Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Kisah Duka Lara Tafsir Hanny Saputra

Oleh

image-gnews
Film Di Bawah Lindungan Ka'bah
Film Di Bawah Lindungan Ka'bah
Iklan

TEMPO Interaktif, Jakarta-

DI BAWAH LINDUNGAN KA’BAH

Sutradara  : Hanny Saputra

Skenario    : Titien Wattimena dan Armantono

Berdasarkan novel karya Hamka

Pemain       : Laudya Cintya Bella, Herjunot Ali, Didi Petet, Widyawati, Jenny Rachman

Produksi    : MD Pictures

Ketika layar berjanji mengirim kita ke Padang di tahun 1920, kita kemudian berharap bertemu  dunia yang diciptakan Hamka (Haji Abul Malik Karim Amrullah),  sastrawan angkatan Balai Pustaka. Nun di sebuah kampung di Sumatra Barat kita mengenal pasangan Zainab dan Hamid yang jatuh cinta. Tetapi cinta itu tak mungkin terwujud. Zainab, putri Engku Jafar datang dari strata sosial yang lebih tinggi daripada Hamid. Ibu Hamid bekerja pada keluarga Engku Ja’far. Engku Ja’far  bahkan mengirim Hamid ke sekolah HIS dan MULO. Lebih jauh lagi,  Zainab juga sudah dijodohkan dengan seorang pemuda lain dari Jawa.
         
Plot ini tentu menunjukkan zamannya. Percintaan yang terhadang oleh perbedaan kelas dan diwarnai dengan sejumlah kematian pada ujung cerita.
       
Apa boleh buat, roman karya Hamka yang hanya setebal 60 halaman ini dituang ke atas layar lebar dengan pengembangan plot. Perubahan dan pengembangan cerita dari novel ke film tentu saja sah, karena dua medium itu berbeda. Tetapi problem film ini bukan hanya sekadar pengembangan plot, melainkan tafsir sineas yang sejak awal sudah berbeda dari harapan kita, para pembaca karya Hamka.

Di tengah film, pengembangan plot itu  menampilkan adegan tokoh Zainab (Laudya Cyntia Bella) tercebur sungai dan Hamid (Herjunot Ali) memberikan bantuan pernapasan buatan. Perbuatan ini lantas membuat orang-orang desa tertegun dan merasa harus bertindak.  Hamid diadili karena dianggap telah berbuat tak senonoh dan diusir dari desa.         

Bukan saja subplot ini berlebihan, tetapi juga tidak realistis mengingat bahwa teknik pernapasan buatan baru ditemukan sekitar 40 tahun kemudian. Adegan pengadilan dan protes orang desa setempat yang bahkan meludahi wajah Hamid itupun menimbulkan tanda tanya: meski ini sebuah dunia imajinasi, dunia rekaan, bisakah kita yakin dan percaya hal ini terjadi? Apakah Hanny Saputra dan timnya serta produsernya tengah membuat sinetron TV dengan ongkos yang tinggi atau sebuah film yang diangkat dari karya sastrawan Hamka?         

Film ini memang sudah menggunakan tata artistik yang luar biasa, yang mencoba menyajikan setting Sumatera Barat 1920-an. Sepeda, kereta api, kostum, gerobak berhasil mengirim kita pada imaji Sumatera Barat  di masa kolonial Belanda.         

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Di tangan sutradara Hanny Saputra dan penulis skenario Titien Wattimena dan Armantono,  Belanda hanyalah latar belakang nun jauh di ujung sana yang hanya berseliweran seperti bayang-bayang. Berlawanan dengan tafsir Asrul Sani dalam film “Para Perintis Kemerdekaan” (1981) yang terinspirasi oleh novel karya Hamka dan mengembangkannya dengan jauh hingga kepada tema revolusi, Hanny Saputra justru mengutamakan kisah kasih tak sampai antara Hamid dan Zainab.         

Karena tema utama adalah cinta dan kesengsaraan hati, maka tak heran sepanjang film yang kita temukan adalah dua hal : Pertama, adegan tertawa cekikikan  berkepanjangan antar sejoli yang dilanda cinta; kedua, ratapan duka lara mereka yang ditinggal mati.

