THE SESSIONS
Sutradara : Ben Lewin
Skenario : Ben Lewin
Berdasarkan esei penyair dan wartawan Mark O’Brien On Seeing a Sex Surrogate
Pemain : John Hawkes, Helen Hunt, William. Macy
TEMPO.CO - Dunia seluas langit-langit putih rumahnya. Sunyi, sempit dan tanpa gerak. Pada usia enam tahun, Mark O’Brien disergap virus polio yang menyebabkan seluruh tubuhnya lumpuh dan hampir sehari semalaman dia lebih banyak berbaring di dalam tabung ventilator yang lazim disebut iron lung, alat bantu pernafasan. Dia hanya bisa beberapa jam terbaring bebas dari tabung tersebut, meski ‘bebas’ bagi O’Brien berarti hanya beberapa jam menikmati matahari di atas tempat tidur dengan bantuan seorang perawat yang datang setiap hari memandikan dan merawatnya.
Pada saat dia sendirian, O’Brien melakukan segalanya dengan mulutnya, termasuk mengetik, memutar telepon dan seterusnya, dimana dia akan menggigit alat yang akan membantunya melakukan itu semua. Dengan keterbatasan gerak seperti itu, O’Brien tetap berhasil menyelesaikan pendidikan di Fakultas Sastra University of California di Berkeley dan dilanjutkan dengan S2 di pendidikan pasca-sarjana jurnalistik Berkeley.
Kisah nyata penyair dan wartawan O’Brien inilah yang diangkat sutradara Ben Lewin,seorang sutradara TV yang juga pernah diserang polio –dan berjalan menggunakan tongkat—menyusul sebuah film dokumenter Breathing Lessons: The Life and Work of Mark O’Brien karya Jessica Yu yang meraih Film Dokumenter Terbaik Academy Awards 1997.
Film ini dimulai saat O’Brien (diperankan oleh John Hawkes) yang sudah dikenal sebagai penyair dan wartawan lepas yang gelisah karena pada usia 38 tahun dia belum pernah berhubungan intim. Pengasuhnya mengusulkan agar dia menggunakan seorang ‘surrogate sex’, ini sebuah profesi yang tugasnya memberikan terapi seks pada seseorang. Isi terapi itu bukan saja sesi perbincangan dengan sang pasien agar dia nyaman, tetapi bahkan sang terapis akan ‘mengajarkan’ cara berhubungan intim. Tetapi, “saya bukan pelacur, saya seorang terapis seks. Dan saya hanya bisa bertemu denganmu sebanyak enam kali,” kata Cheryl, sang terapis (diperankan Helen Hunt) ‘mendidik’ O’Brien bahwa dia tak perlu meninggalkan duit di atas meja seperti menggunakan seorang pelacur.
Maka pertemuan demi pertemuan dimulai untuk membangun rasa percaya dan nyaman, terutama O’Brien bukan hanya tubuhnya yang ringkih, tetapi terlebih lagi karena karena sebegitu lamanya dia tak pernah berhubungan fisik, maka segalanya tak segera lancar.
Film ini tak saja mengisahkan bagaimana akhirnya hubungan ‘profesional’ antara O’Brien dan Cheryl itu akhirnya—mau tak mau—melibatkan emosi, tetapi juga tentang hubungan O’Brien dengan pastur Brendan (William H Macy) yang begitu liberal dan pengertian hingga ketika O’Brien meminta izin untuk berhubungan seks sebelum menikah, sang pastur berpikir keras sebelum akhirnya memberikan persetujuannya.
Aktor John Hawkes yang bukan saja meluruhkan lemak dalam tubuhnya, tetapi juga melatih bahasa tubuh, mimik muka hingga suara parau tinggi hingga segala kerapuhan, kekuatan, kegairahan sekaligus kepedihan hanya bisa terpancar dari wajah dan sorot matanya. Sementara Helen Hunt yang berperan sebagai Cheryl, seorang terapis seks yang dengan tenang dan dingin melaporkan pada tape-recorder tentang ‘kemajuan ‘ fisik dan mental yang diraih pasiennya pada setiap sesi itu perlahan memperlihatkan perkembangan emosi yang menarik. Orgasme yang semula terasa mekanis dan tugas seorang terapis lama-kelamaan tak masuk ke wilayah emosi.
“Apa yang terjadi ketika hati kita mulai melekat?”
Pertanyaan O’Brien itu segera menyadarkan mereka berdua. Pertemuan yang baru empat kali terjadi mereka hentikan atas dasar kesepakatan. Cheryl yang sudah berkeluarga dan O’Brien yang tak ingin merusak hidup orang lain sama-sama tahu terapi ini harus diputus.
Meski ada kesan formulaik—bagaimana seseorang yang tak sempurna secara fisik begitu semangat mengatasi keterbatasannya—tetapi Sutradara Ben Lewin jelas ingin sekali membuat film ini dengan dengan ringan, dengan nada optimistik. Akhir film ini yang diberi narasi puisi O’Brien saat dia akhirnya wafat adalah adegan yang menyentuh sekaligus mengirim semangat pencerahan tentang hidup seseorang yang sangat menghargai hidup sepenuhnya.
LEILA S. CHUDORI