Barat, Jumat 16 Februari 2024. Menurut Presiden, pemberian bantuan pangan kepada masyarakat justru merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam mengendalikan harga beras dengan meningkatkan suplai di masyarakat. TEMPO/Subekti.
Terkini Bisnis: Prediksi Ekonom Soal Politisasi Bansos, Sejumlah Penerbangan Lion Grup Dibatalkan

Apakah MK akan membenarkan adanya politisasi bantuan sosial (bansos) dalam putusan sidang sengketa Pilpres 2024?


BRIN Klaim Penutupan Jalan Akses Serpong-Parung untuk Meningkatkan Kegiatan Riset

14 menit lalu

Warga Kampung Muncul, Tangsel, menolak penutupan akses jalan di depan kantor BRIN,  Kamis 11 April 2024. (TEMPO/Muhammad Iqbal)
BRIN Klaim Penutupan Jalan Akses Serpong-Parung untuk Meningkatkan Kegiatan Riset

BRIN mengatakan telah membangun jalan baru sebagai pengganti jalan akses penghubung Serpong dan Parung yang akan ditutup


Respons Timnas AMIN jika MK Tolak Gugatannya soal Sengketa Pilpres

14 menit lalu

Ketua Umum Tim Hukum Nasional AMIN, Ari Yusuf Amir memberikan keterangan pers di Markas Pemenangan AMIN, Jl Diponegoro X, Jakarta, Kamis, 28 Desember 2023. Dalam konferensi pers tersebut Tim Hukum Nasional (THN) membeberkan sejumlah dugaan pelanggaran kampanye pemilu dan meminta aparat penegak hukum harus bersikap adil dan netral dalam proses penyelenggaraan pemilu 2024. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
Respons Timnas AMIN jika MK Tolak Gugatannya soal Sengketa Pilpres

Timnas AMIN merespons soal kemungkinan MK menolak permohonan sengketa Pilpres mereka.


Apa Kabar Kasus Firli Bahuri? Polda Metro Jaya Lempar Janji Lagi

24 menit lalu

Pertemuan Firli Bahuri dengan Syahrul.
Apa Kabar Kasus Firli Bahuri? Polda Metro Jaya Lempar Janji Lagi

Polda Metro Jaya kembali melontarkan janji akan mengusut tuntas kasus dugaan pemerasan bekas ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri


Perjalanan Bermusik Band Bon Jovi yang Rilis Film Dokumenter

28 menit lalu

Anggota grupband Bon Jovi (dari kiri) David Bryan, Jon Bon Jovi, Richie Sambora and Tico Torres menghadiri pemutaran film dokumenter
Perjalanan Bermusik Band Bon Jovi yang Rilis Film Dokumenter

Film serial dokumenter Thank You, Goodnight: The Bon Jovi Story akan tayang perdana di layanan streaming Disney+ dan Hulu pada Jum'at, 26 April 2024.


Gerindra Bidik Erina Gudono di Pilkada Sleman, PDIP Bantul Jaring Nama Soimah Pancawati

32 menit lalu

Soimah Pancawati. Foto: Instagram/@showimah
Gerindra Bidik Erina Gudono di Pilkada Sleman, PDIP Bantul Jaring Nama Soimah Pancawati

Pilkada 2024 di kabupaten-kota Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) makin menggeliat dengan masuknya sejumlah nama populer seperti Erina Gudono dan Soimah


Meski Sama-sama Entitas Perbankan Ketahui 6 Perbedaan BPR dan Bank Umum

35 menit lalu

Bank Jepara Artha. Dok: BPR
Meski Sama-sama Entitas Perbankan Ketahui 6 Perbedaan BPR dan Bank Umum

Bank perkreditan rakyat (BPR) dan bank umum merupakan dua entitas keuangan yang memberikan layanan perbankan. Apa perbedan keduanya?


Laga Conventry City vs Manchester United di Piala FA, Pelatih Mark Robins Ingin Pemain Tampil Lepas

36 menit lalu

Pelatih Coventry Mark Robins (Coventry official).
Laga Conventry City vs Manchester United di Piala FA, Pelatih Mark Robins Ingin Pemain Tampil Lepas

Coventry City akan menghadapi Manchester United pada babak semifinal Piala FA di Wembley Stadium pada Minggu, 21 April 2024.


Epidemiolog: Cacar Monyet Berpotensi Jadi Penyakit Endemik di Indonesia

38 menit lalu

Ilustrasi cacar monyet atau monkeypox (Kemkes)
Epidemiolog: Cacar Monyet Berpotensi Jadi Penyakit Endemik di Indonesia

Epidemiolog Dicky Budiman menyatakan, infeksi cacar monyet berpotensi menjadi penyakit endemik karena minimnya penanganan.


MK Akan Bacakan Putusan Sengketa Pileg pada 10 Juni

42 menit lalu

Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono saat ditemui di Gedung MK, Jakarta Pusat pada Jumat, 19 April 2024. TEMPO/Amelia Rahima Sari
MK Akan Bacakan Putusan Sengketa Pileg pada 10 Juni

MK langsung menangani sengketa hasil Pileg, begitu selesai merampungkan sengketa hasil Pilpres pada Senin besok.