Nah, adegan nomor satu itu menjadi lucu. Kita menemukan sosok Hamid (Herjunot Ali) yang cekikikan “hi hi hi hi” dan Zainab  (Laudya Cyntia Bella) yang membalasnya dengan “hi hi hi hi” di atas perahu,  di bawah hujan, di antara dinding. Pokoknya itulah ekspresi cinta mereka: “hi hi hi hi”

 “Hi hi hi hi” di antara kedua remaja yang kasmaran ini begitu berkepanjangan dan melelahkan hingga kita mulai bertanya-tanya, bukankah remaja Sumatera di masa itu gemar berpantun dan bermain kata saat mereka menyatakan cinta? Mengapa Hamid dan Zainab rekaan Hamka jadi penuh dengan “hi hi hi hi” di layar lebar yang tata artistiknya sudah begitu susah payah dibangun dengan ongkos produksi sakhohah?
         
Omong punya omong soal tata-artistik yag bagus, ada lagi gerundelan para penonton lain. Di antara kerja keras tim artistik untuk mengirim penonton ke Sumatera Barat tahun 1920, tiba-tiba menyeliplah dialog dan rekaman gambar kacang, pembasmi nyamuk dan camilan masa kini. Kini penonton yang mengeluarkan “hi hi hi hi”.

Sekarang kita bicara soal nomor dua: teriakan duka lara karena kematian tokoh-tokohnya. Soal kematian demi kematian memang salah satu ciri roman Balai Pustaka. Seperti juga novel-novel Inggris abad 19 yang selalu saja melibatkan serangkaian kematian dan tragedi para tokohnya, para sastrawan kita pun melalui fase kesusastraan seperti itu. Yang menarik adalah pola penggambaran adegan kematian dalam film ini selalu saja sama persis. Si tokoh yang akan mati itu berpesan terbata-bata di pelukan tokoh lain (misalnya ibu Hamid yang sudah sakit berat berpesan di atas gerobak sembari dipeluk putranya). Dan bukannya Hamid memanggil dokter atau tabib, tentu saja Hamid bertangis-tangis pilu. Setelah memperlihatkan emas permata yang dikumpulkan sang bunda, maka melayanglah nyawa ibunda. Lantas kita melihat Hamid yang menjerit histeris. Karena adegan kematian ada beberapa, maka adegan serupa ini terjadi berkali-kali. Capek deh.
         
Jika sejak awal film ini memang dimaksudkan untuk menampilkan kisah cinta remaja yang ringan, yang berisi tawa “hi hi hi hi” dan bergalon air mata, sebetulnya tak perlu bersusah-payah mengangkat novel sastra. Kasihan para sastrawannya. Ciptakan saja tokoh-tokoh baru dengan kisah cinta  yang mendayu. Upaya dan kerja keras serta uang ongkos produksi yang begitu tinggi pada akhirnya tak terasa. Sayang sekali.

Leila S.Chudori

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Mira W Puas Dengan Arini Besutan Ismail Basbeth

4 April 2018

Poster film Arini. twitter.com
Mira W Puas Dengan Arini Besutan Ismail Basbeth

Film Arini mampu menerjemahkan kisah dalam novel dengan baik dalam konteks kekinian


Film Indonesia Diputar di Busan International Film Festival 2017

17 Oktober 2017

Sumber: Dokumentasi pribadi
Film Indonesia Diputar di Busan International Film Festival 2017

Film Ismail Basbeth ini diputar perdana pada A Window on Asian Cinema. Memperkenalkan film-film pilihan dari Most Talented Asian Filmmaker of The Year


Garap Film Posesif, Sutradara Edwin: Tak Korbankan Idealisme

13 Oktober 2017

Sutradara Edwin, penulis naskah Gina S. Noer, Adipati Dolken, Putri Marino, duo produser Muhammad Zaidy dan Meiske Taurisia, yang membuat film Posesif saat di Bandung, 24 Januari 2017. TEMPO/ANWAR SISWADI
Garap Film Posesif, Sutradara Edwin: Tak Korbankan Idealisme

Menggarap film Posesif, menurut Edwin, sama sekali tidak mengorbankan idealismenya sebagai sutradara film selama ini.


