TEMPO Interaktif, Jakarta -
LOVE AND OTHER DRUGS
Sutradara : Edward Zwick
Skenario : Charles Randolph, Edwatds Zwick, Marshall Herskovitz
Berdasarkan buku “Hard Sell: The Evolution of a Viagra Salesman”
Pemain : Jake Gyllenhaal, Anne Hathaway
Bukannya tidak tertarik untuk menyaksikan Jake Gyllenhaal dan Anne Hathaway bergulat dalam keadaan telanjang bulat (yang toh akan dibabat habis di Indonesia), tetapi pada akhirnya daya tarik film selalu pada cerita.
Jamie (Jake Gyllenhaal) seorang lelaki pelayan toko elektronik yang manis mulut dan bertubuh ahoi yang mudah membuat semua perempuan meleleh seperti mentega di atas wajan panas. Karena meniduri isteri manajernya, tentu saja membuat Jamie terlempar keluar toko. Dia memutuskan menggunakan kelebihannya merayu itu dengan menjadi seorang penjaja obat (lebih dikenal dengan sebutan pharmaceutical rep) yang biasa “membujuk” para dokter dan manajer rumah sakit untuk menjadikan mereka sebagai supplier tetap.
Pada saat itulah Jamie bertemu dengan Maggie (Anne Hathaway), seorang pasien yang lincah, bandel, atraktif dan bermulut manis sekaligus pedas. Pendeknya pertemuan mereka yang semula diawali dengan pertengkaran sudah terlihat akan berujung ke tempat tidur.
Selanjutnya, kita melihat Jamie dan Maggie yang berguling-guling di tempat tidur, berkali-kali, tanpa baju. Tetapi dialog antara Jamie dan Maggie –paling tidak pada paruh pertama film ini—adalah bagian paling menarik dan cerdas.
Adegan percintaan itu digambarkan seperti humor, bukan erotika. Maggie memperlihatkan sebuah sikap yang menggambarkan sikap hidupnya: tak ingin terlibat secara emosional pada siapapun. Hubungannya dengan lelaki manapun adalah hubungna fisik belaka. Dan sikap hidup ini disambut oleh Jamie dengan suka cita.
Persoalan dimulai ketika mereka sama-sama mulai jatuh cinta. Jamie menyambut perubahan emosinya. Tetapi Maggie mempunyai penyakit yang selama ini membuatnya tak ingin lekat pada siapapun: Parkinson. Saat itu Maggie masih terlihat sehat. Tetapi dia tahu, suatu hari tangannya (dan berbagai organ tubuhnya yang lain) akan sulit berfungsi.
Ketika karir Jamie malah melunjak karena dia berhasil memasarkan Viagra, penyakit Maggie mulai menggerogoti aktivitasnya. Maggie mulai menjauhi Jamie. Dan penonton yang semula menikmati komedi romantis yang cerdas ini lama-lama diseret ke dunia drama percintaan yang penuh airmata.
Sesudah film Brokeback Mountain (Ang Lee, 2005) di mana Jake Gyllenhal dan Anne Hathaway berperan sebagai sepasang suami isteri yang memiliki hubungan semu, pertemuan mereka di dalam film ini menjadi sesuatu yang menyegarkan: cinta yang murni, yang sebetulnya dihalangi oleh dirinya sendiri. Soal penyakit memang problem. Tetapi bukankah cinta seharusnya bisa mengalahkan segala rintangan (meski ini terdengar sangat klise)?
Problem film ini adalah sineasnya tak bisa memutuskan apakah dia ingin membuat film komedi romantis atau drama. Memasukkan soal penyakit –penyakit berat dalam sebuah plot cerita tak mungkin tidak akan menurunkan suasana hati.
Para aktor utama, Gyllenhal dan Hathaway sudah membuktikan mereka selalu bisa tampil bagus sebagai pasangan. Seandainya kita tak diseret kepada kisah dukalara pada paruh akhir film ini, film Love and Other Drugs niscaya bisa menonjol sebagai film komedi romantik yang belakangan terlalu banayk diproduksi Hollywood.
LEILA S. CHUDORI