TEMPO.CO, Jakarta-
THE HELP
Sutradara : Tate Taylor
Skenario : Tate Taylor
Berdasarkan novel Kathryn Stockett
Pemain : Emma Stone,Viola Davis, Octavia Spencer, Jessica Chaistain, Bryce Dallas-Howard, Sissy Spacek
Begitu Eugenia Phelan pulang kampung nun di Jackson, Mississipi, dia merasa terlempar ke dalam sebuah dunia yang terbalik dari dunia akademik. Pada 1960-an, perempuan kulit putih seusianya lazimnya sudah menikah, berkeluarga dan sibuk mengurus rumah, dapur dan anak. Mereka adalah ‘ratu rumah tangga’ yang kesibukannya disangga oleh para pembantu kulit hitam. Tetapi Eugenia Phelan alias Skeeter malah melamar menajdi wartawan, dan untuk batu loncatan pertama, dia meraup lowongan apa saja yang ada: menjawab pertanyaan pembaca (para ibu) tentang cara mengatasi urusan domestik rumah tangga.
Namun, situasi diskriminatif di kampunnya mengusik Skeeter.
Lalu apa yang dilakukan oleh seorang wartawan perempuan muda yang masih hijau, yang merasa terganggu dengan perlakuan kawan-kawannya terhadap para pembantu kulit berwarna itu? Menulis sebuah buku jurnalistik. Sebuah reportase tentang kehidupan nyata para pembantu di kampungnya. Dan tingkah lakunya ini tentu saja menggemparkan seluruh Jackson.
Dari novel Kathryn Stockett yang laris, kisah ini diangkat ke layar lebar oleh Tate Taylor dan langsung saja merebut perhatian para kritikus. Di awal tahun 2012, film ini sudah meraih empat nominasi penghargaan Academy Awards termasuk Film Terbaik. Pada Festival Screen Actors Guild Award, film ini berhasil menjadi Film Terbaik.
Plot film ini sebetulnya cukup konvensional. Eugenia Phlean alias Skeeter (Emma Stone) harus meyakinkan Minny Jackson(Octavia Spencer) dan Aibileen Clark (Viola Davis) untuk bersedia berterus-terang tentang tingkah laku diskriminatif para majikannya. Tentu saja tawaran Skeeter semula ditolak, karena mereka khawatir kehilangan pekerjaan. Tetapi belakangan, perlakuan kawan-kawan Skeeter—nyonya kulit putih-- yang memperlakukan para pembantunya tanpa perikemanusiaan, maka berbondong-bondong mereka semua menemui Skeeter “kami ingin bercerita padamu.”
Wawancara demi wawancara yang dilakukan secara gerilya. Sementara Skeeter sendiri juga merasa heran dengan nasib yang terjadi pada pengasuhnya di masa kecil yang mendadak menghilang begitu saja.
Film ini berkisah dengan lancar dengan dialog menyentuh sekaligus lucu. Bagian puncak film ini adalah pembalasan Minnie )Jackson terhadap majikannya. Balasan yang menggebrak ini—yang tentu saja tak boleh diungkap di sini atas nama daya kejut –bukan hanya lucu, tetapi juga menunjukkan kemarahan mereka yang tertindas yang ditekan begitu lama setelah ratusan tahun.
Balasan model begini mengingatkan kita pada gaya dendam yang dibalas dengan cara yang tak terbayangkan dalam film Fried Green Tomatoes (Jon Avnet,1991): pembalasan melalui sepinggan makanan.
Tentu saja Viola Davis dan Octavia Spencer adalah pencuri perhatian penonton. Meski Sissy Spacek dan Allison Janey yang berperan sebagai nenek dan ibu Skeeter tak bisa dilewatkan, tetapi film ini memang sebuah film yang mengusung sejarah Amerika. Problemnya adalah karakter dalam film ini tak ragu membuat karakter yang hitam dan putih. Tokoh buruk adalah keluarga kulit putih; tokoh baik dan agung adalah para pembantu kulit berwarna. Sedangkan keluarga Skeeter adalah keluarga kulit putih yang mulia,yang harus tampil sebagai keluarga yang menjadi jembatan dari kemerdekaan mereka yang tertindas. Penggambaran klise seperti ini sudah waktunya disimpan da dicari alternatifnya, karena meski emmang sejarah mencatat demikian, pastilah karakter manusia di zamannya jauh lebih kompleks daripada sekedar hitam dan putih: jahat dan baik.
Leila S.Chudori