Star Wars: The Last Jedi, Ungkap Siapa Jedi yang Terakhir

9 Oktober 2017

Figur dari film Star Wars dihadirkan dalam New York Comic Con di New York City, AS, 5 Oktober 2017. REUTERS
Star Wars: The Last Jedi, Ungkap Siapa Jedi yang Terakhir

Lucasfilm telah secara resmi mengumumkan bahwa trailer film Star Wars: The Last Jedi akan tayang pada hari Selasa, 10 Oktober 2017.


Di Pemutaran Film ini, Pria Kulit Putih Bayar Tiket Lebih Mahal

22 September 2017

Seorang pria melihat poster film lama di sebuah bioskop yang tidak terpakai di Al-Ahram, Tripoli, Lebanon, 5 Juli 2017. Kini Qassem Istanbouli mendapatkan dukungan finansial dari kementerian kebudayaan Lebanon, sebuah LSM Belanda dan Amerika Serikat untuk membangun mimpinya. REUTERS/Ali Hashisho
Di Pemutaran Film ini, Pria Kulit Putih Bayar Tiket Lebih Mahal

Shiraz Higgins ingin bicara soal adanya ketakadilan
pendapatan antara perempuan dan laki-laki di Kanada


Joko Anwar Gandeng Dua Seniman Main Film Pengabdi Setan  

22 September 2017

Poster film Pengabdi Setan. imdb.com
Joko Anwar Gandeng Dua Seniman Main Film Pengabdi Setan  

Di film Pengabdi Setan, Joko Anwar membutuhkan ada pemain
yang bisa menerjemahkan cerita melalui gestur. Ia melibatkan
dua seniman di Pengabdi Setan


Gerbang Neraka, Film Horor Dengan Format Berbeda

15 September 2017

Pemeran Film Gerbang Neraka Julie Estelle (kiri), Reza Rahadian (tengah) dan Dwi Sasono (kanan) berfoto bersama saat menghadiri peluncuran film Gerbang Neraka di Jakarta, 13 September 2017. Film Gerbang Neraka akan dirilis secara serentak di seluruh bioskop pada 20 September mendatang. ANTARA FOTO
Gerbang Neraka, Film Horor Dengan Format Berbeda

Film Gerbang Neraka digadang sebagai film horor yang dikemas
lain dari gaya film horor sebelumnya


Jay Subyakto Didemo Warga Keturunan Wandan Terkait Film Banda

31 Juli 2017

Ratusan warga keturunan asli Banda melakukan unjuk rasa, di halaman Gong Perdamaian Ambon, 31 Juli 2017. Aksi tersebut dilakukan menyusul pernyataan sutradara Film Banda The Dark Forgotten Trail, Jay Subiyakto yang dianggap menyudutkan warga asli Banda dalam promosi filmya. Foto: Rere Khairiyah
Jay Subyakto Didemo Warga Keturunan Wandan Terkait Film Banda

Ratusan warga mendesak DPRD untuk menunda penayangan film Banda yang disutradari Jay Subyakto.


Harry Styles dan Pangeran Harry Ramaikan Premier Film Dunkirk

15 Juli 2017

Harry Styles berakting di film Dunkirk. DAILYMAIL
Harry Styles dan Pangeran Harry Ramaikan Premier Film Dunkirk

Harry Styles mendampingi Pangeran Harry di karpet merah premier film Dunkrik karya Christopher Nolan.


Lebanon Akan Boikot Wonder Woman karena Diperankan Aktris Israel

31 Mei 2017

Aktris Gal Gadot memerankan perannya saat syuting film terbarunya, Wonder Woman. Film ini menceritakan sosok Diana, putri cantik asal Amazon yang dilatih guna menjadi ksatria tak terkalahkan, Wonder Woman. AP Photo
Lebanon Akan Boikot Wonder Woman karena Diperankan Aktris Israel

Aktris Israel, Gal Gadot yang jadi Wonder Woman disebut-sebut menjadi anggota militer Israel.